“Kau marah?” tanya Joo Won. “Aku tanya, apa kau marah?”
Ra Im menghentikan langkahnya dan berkata tanpa melihat ke Joo Won. “Bagaimana orang bisa seperti itu?”
“Aku tahu ini akan terjadi.” keluh Joo Won, kemudian dia menjelaskan, “Aku tidak berada dipihak wanita itu. Aku berada dipihak yang benar…sesuai dengan prinsip-prinsipku.”
Ra Im menengok ke Joo Won. “Kau akan mengatakannya dalam bahasa inggris? Coba saja! Aku akan coba untuk mengerti.”
“Berapa banyak uang yang kau miliki di bank?” tanya Joo Won sambil melipat tangannya didada dan memandang Ra Im serius.
“Tidak banyak. Kenapa?”
“Itu saja. Itu perbedaannya!”
“Apa?!” Ra Im masih belum mengerti.
Ra Im mungkin jadi mikir ‘salah nanya gua!’. Dia kemudian mengalihkan pembicaraan, “Cari kunci motorku! Aku akan datang dan mengambilnya kalau sudah balik ke Seoul.” omel Ra Im kemudian dia berbalik.
Joo Won pun mengikuti langkah Ra Im, tapi kemudian mereka berhenti bareng. Ra Im kaget, mereka berpapasan dengan Jong Soo dan Jung Hwan. Yak, gak bisa sembunyi lagi.
“Itu….” Ra Im gak bisa nemu alasan untuk ngejelasin.
“Jadi maksudmu kau diam-diam mengikuti kami kesini?” tanya Jong Soo lagi.
“Aku sudah curiga kenapa kau tiba-tiba menelponku!” timpal Jung Hwan.
Joo Won ketawa ketika tahu yang sebenarnya terjadi. Ra Im meliriknya kesal.
“Dimana kau tinggal?” tanya Jong Soo.
“Dalam dua jam aku akan selesai hunting lokasi. Tunggu diruanganku, kita harus bicara hari ini.” kata Jong Soo sebelum pergi bareng Jung Hwan.
“Apa itu sesuatu yang bisa membuat bahagia? Saat ada seorang pria menyuruhmu menunggu dikamar hotelnya?” tanya Joo Won.
“Apa? Apa yang kau katakan?!” seru Joo Won sambil ngintilin Ra Im.
“Hey, apa masih ada kamar yang kosong?” Joo Won datang bertanya pada Manajer Hotel yang kebetulan lagi ngobrol dengan Sekertaris Kim.
Manajer itu langsung buru-buru menghampiri Joo Won. “Selamat datang, Tuan!” katanya.
“Apa semua baik-baik saja disini?” tanya Joo Won lagi.
“Seperti yang saya laporkan dalam meeting bulanan, respon dari turis asing sangat bagus, jadi….”
“Hampir? Apa yang kau bicarakan? Bagaimana dengan kamar yang selalu aku gunakan?”
“Apa mungkin, itu Choi Woo Young?” tebak Joo Won. “Ah, orang itu benar-benar….!”
“Kau tidak tahu aku?” balas Seul santai.
Oska terdiam sebentar ngeliatin Seul, lalu bertanya lagi. “Apa ada alasan untuk kita buat ketemu?”
“Kau membuatnya?” Oska bingung dan mikir bentar. “Ahh, apa Joo Won? Aku dengar kalian berdua melakukan kencan perjodohan.”
“Kau sudah tahu? Sepertinya orang tua kami sudah membicarakan tentang pernikahan kami.”
Oska terdiam dan matanya berkeliaran seolah tak ada tempat untuk menyembunyikan emosinya.
Ekspresi wajah Seul berubah muram. “Tak mungkin. Bagaimana seleramu bisa jadi seperti itu?” ujar Seul.
“Dan kau pikir kau adalah tipeku?” kata Oska lalu pergi ninggalin Seul.
Flashback.
Senyum Oska agak memudar melihat reaksi Seul. “Cincin ini yang terbesar yang ada di toko.” kata Oska ingin membuat Seul terkesan. “Apa harus lebih besar lagi?”
Oska mematung dengan wajah yang sangat terluka.
Oska berjalan cepat menuju pintu cottage Joo Won dan menggedor-gedornya. Joo Won membuka pintu dan bertanya.
Oska buru-buru menahan pintu itu dan memberikan penawaran. “Kalau kau menang, aku akan pindah ke Gang Nam.” Joo Won kelihatan tertarik tapi masih kelihatan ragu. Oska lalu menyakinkannya, “Aku serius. Kau bisa memakai rumah di Incheon untuk dirimu sendiri. Aku akan mengembalikan kamarmu juga.”
Joo Won diam lagi. Tapi kayaknya pancingan Oska ngefek he he....
Ra Im mondar-mandir bete dikamar Jong Soo. Akhirnya dia memilih merapikan kamar itu. Dia lalu mendengar Oska dan Joo Won berisik diluar.
Ra Im penasaran dan buru-buru lihat keluar. Didepan cottage Jong Soo, ada Joo Won dan Oska yang sudah dengan kostum bersepeda. Disana ada juga Sekertaris Kim dan asisten Oska.
Setelah itu mereka terlihat sibuk didekat mobil. Sepeda-sepeda pada dinaikan, sementara Joo Won dan Oska sibuk melihat peta.
“Ini bukan karena kau tidak mengenalnya? Kau tidak bisa menyerahkan apapun demi seorang wanita, tapi aku bisa menyerahkan segalanya. Wanita tahu itu dengan insting. Terutama gadis-gadis miskin.”
“Ayo. Tapi aku tidak akan mengalah padamu.” kata Joo Won dengan wajah serius.
“Baik. Ini tiba-tiba, tapi aku benar-benar membutuhkannya(Ra Im), jadi aku juga tidak akan mengalah.”
“Baik. Ayo!”
“Apa aku bertanya padamu?” balas Ra Im. Dia lalu bicara lagi ke Oska, “Ini kesempatan langka bisa bersepeda dengan Oska....” kata Ra Im dengan tersenyum lebar.
Oska meresponnya baik. “Aku senang sekali. Ayo ikut kami! Tapi dalam hal ini, kami taruhan dan mempertaruhkan sesuatu untuk didapatkan. Apa tidak apa-apa?”
“Benarkah? Itu bagus!” seru Ra Im tanpa tahu kalau dirinya yang dipertaruhkan. Lalu Ra Im berkata lagi, “Sebenarnya aku ada permintaan juga. Tapi aku hanya harus menang dulu.”
“Memangnya apa yang kalian pertaruhkan?” tanya Ra Im.
Mereka lalu mengenakan helm masing-masing.
“Aku duluan!” teriak Ra Im dan langsung meluncur ke bawah.
Oska dan Joo Won menyusul setelahnya. Dengan cepat mereka langsung menyusul Ra Im dan melewatinya.
Rutenya berliku-liku dan memiliki tanjakan-tanjakan yang sulit jika itu untuk pemula. Tapi Oska dan Joo Won kelihatan mahir dan lincah. Begitupun Ra Im, walau dia tertinggal dibelakang.
Oska dan Joo Won saling susul-menyusul dan senggol-senggolan. Mereka benar-benar menepati ucapan mereka untuk gak mau mengalah. Tapi ketika tiba dijalan bercabang yang ada papan penunjuknya, Joo Won tanpa sengaja menabrak papan itu hingga berpindah arah.
Dan alhasil, ketika Ra Im tiba ditempat itu, dia mengikuti jalan yang salah.
Oska dan Joo Won kemudian tiba di dermaga.
Tempat finish makin dekat, tapi Joo Won jadi gak konsen, dikit-dikit dia menengok kebelakang mencari Ra Im. Hingga Oska melaju didepannya pun dia seperti tak perduli.
Tak jauh dari situ, masih didaerah dermaga. Sekertaris Kim berdiri dibibir pantai yang bebatuan. Sosoknya disorot dalam posisi berdiri tegak dengan gaya kayak cowok cool di film-film. Dengan posisi itu dia lalu menulis surat untuk Ah Young.
‘Dear Ah Young,
Aku menatap matahari yang menyilaukan saat ini.
Aku ingin tahu seperti apa sinarnya, saat kau pertama kali datang keperusahaan.
Hari itu, saat kau berkata, “Permisi?”, kau telah mengambil semua yang kumiliki.
Jadi, tolong jangan marah lagi padaku.
Aku hanya seperti paman yang ada di tim PR, So Mi.
Aku mencintaimu!’
Sekertaris Kim memasukan surat itu kedalam sebuah botol dan melemparkannya kelaut.
“Kembali kesini lagi!!” teriak Sekertaris Kim saat melemparkan botol itu.
Asisten Oska juga ada disana. Dia ditugaskan untuk merekam dengan ponsel adegan dramatis yang baru dilakukan Sekertaris Kim.
“Bagaimana tadi? Apa terlihat bagus? Sekarang aku akan mengirimkannya ke Ah Young!” seru Sekertaris Kim senang.
Kedua tuan mereka melewati tempat mereka berada. Mereka segera buru-buru pergi menyambut digaris finish. Joo Won terlihat kembali menyusul Oska. Sekertaris Kim dan Asisten Oska segera menarik pita untuk tempat finish. Mereka teriak-teriak menyemangati tuan-tuannya. Joo Won memimpin didepan. Tapi kemudian terdengar teriakan kencang Ra Im dari headset yang dipasang ditelinga Joo Won. Joo Won langsung berhenti dan Oska melewatinya ke garis finish.
“Ra Im, ada apa?!” teriak Joo Won di microphone.
Oska tiba digaris finish dan teriak-teriak kesenangan, sampai peluk-pelukan sama asistennya.
Sekertaris Kim bengong ngeliatin Joo Won kok malah berhenti saat sudah dekat finish.
“Gil Ra Im, kau mendengarku?! Kau tidak mendengarku?! Ra Im! Ada apa?! Ra Im, Ra Im! Bicara padaku!” Joo Won teriak-teriak tapi Ra Im tak menjawab.
Oska lalu datang mendekati Joo Won.
“Lihat pria ini! Sekarang kau sedang malu, lalu kau pura-pura?” omel Oska.
Joo Won membuka kaca helmnya dan berkata, “Aku mendengarnya teriak.”
Oska lalu coba memanggil Ra Im di microphonenya. “Ra Im, Ra Im, Gil Ra Im jawab aku, ganti.” tak ada jawaban juga.
Oska lalu marah lagi ke Joo Won, “Apa maksudmu kau dengar sesuatu….?”
Kalimat Oska terhenti karena tiba-tiba terdengar suara Ra Im teriak di headsetnya.
“Aku mendengarnya! Aku mendengarnya juga!” teriak Oska kaget dan langsung panik.
“Hey Gil Ra Im, dimana kau sekarang? Aku tanya ada dimana kau?!! Jawab aku, brengsek!!” Joo Won udah sangat panik.
“Dia mungkin jatuh disuatu tempat.” kata Oska. “Ayo ambilkan peta!”
“Laporkan ke 911.” Joo Won menyuruh sekertarisnya. Lalu bicara ke Oska, “Kau cari dia dipantai!”
Mereka lalu berpencar. Joo Won balik kegunung mencari Ra Im. Dia menyusuri jalan yang mereka lewati tadi sambil teriak-teriak memanggil nama Ra Im di microphone. Ketika tiba ditempat yang ada pohon banyak yang berjejer dengan rapi, Joo Won tidak teriak-teriak di microphone lagi. Dia berteriak kencang ditengah hutan.
Suaranya bergema ditempat sepi dan jadi agak serem gitu. Joo Won lalu berheti sebentar dan mencoba menelpon, tapi tak ada sinyal atau mungkin ponsel Ra Im mati.
“Awas kau, tunggu saja sampai ketemu!” omel Joo Won karena dia masih mengira kalau Ra Im sengaja melakukan ini. Joo Won kemudian memanggil Oska di microphone. “Hyung!”
“Ya! Kau menemukannya?!” tanya Oska.
“Tidak, tak ada tanda-tanda! Disana gimana?”
“Gak ada! Aku mencarinya dipantai dari ujung ke ujung tapi tak melihatnya. Bagaimana kalau terjadi sesuatu?”
Joo Won memejamkan matanya gak mau ngebayangin apa yang dikatakan Oska.
“Jika terjadi sesuatu, dia pasti adalah pelakunya, bukan korban! Aku akan turun kebawah mencarinya mulai dari awal lagi.”
Joo Won lalu bersepeda lagi dan mencari.
Sekertaris Kim telah berhasil memanggil 911. Mereka menanyakan cirri-ciri dan pakaian yang dipakai Ra Im untuk mencari. Sekertaris Kim bingung dan berpikir.
“Bajunya? Mmm, jika bosku yang memilihkan dia baju…..apa baju yang terlihat manis?” kata Sekertaris Kim.(bwaha ha ha ha…)
Petugas 911 jelas bingung.
Sedangkan Oska mencoba bertanya pada nelayan dan orang-orang yang ada disekitar pantai.
Oska memberikan ciri-ciri Ra Im.
Kembali ke Joo Won. Pencariannya tiba di jalan bercabang yang papan penunjuknya ditabraknya tadi.
Joo Won langsung menyadari kemana Ra Im pergi, dia meninggalkan sepedanya dan berjalan memasuki jalan yang satunya lagi itu. Joo Won terus berteriak memanggil Ra Im. Jalan setapak pun berakhir, yang ada hanya rumput dan tumbuhan yang memenuhi sekitarnya. Tiba-tiba suasana jadi horror dan burung-burung beterbangan meninggalkan pohon-pohon.
Joo Won terdiam dengan tampang ketakutan. Dia mencoba kembali manggil Ra Im, tapi suaranya yang keluar seperti kejepit dan terbata. Joo Won benar-benar ketakutan. Apalagi tiba-tiba ada bayangan bergerak di antara pohon tak jauh darinya. Joo Won langsung waspada ditempat dan mengendap-endap.
Dan sekonyong-konyong bayangan itu muncul. Joo Won berteriak dan mundur ketakutan.
Bayangan itu ternyata Ra Im.
Dia bingung melihat Joo Won ada disitu dengan tampang aneh. “Apa yang kau lakukan disini? Bukankah kau sudah turun kebawah?” tanya Ra Im.
“Apa?! Apa yang aku lakukan disini?!” Joo Won bertanya emosi dengan intonasi tinggi. “Apa kau gila?! Kau mau mati? Kalau kau tidak punya kemampuan, lalu kenapa kau ikut dalam perlombaan kami?!! Kau bertingkah dengan sombongnya, tapi bahkan kau tidak bisa menyusul dibelakang kami!! Kenapa kau sampai masuk kehutan kalau kau tidak tahu jalan?!!!” Joo Won menumpahkan kekesalan dan capeknya.
“Aku hanya mengikuti arah panah, dan berakhir di hutan ini. Apa yang harus aku lakukan kalau jalannya tiba-tiba hilang?” Ra Im membela diri.
“Kenapa kau tidak menggunakan ponselmu? Apa microphone hanya untuk diliatin?! Kenapa tidak kau gunakan?! KENAPA??!!!”
“Seluruh tempat ini sedikit aneh. Ponselku dan juga microphone tidak bisa digunakan disini. Sepedanya juga rusak.” Ra Im menunjuk ke arah sepeda yang ngegeletak ditanah. “Itu mahal, kan?” tanya Ra Im dengan tampang bersalah.
“Apa itu penting?! Kau baik-baik saja? Kau tidak terluka?”
“Kesempatanku untuk debut sebagai stunt mobil yang terluka.” kata Ra Im sedih. Kemudian dia teringat sesuatu, “Apa Oska juga mencariku?”
“Kalau dia mencarimu memang kenapa?” Joo Won emosi lagi. “Huh, setelah membuatku hampir mati, lalu apa kau bilang tadi? Apa maksudnya teriakan tadi?!”
“Teriak? Aku tidak teriak minta tolong.”
“Apa yang kau bicarakan? Aku mendengarmu teriak ‘AAACK!’ di microphone dua kali!”
“Aku tidak melakukannya.” Ra Im kekeh. (Yak, keanehan-keanehan dimulai. Sekali lagi ingat, ini temanya selain drama romantis, juga fantasy.) “Buat apa teriak? Saat sesuatu menakutkanmu atau mengejutkanmu, kau akan teriak, bukan? Jadi kronologisnya, setelah aku terkejut, baru aku mengeluarkan microphone dan menekan tombol, dan kemudian teriak ‘aaack’? Bahkan dua kali? Begitu maksudmu?” Ra Im menjabarkan kemungkinan kalau memang benar dia teriak. Yang mana, gak mungkin dia kaget dulu, baru ngambil microphone dan teriak.
“Kau membuatku gila! Aku benar-benar mendengar kau teriak!” Joo Won sepertinya menyadari penjelasan Ra Im masuk akal, tapi dia takut mikirin ‘lalu siapa yang dia dengar tadi teriak? Hantu?’ ha ha....
“Baik. Katakanlah kau mendengar teriakan. Tapi itu bukan aku. Karena jika aku harus berteriak ‘aaack’ di microphone, maka aku akan berteriak ‘yack!’ dengan cara yang cute dan manis. Kau mengerti?” Ra Im lalu jalan menjauhi Joo Won.
“Cute dan man....” desis Joo Won sebelum akhirnya jalan ngikutin Ra Im. “Selama ini aku sering mengatakan kau cantik dan sekarang kau sudah salah mengartikannya. Ah, kau mau kemana?!”
“Ada sebuah restorant disebelah sana, jadi aku ingin menelpon taksi.”
“Bagaimana bisa ada restorant disini, kau bodoh ya?”
“Bodoh?!” Ra Im menghentikan langkahnya dan menengok ke Joo Won dibelakangnya. “Lalu apa yang ada disana itu?” Ra Im menunjuk kedepan.
Didepan mereka ada sebuah papan penunjuk arah dengan tulisan ‘Taman Misterius 44m’. Dan dibawahnya ada bilah-bilah papan kecil yang bertuliskan, ‘Menerima pesanan ayam Korea’, ‘Musim liburan’, ‘Ayam muda di sale’. Joo Won dan Ra Im lama melototin papan itu, baru lalu memutuskan melangkah kesana.
Mereka memasuki tempat yang sepi dan berkabut. Lalu perlahan restorant itu muncul samar diantara kabut, dan mereka pun melangkah memasuki halamannya. Bunyi ‘wind chimes’ yang tergantung diatas membuat suasana jadi mencekam. Ra Im dan Joo Won mengedarkan pandangan disekitarnya.
Dihalaman ada sekelompok ayam yang sedang makan, ada sebuah meja yang diatasnya berjajar botol-botol yang berisi cairan warna-warni dicampur kembang dan adapula semacam tampi yang berisi rempah-rempah yang telah dikeringkan. Oh ya, ada kucing hitamnya juga. Lengkap deh keanehan tempat itu. Dan sebenarnya kalau diperhatiin, bangunan restorant aneh itu adalah bangunan yang ada dalam lukisan bersinar yang dilihat Joo Won waktu itu.
“Apa ada orang?!” seru Ra Im pelan.
Lalu keluar seorang wanita setengah baya dengan gaya maskulin dan membawa rempah-rempah. Dia memandangi Ra Im dan Joo Won tajam.
“Maaf kan kami. Kami ada sedikit masalah. Kami mencari telpon umum....” kata Joo Won.
Tapi ibu itu malah berkata, “Ayam Panggang 30.000 won, Ayam Steam 20.000 won. Kalian mau pesan yang mana?”
“Kami sedang tidak ingin makan. Kami akan memberimu 30.000 won kalau kau bisa….”
Ibu itu tiba-tiba melempar pisau dagingnya sampai nancep dikayu yang ada didepan Joo Won dan Ra Im.
Joo Won langsung mingkem ketakutan, begitupun Ra Im. Mata mereka melotot ngeliatin pisau itu.
“Aku bisa memberikan kalian setengah porsi.” Ibu itu masih menawarkan jualannya.
Joo Won dan Ra Im akhirnya masuk kedalam restorant itu. Keduanya celingak-celinguk ngeliatin bagian dalam restorant, yang lebih bisa dibilang tempat penjagalan daripada tempat makan. Disana juga ada botol-botol yang beirisi cairan warna-warni dan kembang. Ra Im mengangkat satu botol dan antusias mengamatinya.
Sementara itu Joo Won mencoba menggunakan telpon yang ada disitu, tapi kayaknya telpon itu juga rusak.
“Ada apa dengan telpon ini? Telpon ini mati.” sungut Joo Won.
Angin tiba-tiba bertiup kencang, burung-burung jadi berisik sahut-sahutan dengan bunyi Wind Chimes dan lampu-lampu jadi kedap-kedip kayak mo mati. Dan listriknya pun korslet, lampu padam seketika.
Penampakan dari luar restorant itu jadi gelap dan berubah jadi seperti gambar dilukisan yang ada sinar keluar dari seluruh jendelanya.
Tapi keadaan didalam restorant baik-baik saja, sepertinya keanehan hanya terjadi diluar. Ibu yang tadi lalu keluar mengantarkan Ayam Steam kehadapan Ra Im dan Joo Won yang sudah duduk manis hadap-hadapan disalah satu meja.
“Waaahh, kelihatannya enak!” seru Ra Im senang.
Ibu itu lalu melayani mereka. Dia mengambilkan potongan ayam beserta kuahnya yang masih mengepul panas itu ke mangkok Joo Won.
“Kami bisa melakukannya sendiri....” kata Ra Im gak enak. Tapi saat ibu itu akan menyendok sepotong ayam lagi, Ra Im segera mengangkat mangkoknya untuk menerima potongan ayam itu.
Entah apa sebabnya, ibu itu seperti tak menghiraukan Ra Im yang sudah siap dengan mangkoknya. Ibu itu malah menaruh potongan ayam itu ke mangkok Joo Won lagi. Ra Im kecele dan bingung. Mangkok Joo Won jadi penuh ayam sekarang...ha ha...
“Makan yang banyak. Itu dimasak dengan cinta.” kata Ibu itu ramah ke Joo Won.
Joo Won jadi ketakutan dan menggeser duduknya menjauhi ibu itu.
“Kau tidak sedang sakit, kan? Mungkin kanker atau leukemia?” tanya Ibu itu saat melihat tingkah aneh Joo Won.
“Apa?!” seru Joo Won heran.
“Mungkin saja tidak. Karena kau muda dan kaya!” kata ibu itu lagi.
Joo Won jadi lirik-lirikan bingung dengan Ra Im. Ibu itu lalu melihat ke arah Ra Im.
“Nona…aku senang melihatmu. Aku sangat senang!” kata ibu itu dengan pandangan aneh.(kalau aku bilang sih lebih ke pandangan sedih)
“Ya, saya juga.” jawab Ra Im sopan sambil senyum. “Anda pasti suka membuat minuman keras.” kata Ra Im sambil melihat ke arah minuman yang berderet diatas rak.
“Itu hobby-ku satu-satunya.”
“Oh, ayah saya juga punya hobby yang sama.” seru Ra Im.
“Dia lebih suka meminumnya daripada membuatnya.” kata ibu itu tanpa melihat ke Ra Im.
“Apa?” Ra Im bingung.
Ibu itu kembali melihat ke Ra Im dan berkata, “Kau suka minum sambil makan, bukan? Kau kelihatannya mulai minum saat masih di SMU.”
“Oh! Bagaimana anda tahu itu? Saya memang belajar minum dari ayah saat masih di SMU!”
“Apa?! Kapan kau belajar minum?” Joo Won tanya. “Kau mulai minum saat masih di SMU?”
“Minum sambil makan itu bukan termasuk minum. Itu adalah obat.” bantah Ra Im. Dia lalu bertanya ke ibu itu, “Apa itu adalah minuman obat?”
“Ya, itu adalah minuman obat….untuk menolong hidup anak perempuanku.” jawab ibu itu.
Ra Im agak kaget mendengarnya. “Apakah anak perempuan anda sakit?”
Ibu itu kembali memandangi Ra Im dengan pandangan sedih dan berkata, “Sepertinya, itu adalah takdirnya.” (jalan yang sesuai dengan Shionya/sam-jae)
“Hah??” Ra Im jadi bingung lagi, kalimat-kalimat ibu itu dari tadi aneh.
Joo Won dan Ra Im balik ke cottage saat hari sudah malam. Mereka naik taksi. Jadi bingung, taksinya menjemput mereka dimana? Direstorant aneh itu??
“Ya, kami sudah balik ke cottage.” Joo Won bicara ditelpon dengan Oska sambil turun dari taksi. “Dia(Ra Im) tidak apa-apa, jangan khawatirkan apapun dan tidur saja.”
“Apa itu Oska? Dia sangat mengkhawatirkan aku?” tanya Ra Im penasaran.
“Lalu kenapa kalau dia khawatir?” jawab Joo Won gak senang.
“Tak bisakah aku tanya?” rutuk Ra Im sambil ngeliatin dua botol minuman yang ada ditangannya.
“Yah, jangan tanya. Itu membuatku sedih. Kenapa kau menerima itu?” tanya Joo Won sambil ngeliatin botol minuman yang dipegang Ra Im.
“Bagaimana aku bisa menolak pemberian dari orang yang lebih tua? Lagipula ini minuman obat, jadi baik untuk kesehatan.”
“Kau akan meminumnya sendiri untuk kesehatanmu? Pasti ada laki-laki tua dalam dirimu, iya kan?”
Ra Im melirik Joo Won pengen ketawa dan berkata, “Ya, ada beberapa. Yang satu orangnya pemalu dan memintaku untuk menyampaikan sesuatu padamu.”
“Sesuatu apa?” tanya Joo Won.
“Terima kasih….untuk yang tadi….karena sudah datang mencariku.”
Joo Won jadi terlihat senang dan ngelunjak. “Kalau kau sangat berterima kasih, kau seharusnya berterima kasih saat aku datang tadi. Kenapa kau baru bilang sekarang, kau laki-laki tua?!”
“Kalau kau tetap seperti ini, laki-laki tua yang suka kelahi akan keluar!” ancam Ra Im. Dia lalu mengulurkan salah satu botol minuman ke Joo Won, botol berwarna kuning. “Ini.”
Tapi Joo Won dengan kasarnya menampik. “Lupakan! Aku tak mau minum sesuatu yang dibuat dengan tidak jelas!” katanya dengan lagak sombong.
“Memangnya siapa yang bilang ini buat kau? Ini buat Oska!” jawab Ra Im kesal.(ha ha…bagus Ra Im)
“Apa kau bilang? Dikasih ke siapa?” omel Joo Won lalu merebut minuman itu dari tangan Ra Im. “Aku orang yang telah menyelamatkanmu, kenapa dia yang mendapatkan ini?!”
“Kau bilang kau tidak mau minuman yang tidak jelas!”
“Aku tidak tahu sampai barusan.” jawab Joo Won. Maksudnya, minuman itu sekarang sudah jelas buat dia ha ha…..
“Ah, lupakan! Kembalikan, aku mau memberikan itu padanya(Oska) sendiri.” Ra Im merebut minuman itu dari tangan Joo Won.
Tapi Joo Won merebutnya kembali. “Bagaimana kau bisa mengambilnya setelah memberikannya padaku?!” Joo Won lalu jalan pergi.
Ra Im mengejarnya. “Kembalikan!”
“Tidak akan kukembalikan!” Joo Won mengangkat botol itu tinggi-tinggi.
“Kembalikan!” Ra Im meloncat berusaha merebut.
“Tidak!” Joo Won makin menjauhkan botol itu.
Dan aksi rebut-rebutan itu sampai didepan Jong Soo. Karena gak liat sambil sibuk berusaha mau merebut botol, Ra Im jadi menabrak Jong Soo.
“Maaf…” seru Ra Im sambil membungkuk dan kemudian kaget menyadari orang yang ditabraknya adalah Jong Soo.
Jong Soo bersedekap sambil ngeliatin dua orang itu galak.
“Aku kira aku sudah menyuruhmu untuk tinggal dikamarku.” kata Jong Soo seperti seorang bapak ke anak gadisnya.
“Aku pergi sebentar….” jawab Ra Im pelan.“Pergi sebentar kemana?” Jong Soo memotong kalimat Ra Im.
“Kenapa kau datang kesini? Kau sedang bosan di Seoul jadi kau datang main-main kesini?”
“Bukan seperti itu!”
“Jam berapa sekarang?! Ikut aku.”
Jong Soo dan Ra Im sudah mulai melangkah saat tiba-tiba Joo Won teriak.
“Sebentar!”
Jong Soo dan Ra Im berhenti dan berbalik menghadap Joo Won.
“Dari yang aku tahu, tak ada kamar yang kosong lagi hari ini. Apa maksudmu, kau akan berbagi ruangan?(Tinggal dalam satu kamar)” tanya Joo Won.
“Keluarga kami tidak mengenal perbedaan antara pria dan wanita dan kami saling berbagi ruangan. Itu bukan hal aneh buat kami.” jawab Jong Soo lalu pergi.
Joo Won gak terima dengan penjelasan Jong Soo dan teriak. “Itu aneh! Itu sangat aneh!”
Tapi Jong Soo dan Ra Im gak perduli dan terus jalan pergi.
Di Cottage Jong Soo. Jung Hwan dan para senior lainnya sibuk mendiskusikan story board adegan aksi yang akan dilakukan, Jong Soo mondar-mandir sambil minum, sedangkan Ra Im berdiri mematung seperti anak kecil yang siap dihukum.
“Aku minta maaf karena pergi. Tapi aku tidak kesini untuk main.” kata Ra Im.
Jong Soo menghentikan langkahnya, dan yang lain langsung nengok ke Ra Im.
“Ini adalah kesempatan yang mungkin tak kan pernah datang padaku.” lanjut Ra Im.
“Apa aku bodoh? Atau aku melakukan ini karena tidak ingin kau sukses? Aku sudah bilang kau hanya belum siap! Kenapa kau ingin melakukan sesuatu yang berbahaya?!” omel Jong Soo.
“Kalau aku takut terluka, maka aku tak akan memilih pekerjaan ini. Ini bukan masalah kemampuan, aku hanya tidak ingin dilindungi karena aku seorang wanita.”
“Kalau kau tidak mau dilindungi karena kau seorang wanita, maka cari saja pekerjaan lain. Atau cari tim lain. Aku akan terus melindungimu sampai aku mati.” tandas Jong Soo, kemudian dia bicara ke yang lain, “Kalian semua ambil barang-barang kalian dan pindah kesini.”
“Ya!!” semua menjawab serentak dan langsung bangkit dari kursi.
Jong Soo bicara ke Ra Im lagi. “Kau pergi kekamar mereka. Aku sedang tidak ingin melihat kau sekarang.”
Ra Im mengangguk sedih.
Tiba-tiba Jung Hwan memanggil Jong Soo dari arah pintu. Mereka masih mentok gak bisa keluar disana.
Joo Won kemudian melangkah masuk kedalam dan memandang serius ke arah Jong Soo dan Ra Im. Ra Im langsung mangap.
“Apa yang kau inginkan?” tanya Jong Soo.
“Pria dan wanita menggunakan satu kamar….mungkin baik bagimu, tapi itu aneh bagiku.” jawab Joo Won. Kemudian dia bicara ke Ra Im. “Kamarku kosong, ayo pergi.”
Jong Soo langsung melarang. “Dia anggota timku!”
“Aku adalah orang yang mengurus anggota tim-mu itu dalam beberapa hari ini. Dia adalah pemenang event di Dept. Store-ku.”
“Apa maksudnya?” Jong Soo tanya ke Ra Im. “Event?”
Ra Im lalu nanya ke Joo Won. “Kenapa kau lakukan ini?”
“Kalau kau tidak merasa nyaman, aku tidak akan mengganggumu, tapi aku minta kau menggunakan tempat kosong. Kau tidak suka tawaran ini? Aku bisa sekamar dengan Woo Young-hyung.” kata Joo Won.
“Apa mungkin, yang dia(Joo Won) maksud adalah ‘Perjalanan Romantis dengan Oska’ atau semacamnya?” tanya Jong Soo.
“Iya.” jawab Ra Im.
“Dan kau yang memenangkan hadiah undiannya?”
“Hah?” Ra Im agak bingung dengan nada suara Jong Soo.
“Ahh, aku sudah melakukan hal bodoh!” desis Jong Soo.
Ra Im kaget, “Apa kau yang melakukannya?” (ternyata Jong Soo yang mengikutsertakan Ra Im dalam event acara itu)
“Kenapa kau tidak pergi?” bukannya menjelaskan, Jong Soo malah menegur Ra Im supaya keluar dari kamarnya, dan menoleh pada Jung Hwan dan kawan-kawan yang masih berada dipintu. “Apa yang kalian lakukan disana?!”
Jung Hwan dan yang lainnya langsung permisi.
Tapi Ra Im teriak memanggil, “Senior, sebentar!” Ra Im lalu nanya ke Joo Won, ”Berapa nomor kamarnya?” (Ra Im hanya memastikan supaya seniornya jangan pindah ke kamar Jong Soo, karena Ra Im akan ngikutin Joo Won ke kamarnya)
Ekspresi Jong Soo seperti gak suka, tapi gak bisa ngomong apa-apa.
Ra Im berpaling ke Jong Soo dan berkata, “Daripada aku membuat kau dan senior tidak nyaman, lebih baik aku membuat dia(Joo Won) yang tidak nyaman. Maafkan aku!” Ra Im membungkuk minta maaf. “Tapi aku akan pergi ketempat syuting besok. Aku akan datang untuk nonton. Sampai jumpa besok pagi.” Ra Im membungkuk lagi, lalu mengangkat kopernya dan pergi.
“Hubungan seperti apa yang kau miliki dengan pria itu(Jong Soo)?” tanya Joo Won saat bareng Ra Im masuk ke cottage-nya. “Apa hubungan seperti dimana walaupun kalian berada dalam satu kamar tapi akan baik-baik saja? Kalau kau bilang padaku itu hanya hubungan antara guru dan murid, aku gak akan sebego itu percaya! Apa dia menyukaimu? Atau kalian berdua berkencan?”
“Memang kenapa kalau kami berkencan? Aku mau kencan dengan seorang pria, atau aku mau tinggal berdua dengan pria didalam atau luar ruangan, apa urusannya denganmu?” kata Ra Im kesal.
“Tak bisakah aku bertanya?” Joo Won meniru kalimat Ra Im saat dimarahi Joo Won waktu Ra Im bertanya apa Oska mengkhawatirkannya.
“Tidak! Jangan tanya. Itu membuatku sedih!” ha ha Ra Im juga meniru kalimat balasan Joo Won waktu itu.
“Kenapa kau datang kesini? Kenapa kau menggangguku dan mengikutiku? Apa niatmu sebenarnya?”“Kau tahu!” jawab Joo Won.
“Aku tidak tahu! Bagaimana aku tahu?”
“Kau tahu. Aku tahu kau tahu. Kalau kau mencoba mencari tahu kalau perasaanku akan berubah, itu tidak akan terjadi. Aku punya terlalu banyak hal untuk dilepaskan hanya untuk seorang gadis. Sekarang aku akan mengatakannya, ayo kita berpelukan!” kata Joo Won.
“Apa?!” tampang Ra Im kayaknya udah kesal banget sama Joo Won.
“Buatku, hanya ada dua tipe wanita: tipe yang akan kunikahi, dan seperti yang kau bilang, tipe yang hanya untuk main-main lalu dicampakan. Tapi kau ada diantara dua tipe ini. Jadi ayo pelukan supaya aku bisa tahu.”
“Jadi apa yang akan terjadi kalau kau memelukku dan menyukainya? Apa yang akan kau lakukan?”
Joo Won tersenyum dan berkata, “Aku akan membuatmu hidup dalam kehidupan yang sangat berbeda dengan yang sekarang.”
“Hebat sekali! Apakah aku akan jadi seperti Cinderella?”
“Tidak. Tapi Little Mermaid!” kata Joo Won yang membuat Ra Im memandanginya tajam.
Joo Won lalu menjelaskan, “Kau akan selalu ada diantara dua dunia itu. Setelah kau tinggal seperti orang yang tak terlihat, lalu menghilanglah dariku seperti gelembung. Itu adalah pikiran wajar yang dimiliki pria sepertiku.”
Ra Im sedih dan marah sekaligus. Bibirnya gemetar dan langsung menampar Joo Won.
Joo Won lumayan kaget tapi gak marah.
Dia berkata, “Pikirkan ini baik-baik dan beri tahu aku.” Joo Won lalu mengangkat tas dan kopernya lalu pergi.Ra Im berdiri dengan mata merah berkaca-kaca.
Setelahnya Ra Im hanya duduk disofa sambil mengingat kalimat-kalimat Joo Won tadi. ‘Kau akan selalu ada diantara dua dunia itu. Setelah kau tinggal seperti orang yang tak terlihat, lalu menghilanglah dariku seperti gelembung. Itu adalah pikiran wajar yang dimiliki pria sepertiku.’
Ra Im lalu mengambil jaketnya dan berjalan keluar kamar.
Dia memilih duduk bengong dibangku pinggir kolam yang ada air mancurnya. Tak berapa lama kemudian, Jung Hwan muncul disitu dengan tergesa-gesa.
“Aku sudah mencarimu dari tadi. Ayo berdiri dan ikut aku. Sutradara musik video pengen ketemu kamu!” kata Jung Hwan.
Ra Im langsung bangkit berdiri. “Aku?!” tanyanya tak percaya.
“Kau sudah datang jauh-jauh kesini dan di omeli. Apalagi yang bisa kulakukan? Aku harus melakukan sesuatu. Aku bilang padanya kau hebat, jadi lakukan yang terbaik. Dan jangan bilang apapun pada Jong Soo.”
“Ya!” jawab Ra Im senang. “Aku sangat berterima kasih padamu.”
Ra Im lalu datang ketempat janji ketemuan dengan sutradara, tanpa tahu kalau sutradara itu adalah Yoon Seul. Saat Ra Im datang, Seul sedang duduk membelakangi dan menunduk dimeja.
“Hallo, Nona Sutradara. Namaku Gil Ra Im, tolong...” Ra Im memberi salam dan terhenti.
Seul mengangkat wajahnya dan mereka sama-sama kaget. “Kau benar. Sungguh dunia yang sempit, bukan begitu? Selama ini aku berpikir apa sebenarnya pekerjaanmu. Jadi kamu adalah anggota tim-nya Sutradara Im?” kata Seul.
“Ya.” jawab Ra Im serba salah.
“Kau merendahkan suaramu dengan sangat baik saat kau datang tadi. Kau pasti adalah tipe orang yang akan lebih sopan saat tahu dengan siapa kau bicara.” sindir Seul. Ra Im hanya bisa menarik dan menghembuskan nafasnya menahan emosi. Lalu Seul bertanya, “Apa keahlianmu?”
“Semuanya….hampir semuanya.”
“Kau bisa loncat dari gedung lantai 63?” tanya Seul lagi tanpa menengok ke Ra Im dan pura-pura sibuk dengan catatannya.
Ra Im menggigit bibirnya sebentar dan menjawab, “Aku bisa melakukannya, tapi aku pasti mati.”
“Begitu? Mmm, tadinya aku mengira-ngira seberapa hebat orang yang berkencan dengan Woo Young? Apa dia memperlakukanmu dengan baik?” (Seul cemburu ke Ra Im)
“Yah, karena dia adalah orang yang baik…..”
“Jadi itu baru permulaan.” Seul memotong kalimat Ra Im, lalu mulai membereskan berkas-berkasnya. “Aku akan menghubungimu kalau kau diterima atau tidak. Aku ada meeting, jadi permisi.” Seul lalu pergi.
Ra Im menarik nafas lega sekaligus galau.
“Apa artinya ini? Kenapa kau ada disini?” tanya Oska sambil menatap tajam ke Seul. Oska datang menghadiri meeting untuk pengerjaan musik videonya, dan kaget melihat Seul ada disana dan duduk dikepala meja memimpin meeting malam itu.
Seul berdiri dan menjawab, “Kau belum tahu? Aku adalah sutradara untuk musik videomu, Yoon Seul.” Seul berlagak memperkenalkan dirinya dan memperkenalkan orang-orang yang juga hadir untuk meeting.
“Aku tanya, siapa yang membiarkanmu ada disini?!”
“Kau pasti belum dengar berita terbaru. Aku adalah sutradara yang handal.”
“Tak perduli seberapa hebat kau, aku tidak akan melakukan ini.” kata Oska lalu menelpon manajernya sambil ninggalin tempat itu. “Hyung dimana kau? Aku tanya dimana kau?!!”
Orang-orang yang diruangan meeting cengo’ melihat Oska pergi.
“Aku pikir kau sebaiknya mempersiapkan diri, karena sepertinya kita akan mengalami kesulitan.” kata Seul ke Jong Soo yang juga ada disana.
“Daripada kita, sepertinya dia satu-satunya yang sedang ada masalah.” jawab Jong Soo yang sepertinya prihatin dengan Oska.
Seul tersenyum dan berkata, “Aku kira, kau hanya terlihat bagus dari body-mu, sepertinya kau pintar juga dalam menilai orang. Apa karena kau sekolah diluar negeri?”
Jong Soo diam tak menjawab.
“Dimana dia?” oceh Oska sambil mondar-mandir dikamarnya.
“Kau tahu, kau bertanya hal itu setiap menit. Dia mungkin akan datang semenit lagi dari semenit yang lalu.” jawab asisten Oska sambil setengah ngedumel.
“Jadi berapa lama itu semenit yang lalu?! Kenapa dia tidak menjawab telponnya?!”
Bel berbunyi dan asisten Oska buru-buru pergi membukakan pintu. Dan benar saja Choi Dong Kyu kemudian masuk. Tapi Oska langsung menyambutnya dengan omelan.
“Apa yang terjadi?! Bagaimana bisa kau melakukan ini padaku tanpa dibahas terlebih dahulu?!” teriak Oska marah.
“Bagaimana aku bisa membahas apapun denganmu kalau kau tidak menjawab telponmu?!” balas Dong Kyu.
“Tak perduli apa yang terjadi, kau tak seharusnya mempekerjakan Yoon Seul!!”
“Lalu apa yang bisa kulakukan saat kita tak punya satupun sutradara yang mau bekerjasama dengan kita?! Kau pikir aku senang memilihnya?! Ini semua karena kau yang telah mengacaukan seluruh jadwal, dasar kau brengsek!!”
“Baik, aku akan membiarkanmu melakukan apa saja yang kau inginkan dengan jadwal itu. Tapi aku tidak akan melakukannya! Aku menyerah! Ini tidak seperti aku harus menghasilkan uang. Dan albumku? Tidak harus terburu-buru. Jadi aku tidak akan melakukannya! Aku juga tidak suka lagunya!”
“Kau sudah gila?!”
“Ini hasilnya karena kau tidak betul-betul mengenalku.” Oska lalu membuka pintu cottagenya. “Semua keluar. Aku sudah selesai bicara, aku mau tidur.”
Dong Kyu terpaksa keluar sambil ngomel. “Apa yang sudah kulakukan sampai aku pantas mendapatkan Oska sebagai artisku? Brengsek!”
Asisten Oska ikutan keluar menyusul Dong Kyu. Saat Oska akan menutup pintu, tiba-tiba Joo Won nyelonong masuk sambil nenteng kopernya.
“Aku akan tidur disini malam ini.” kata Joo Won.
“Ada apa denganmu sekarang?! Hey!!” teriak Oska.
Dan tak lama kemudian, dua orang sepupu yang lagi sama-sama stress itu diam bengong dikamar.
Joo Won duduk ditempat tidur, sedangkan Oska tiduran di sofa. Karena makin mumet, Oska akhirnya bangkit duduk sambil ngacak-ngacak rambutnya. Dia kemudian melihat botol minuman yang nongol dari tas Joo Won.
“Apa itu? Apa alcohol?” tanya Oska, kayaknya dia lagi pengen mabuk hi hi.
Joo Won buru-buru turun dari tempat tidur dan datang merebut botol itu dari tangan Oska. “Jangan sentuh itu. Itu milikku.”
“Kamu ngagetin! Emangnya apa itu?”
“Kalau kau pengen minum wine, pesen aja di room service. Nanti aku yang bayar.” kata Joo Won sambil memegang erat botol itu ditangannya.
“Lupakan. Aku gak akan minum itu.”
“Ya sudah.” kata Joo Won, lalu teringat sesuatu. “Ah, Bagaimana kau bisa kenal dengan Yoon Seul? Dia pernah ada kencan perjodohan denganku.”
“Iya, aku tahu.” jawab Oska males.
“Kau tahu? Dia tidak bilang kalau dia kenal kau.”
“Itu bukan hubungan yang ingin aku bicarakan.”
“Hubungan seperti apa yang tidak ingin kau bicarakan?” Joo Won penasaran.
“Dia adalah seorang anti fans-ku!” Oska terpaksa ngeles ha ha…
“Sungguh?!” Joo Won tampaknya kurang percaya.
Dan malam itu…bulan purnama bersinar diantara kegelapan. Suasana jadi rada horror dan aneh. Musiknya juga jadi sangat mendukung ke-anehan itu. Ra Im duduk di sauna lengkap dengan memakai kostum sauna. Kayaknya dia lebih memilih tidur di sauna daripada di kamar Joo Won. Yah, mungkin masih terpengaruh dengan kata-kata Joo Won tadi. Tapi bukannya tidur, Ra Im malah masih duduk bengong menghadap piring berisi telur rebus dan minuman di depannya. Oh ya, didepannya juga ada botol minuman pink pemberian ibu-ibu yang direstorant di hutan itu.
Disaat yang sama, Joo Won juga lagi duduk diteras cottage menghadap botol minuman kuning di atas meja.
Kemudian, dua orang itu minum minuman alkohol aneh tersebut secara bersamaan di waktu yang sama. Dikejauhan kilat dan guntur langsung menggelegar. Burung-burung terbang kocar-kocir diantara pepohonan. Angin bertiup kencang dan lampu jadi kedap-kedip. Kemudian hujan pun turun dengan derasnya. Tapi dua orang itu seperti tidak terpengaruh. Ra Im malah sudah sambil makan telur.
Dan mereka pun terus minum, minum….sampai isi botol yang ada di masing-masing mereka habis.
Keesokan paginya, langit tampak biru bersih dan matahari bersinar cerah. Samasekali tak ada tanda-tanda kalau semalam baru saja terjadi hujan badai.
Joo Won terbangun diatas tempat tidur dengan tangan Oska tergeletak didadanya. Joo Won mengerjap-ngerjapkan matanya setengah sadar.
‘Apa ini? Apa aku masih bermimpi? Ini sungguh mimpi yang indah! Oska ada dalam mimpiku juga...’ terdengar suara Ra Im.
Joo Won terlihat senang sambil memandangi Oska yang terbaring bertelanjang dada disampingnya. Joo Won lalu memandang ketangan Oska yang ada didadanya dan tersipu malu.
‘Kyaa! Tangannya….ya, Tuhan!’ suara Ra Im berseru.
Sementara itu di sauna, Ra Im terbangun dari tidur.
Dia tertegun melihat seorang ibu-ibu yang berbaring disampingnya.
Suara Joo Won, ‘Orang ini…apa yang dia lakukan? Mimpi seperti apa ini?’
Karena agak pusing, Ra Im mencoba tidur lagi.
Tingkah Joo Won sangat aneh, bukannya bangun dari tempat tidur, dia malah masih sibuk ngeliatin Oska dan memegang hangat tangan Oska yang ada didadanya sambil memejamkan mata, pake senyum-senyum pula.
Suara Ra Im, ‘Apa ini beneran mimpi? Ini terlalu nyata.’ Oska lalu berguling dan menarik tangannya. Joo Won terbelalak kaget dan reflek loncat turun dari tempat tidur sampai pantatnya mengenai kursi. Joo Won kesakitan dan mulai memegangi tubuhnya.
“Apa ini?” seru Joo Won merasa ada yang salah dengan tubuhnya.
Dia lalu melihat kebagian bawah tubuhnya dan sangat kaget.
Ra Im pun mulai merasa aneh. Dia buru-buru bangun dan melihat sekelilingnya. Ditangannya masih tergenggam sebuah telur rebus.
“Tempat apa ini?!” seru Ra Im. Dia lalu bertanya pada dua orang ibu yang masih berbaring didekatnya, “Siapa kalian?!” “Kenapa kau begitu berisik sepagi ini, nona?” gerutu salah seorang ibu.
“Nona?! Siapa? Ak, AKU?!!” kata Ra Im sambil menyentuh dadanya dan kaget.
Dan disaat bersamaan, Ra Im dan Joo Won, dua orang yang berada di tempat berbeda, dalam kebingungan dan keanehan yang sama.
Mereka sama-sama teriak histeris!
“AAAAAAAARRRRGGGGHHHHH!!!!!”