Tuesday, March 1, 2011

Secret Garden episode 1



Judul Asli: 시크릿 가든 / Secret Garden
Genre: Romance, Comedy, Fantasy, Melodrama
Episode: 20
Produksi: SBS
Tayang: Sabtu & Minggu 21:45 (13 Nov 2010 – 16 Jan 2011)
Produser: Oh Se Kang
Sutradara: Shin Woo Chul, Kwon Hyuk Chan
Screenwriter (Penulis Skenario): Kim Eun Sook

Cast:
Ha Ji Won as Gil Ra Im
Hyun Bin as Kim Joo Won
Kim Sa Rang as Yoon Seul
Yoon Sang Hyun as Choi Woo Young / Oska


Lee Philip as Im Jong Soo
Lee Jong Suk as Han Tae Ssun
Yoo In Na as Im Ah Young
Kim Sung Oh as Kim Sung Woo (Joo Won’s secretary)
Kim Ji Sook as Moon Yeon Hong (Oska’s mom)
Park Joon Geum as Moon Boon Hong (Joo Won’s mom)
Choi Yoon So as Kim Hee Won (Joo Won’s sister)
Kim Sung Kyum as Moon Chang Soo (Joo Won’s grandpa)
Lee Byung Joon as Park Bong Ho (GM Park)
Sung Byung Sook as Park Bong Hee (Joo Won’s stepgrandma)
Yoon Gi Won as Choi Dong Kyu (Oska’s manager)
Yoo Seo Jin as dr. Lee Ji Hyun (Joo Won’s doctor)
Kim Gun as Yoo Jong Heon (Oska's Assistant)
Baek Seung Hee as Park Chae Rin
Jang Seo-won as Hwang Jung-hwan (Ra Im's Senior)
Jung In-gi as Ra-im's Father
Kim Dong Gyoon as Director
Kim Mi Kyung as guest house ahjumma
Song Yoon Ah as herself (cameo)
Lee Jeon Hyuk as himself (cameo)
Baek Ji Young as herself (cameo)
Han Ye Won as Cherry (cameo)
Son Ye Jin as herself (cameo)


Sebuah rumah mewah dengan perabotan luks. Halamannya luar biasa luas dengan taman yang indah, danau dan bangku-bangku yang menarik. Bahkan untuk sampai kerumah itu dari gerbangnya harus melewati jalan yang berliku dan panjang. Hmmm, yang kerja disana harus punya mobil pribadi, paling gak motor….itu kalau gak mau waktunya habis buat jalan doang ha ha ha :P
Terdengar suara pembawa acara perakiraan cuaca di TV:
‘Tahukah kalian tentang Indian musim panas? Itu adalah musim panas yang datang pada akhir musim gugur dan tepat sebelum datangnya musim dingin. Selama musim panas yang hanya sebentar itu, orang-orang Indian akan berburu untuk makanan dimusim dingin. Jadi itulah kenapa orang Indian menyebut Indian musim panas adalah hadiah dari Dewa. Indian musim panas kali ini kabarnya akan disertai hujan yang belum pernah terjadi sebelumnya. Jika hujan turun, apakah kita akan mendapatkan hadiah dari Dewa?’

Kim Joo Won turun dari kamarnya dilantai atas dengan setelan lengkap jas dan dasi. Dia mengambil remote diatas meja untuk mematikan TV. Tapi sebelum dimatikan…
‘Itu semua hanya gurauan. Tapi benar atau tidaknya, kita tunggu sampai hujan turun. Benarkan, Mr. Kim Joo Won?’
Joo Won kaget tiba-tiba saja pembawa acara itu menyebutkan namanya dan tertawa. Suasana berubah horror. Joo Won mengganti channel, dan suara guntur menggelegar hebat dilangit, sedangkan langit tampak cerah. Aneh!
Joo Won meninggalkan rumahnya dengan mobil sport putih yang atap-nya terbuka. Tapi belum begitu jauh meninggalkan rumah, dia menghentikan mobilnya. Didepannya ada Oska sepupunya yang sedang berciuman hot dengan seorang gadis dipinggir jalan. Joo Won mengamati mereka berciuman, Oska melihatnya dan hanya melambaikan tangan tanpa melepaskan ciuman. Joo Won lalu nge-gas pergi dari situ, mengakibatkan angin dadakan yang menyingkapkan rok Park Chae Rin, pacar Oska.
“Apa itu tadi?!” tanya Chae Rin kaget sambil melihat ke arah mobil Joo Won yang melaju kencang. “Siapa itu?”
“Oh, dia? Dia adalah sepupuku jika dilihat dari silsilah keluarga, kenyataannya seorang sepupu atau anak dari sepupu” Oska bercerita tentang sepupunya dengan nada kesal. “Jika aku membeli mobil sport, dia akan membeli dealer mobil itu. Jika aku membeli yatch, dia akan membeli dermaga dan tanah disekitarnya sekalian. Singkatnya, jika dibandingkan denganku, orang yang sebentar lagi akan kau katai, ‘Hey, kau dasar brengsek!’. Dia seratus kali lebih kejam dariku.”
“Apa? Apa yang sebentar lagi? Apa yang kau bicarakan?” tanya Chae Rin dengan bingung dan manja.
“Oh, little Chae Rin.” Oska mencubit pipi Chae Rin. “Karena aku sedikit bicara bertele-tele, kau tidak mengerti? Maksudku kita tidak akan bertemu lagi. Aku tidak mau melihatmu lagi.” kata Oska dengan senyum tega.
“Apa? Lalu, apa artinya ciuman kita tadi?”
“Ciuman perpisahan. Aku ingin selamanya tetap ada dalam ingatanmu sebagai pria yang manis.”
“Yaa!!” teriak Chae Rin sambil mendorong Oska. “Kau brengsek!!”
Oska cengo’ dengan posisi terjengkang di depan mobilnya. Ha ha :D

* * *
Joo Won datang kesebuah gallery seni. Dia ada janji bertemu dengan wanita yang akan dijodohkan dengannya. Dijalan memasuki gallery, Joo Won teringat informasi ibunya tentang gadis itu.
‘Kakeknya adalah seorang menteri di kabinet dan ayahnya saat ini menjalankan bisnis perhotelan. Dia sendiri baru pulang menyelesaikan pendidikannya diluar negeri dan dia seorang sutradara CF (Commersial Film).’
Joo Won kemudian berhadapan dengan gadis berambut panjang yang sangat cantik, Yoon Seul. Mereka lalu jalan bersama menyusuri koridor yang dipenuhi lukisan. Seul melihat gambar bertuliskan Edouard Manet, dan dijadikannya bahan pembuka pembicaraan dengan Joo Won.

“Kau pasti sangat menyukai Edouard Manet. Kita mungkin satu-satunya pasangan yang melakukan janji kencan perjodohan di galeri seni.” kata Seul.
“Aku melakukannya bukan untuk membuang-buang waktu.” jawab Joo Won yang kelihatannya tidak perduli dengan gadis cantik disampingnya.
“Apa…maksudmu?” Seul tak mengerti dengan kalimat Joo Won.
“Caramu berjalan menunjukan kepribadianmu, caramu memandang seni menunjukkan tingkat kebudayaanmu, bisa terlihat apakah kau pergi ke galeri seni atau ke klub,” kemudian Joo Won tiba-tiba mendekatkan wajahnya pada Seul,

“apakah selera parfummu memikat atau elegan, semuanya akan terjawab.” Seul sontak mengerut kaget, tapi belum lagi kagetnya hilang, Joo Won telah menjauhkan wajahnya lagi dan terus berbicara. “Apakah kau mau minum?”
Joo Won lalu berjalan cepat meninggalkan Seul yang sibuk menciumi wangi parfumnya akibat tindakan Joo Won tadi. Seul kesal sekali sampe ngoceh, “Apakah aku terlihat jelas?”
Mereka kemudian minum kopi bareng di pinggir kolam. Joo Won minum dengan santai, sementara Seul sibuk jaim dengan hanya memandangi kopinya.
“Kalau kau tidak nyaman dengan situasi ini, tidak apa-apa kalau kau mau pergi sekarang. Para tetua dikeluarga kita…” kata Seul.
Namun langsung ditimpali Joo Won dengan bertanya balik, “Apakah ini situasi yang tidak nyaman?”
“Bukankah begitu? Apa yang kita miliki lebih dari orang kebanyakan, aku pikir akan ada beberapa hal yang harus kita korbankan. Bagaimanapun, aku tidak tertarik pada pernikahan tanpa cinta. Aku terlalu ‘berdarah panas’ untuk hidup sebagai gadis patuh yang hanya menuruti apa yang orang tuanya inginkan untuk dia lakukan.”
“Tepat sekali, kenapa aku benci ide pernikahan.” balas Joo Won.
“Ya.” gumam Seul tanpa sadar.
“Kenapa tidak?” tanya Joo Won.
“Maaf?!” Seul kaget dan bingung.
“Cinta…tentu saja ada orang-orang yang menganggapnya penting. Tapi, karena kebodohan sakit cinta, jadi mengabaikan keluarga, pendidikan, latar belakang, dan kemampuan. Tidak mampu untuk berbicara dan berada ditingkat yang berbeda. Apa kau pikir itu semua bisa digantikan dengan ciuman yang hebat?”
“Um, well...” Seul berusaha merespon.
Tapi Joo Won kembali bicara, “Kau lebih lugu dari yang terlihat. Jika kau adalah tipe ‘berdarah panas’ yang lebih memilih seorang idiot daripada pangaren tampan berkuda putih, aku nyerah. Apakah kau akan memberitahu keluargamu kalau kau telah ditolak? Kalau begitu aku akan mencocokkan ceritaku.” Joo Won kemudian bangkit berdiri tanpa memberi kesempatan Seul bicara. Dia bahkan masih menambahkan, “Oh ya! Pameran Eduard Manet baru akan diadakan bulan depan.” lalu meninggalkan tempat itu.
He he…ketahuan Seul tadi hanya melihat poster iklan pameran lukisan Eduardo Manet yang dikiranya adalah hari ini. Seul ngoceh sendiri menyadari ketololannya.
* * *
Seul curhat pengalamannya hari ini pada temannya sambil minum di VVIP lounge Loel Departemen Store milik Joo Won.
“Benarkah?” respon temannya.
“Benar.” jawab Seul. “Dia adalah pria pertama yang tidak jatuh cinta pada gaya penampilan modernku. Tapi, cara dia pergi sungguh keren. Terlihat sangat menarik dari belakang.”
“Pada akhirnya, kau mengakui kalau kau telah dicampakkan.” sindir temannya.
“Aku bilang akhirnya aku menemukan suatu hubungan.”
“Sebenarnya, mencemaskan bahkan jika kalian mulai berkencan. Tunggu sampai dia tahu tentang kau dan Oska…”
“Kau ingin dia tahu?” Seul tiba-tiba marah begitu nama Oska disebut. “Kau pikir dia akan datang menemuiku kalau dia tahu? Minum tehmu.”
Temannya terdiam dengan omelan Seul, dan berusaha merubah topic pembicaraan. “Tapi dibandingkan semua lounge VIP Departement Store yang ada, aku paling suka tempat ini. Aaahhh…bahkan cangkir kopinya beda, yang ini mahal.” kata teman Seul norak sambil mengangkat cangkirnya.
“Doenjang (Gadis-gadis yang memanfaatkan orang lain/prianya untuk membeli barang-barang mewah).” cetus Seul melihat kelakuan temannya.
“Apa?” temannya kaget sampai keselak pas lagi minum.
“Doenjang girl.” ulang Seul dengan artikulasi yang lebih jelas.
Temannya langsung lihat kiri-kanan takut ada yang dengar. “Jika aku seorang Doenjang, terus kamu apa??” kata temannya gak terima dikatain Seul.
“Aku? Aku adalah seorang pewaris.” balas Seul dengan suara kalem dan senyum menawan. Kemudian dia mengedarkan pandangan pada gadis-gadis yang duduk ditempat itu. “Bagaimana mereka bisa begitu jelas menunjukkan kalau mereka adalah menantu Chungdam-dong (keluarga kaya) didepan umum? Mereka harus memakai pakaian bermerek. Aku tidak tahu kenapa mereka boros seperti itu. Ya ampun! Ada apa dengannya?”
“Siapa?” temannya lalu mengikuti arah pandangan Seul.
Disana ada seorang gadis memasuki VVIP lounge itu dengan dandanan dan gaya yang gak banget. Dandanan tomboy dengan jacket, kemeja di ikat dipinggang, topi dan earphone ditelinga. Semua pengunjung tempat itu sontak kaget melihat sosok yang gak banget itu ada ditempat keramat mereka.
Tapi Gil Ra Im, gadis itu, dengan cueknya duduk dan melepas jacketnya. Tato naga langsung nampak dari lengannya yang berotot. Orang-orang jadi tambah berisik lagi.

“Ahjumma (bibi), tolong jangan sampai dia lihat.” teman Seul sampai teriak ke pembantunya agar melindungi pandangan bayinya dari sosok Ra Im. (hadeeehhh berlebihan!)
Yoon Seul yang sangat gak terima keadaan itu langsung berdiri.
“Hey, kau mau apa?” temannya berusaha mencegah Seul.
Seul langsung berkacak pinggang. “Tidak lama lagi aku akan menjadi isteri pemilik tempat ini. Apakah aku hanya bisa menonton tempat ini berubah menjadi pasar disudut jalan dalam semalam? Sebagai calon nyonya rumah, haruskah aku memberi dia pelajaran?”
Seul segera mendekati Ra Im diiringi teriakan temannya.
Adegan pertemuan sepatu boots butut dengan highheels cantik yang mahal di zoom, menggambarkan perbedaan derajat dua wanita ini. Ra Im bingung melihat Yoon Seul datang menemuinya.

“Kesini!” Seul langsung memanggil pelayan dilounge itu dengan gerakan jarinya dan mata memandang lurus pada Ra Im.
Seorang pelayan wanita datang dan meletakan minuman di meja Ra Im. Ra Im tampak gak perduli dengan kehadiran Seul.
Pelayan itu berkata pelan dan cepat pada Ra Im, “Sebentar!”, lalu berdiri tegak menghadap Seul. “Apakah anda perlu bantuan, pelanggan?”
“Sejak kapan standar untuk masuk ke lounge ini menjadi begitu rendah? Bukankah tempat ini hanya untuk pelanggan VVIP yang membelanjakan uang lebih dari 100,000,000 won setahun? Apa kau memeriksa kartu identitas setiap orang yang datang?” tanya Seul dengan angkuh.
Ra Im terlihat agak tersinggung dan menelan minumnya dengan menahan emosi.
“Tentu saja, Nyonya.” jawab pelayan wanita itu dengan senyum ramah.
“You’re a liar!” seru Seul dengan aksen inggris yang aneh. “Kau tidak memeriksaku tadi.”
Pelayan itu mulai ketakutan dengan pelototan dan gaya bicara Seul yang mengintimidasi. “Itu karena anda sering kesini dan semua orang tahu siapa anda.”
Ra Im lalu berdiri dan berkata pada pelayan wanita itu, “Kupikir yang dia maksud adalah aku. Kesinikan kuncinya.”. Kemudian dia bicara pada Seul, “Kau tidak perlu menyalahkan orang yang tidak bersalah. Aku sudah akan segera pergi.” Dan sebelum keluar Ra Im menoleh kembali pada pelayan wanita itu yang adalah temannya, “Terima kasih kopinya. Sampai ketemu.” dia lalu mengambil kuncinya dan berjalan keluar.
Seul gak terima Ra Im pergi begitu saja, dia lalu berkata dengan suara keras. “Kita yang menghabiskan uang tapi orang lain yang minum kopi.”
Ra Im langsung menghentikan langkahnya.
“Siapa namamu?” Seul bertanya pada pelayan wanita tadi.
Pelayan itu dengan reflek menutupi id card didadanya. “Nyonya…maafkan saya. Saya sungguh-sungguh minta maaf.” katanya ketakutan dan membungkuk didepan Seul.
Im Ah Young, nama yang tertera pada id card itu, Seul merenggutnya dengan kasar dan pergi. Ra Im ingin mengejarnya tapi ditahan oleh Ah Young, pelayan itu.
“Kau mau kemana? Kita punya nasib sial tahun ini. Menurut peramal, kita memiliki segala macam kesialan jadi kita harus berhati-hati.” cegah Ah Young.
“Aku harus mendapatkan kembali id card-mu.” Ra Im berkeras.
“Ahh, jangan menyebabkan masalah jadi makin besar. Aku hanya tinggal minta maaf dan memohon keringanan hukuman. Aku mungkin hanya akan dimarahi sedikit. Sabarlah.”
“Kenapa kau harus dimarahi? Kenapa kita harus selalu minta maaf?” Ra Im emosi.
Dia lalu menuruti Ah Young membatalkan niatnya ingin mengejar Seul dan marah-marah. Ra Im memutuskan pulang. Tapi sesampainya diluar, sebelum dia menaiki sepedanya, dia melihat Yoon Seul dan temannya sedang berdiri di lobby. Amarahnya memuncak lagi, dia mendekati Seul. Seul melihatnya dan langsung pasang muka galak.
Tiba-tiba ada yang menjambret tas teman Seul dan membawanya kabur. Teman Seul teriak-teriak panik dan pengen nangis.
“Oh bagaimana?! Aku harus bagaimana??!! Tasku! Apa yang harus kulakukan?! Oh tasku!!” teriak teman Seul. Dia memarahi pembantunya, “Kau tahu berapa harga tas itu?! Kenapa kau memegangnya seperti itu?”
“Maaf nyonya, saya khawatir bayi anda akan terluka.” kata pembantunya.
“Kenapa kau menggunakan bayiku sebagai alasannya?! Kesinikan bayiku! Apa kau kerjasama dengan mereka? Kau pasti orang mereka! Kau membuatku panik!”
“Tidak, nyonya! Aku tidak seperti itu!”
Ra Im melirik marah keteman Seul.Dia tidak suka cara teman Seul yang asal memarahi dan menuduh pembantunya.
“Aku benar-benar punya nasib sial.” Ra Im bicara pada dirinya sendiri. Lalu dia berseru pada pembantu teman Seul yang sedang dimarahi majikannya. “Tunggu disini.” dan segera berlari mengejar penjambret tadi.
Ra Im mengejar penjambret itu dengan mengendarai sepedanya. Bukan mengendarai biasa, tapi mengendarai dengan gaya yang hanya bisa dilihat di film-film. 

Melesat cepat dikerumunan orang, meliuk-liuk diantara kendaraan, meloncati tanjakan, kayu, bahkan mobil dan sampai naik turun tangga jembatan penyebrangan dengan lihai. Dia mengambil jalan memutar untuk mencegat mobil penjambret tadi. Dan tidak hanya sampai disitu, setelah ketemu pun dia harus adu otot dengan para penjambret yang ternyata adalah 3 orang pria.

Yak, pertunjukan aksi perkelahian hebat benar-benar digelar Ra Im ditengah jalan dipusat keramaian. Banyak orang berkerumun menyaksikan aksi keren Ra Im yang menghadapi 3 preman itu one by one, sampai menang. (Woohooo, Ra Im!)
Sementara itu didepan Departement Store Loel. Teman Seul sibuk menceritakan kejadian yang menimpanya pada polisi. Sementara Seul membelakanginya tak perduli.
“Aku sedang membersihkan hidung bayiku dan beberapa penjambret datang dan merebut tasku.” cerita temen Seul pada polisi dengan panik.
Seul gerah mendengar suara temannya yang dari tadi berisik banget dengan tasnya. “Apa kau harus benar-benar menemukannya? Emang tas itu buatan mana?” omel Seul.
Dan yang menjawab omelannya bukan temannya, tapi Ra Im. “Tas import.” Ra Im mendekati mereka dan mengulurkan tas pada teman Ra Im. “Ini bukan?”
Yoon Seul langsung merebut tas itu dari tangan Ra Im dan melemparkannya pada temannya dengan kasar. “Pastikan isinya tak ada yang hilang.” katanya.
Ra Im gak terima digituin. Dia minta kompensasi atas jasanya, yah setidaknya dihargai. “Karena aku sudah mendapatkan kembali tas temanmu, anggap saja kejadian di lounge tadi tidak pernah ada. Tolong kembalikan id card temanku.”
“Tidak ada padaku.” kata Seul datar.
“Pasti ada padamu.” desak Ra Im.
Seul membuang muka. “Aku sudah membuangnya.” jawabnya.
Ra Im mulai lepas kendali. “Kau membuangnya?”
“Jika kau mencarinya ditong sampah yang ada disudut…” Seul tidak sempat menyelesaikan kalimatnya karena Ra Im keburu merengut kasar kerah bajunya.
Teman Seul berusaha melerai, tapi tak digubris Ra Im.
“Tempat sampah disudut?” tanya Ra Im sambil tetap mendelik dan menarik baju Seul. Seul ketakutan tapi Ra Im tak mau melepaskannya. “Bagi orang yang menghabiskan 100,000,000 won di Departement Store dan orang yang minum kopi dari temannya, tempat sampah itu sama kotornya. Kau yang telah membuangnya, maka kau juga yang harus mencarinya kembali.” kata Ra Im geram.
“Baiklah!” Seul berusaha nego untuk ngelepasin diri. “Aku bukannya tidak fleksibel. Ayo kita anggap saja tidak terjadi apa-apa.”
“Sudah terlambat untuk itu. Dan aku tidak sangat fleksibel!” delik Ra Im kemudian menarik Seul bersamanya masuk kembali ke Departement Store. Ditarik dikerahnya lhooo…emang enak :P
Seul teriak-teriak dan terseret-seret. Temannya berlari mengikuti dan ikut teriak juga. Ra Im membawa Seul ke tempat sampah yang berada didalam mall dan menghempaskannya. Seul terhuyung-huyung menjaga keseimbangan tubuhnya.
“Ayo cari!” kata Ra Im galak.
“Bukan tempat sampah yang ini.” kata Seul berdalih.
“Karena itu aku menyuruhmu mencarinya, lihat apakah ada disitu atau tidak.”
Seul mengeluh sangat kesal dan membuka tasnya. Dia mengambil id card dari dalam tasnya dan mengulurkannya pada Ra Im. “Selesai sekarang, cukup?” katanya tapi Ra Im tetap diam sambil memelototinya. “Ambil ini, jadi aku bisa pergi.” teriaknya lagi.

Bukannya mengambil id card itu, Ra Im malah melirik tissue yang ada ditangan teman Seul. “Kau akan membuangnya, kan?” katanya pada temen Seul, dan tanpa menunggu jawaban dia langsung merebut tissue itu, merengut tas Seul dari pemiliknya, dan memasukan tissue bekas itu kedalamnya. Kemudian dengan kasar Ra Im melemparkan tas itu kembali pada Seul. (Bravoooo!!! Ha ha ha)
“Apa kau gila?!” teriak Seul. “Kau pikir apa yang kau lakukan?!”
“Karena aku pikir tasmu adalah tempat sampah.” jawab Ra Im pendek dan merebut id card ditangan Seul lalu pergi.
Sepeninggal Ra Im, Seul ngomel-ngomel sampai mencak-mencak. “Perempuan seperti apa dia?”
“Aku tahu. Bagaimana bisa ada perempuan yang begitu keren? Menurutmu apa pekerjaannya?” kata temen Seul, gak tau lugu atau bego nih orang ha ha.
“Yaaa!!!” bentak Seul murka. Ya iyalah marah ha ha ha, kocak.

* * *

Langit gelap dan hujan deras dimalam hari. Petir dan guntur menggelegar. Suasana perkotaan dengan gedung dan lampu-lampu yang gemerlap. Tampak dimenara sebuah gedung, seorang gadis duduk bersandar dengan santainya.

Tak lama kemudian dia berdiri, mengambil senjata dan dengan kerennya meluncur kebawah sambil melepaskan tembakan. Pelurunya bergulung-gulung dan menjebol atap kaca hingga hancur. Dibawah telah berdiri banyak pria dengan dandanan seram khas penjahat yang ada di film-film.

Mereka langsung menyerang begitu gadis itu sampai dibawah. Mereka menghujaninya dengan kelebatan pedang dari segala arah. Gadis itu dengan lincah dan lihainya bisa menghindari sabetan pedang-pedang itu dan mulai melancarkan serangan balik dengan senjata ditangannya, meloncat dan salto sana-sini sampai gelantungan pada bilah bambu yang lentur. Disaat terdesak, gadis itu mengeluarkan pedangnya dan menyerang membabi-buta. Satu persatu lawannnya tumbang. Dan akhirnya tersisa gadis itu, tegak berdiri membelakangi dengan gagahnya.
Dan, cut!! Gadis itu berbalik, tapi wajahnya berbeda dengan gadis yang mati-matian bertempur tadi.
Ra Im berdiri dibelakang sutradara menyaksikan pengambilan gambar akhir tadi. Tubuhnya berkeringat dalam balutan kostum hitam ketat selengan dan sepaha, kayak kostum Lara Croft. Kali ini dia menjadi stuntwoman Park Chae Rin (pacar Oska yang telah didepak itu). Chae Rin meninggalkan set tempat syuting sambil ngomel-ngomel pada crew. Dia lalu mendekati sutradara dengan manjanya.
“Sutradara, apa aku tadi kelihatan keren?” seru Chae Rin manja.
“Kenapa kau harus terlihat keren? Kau hanya harus terlihat cantik, tidak ada lagi yang diperlukan seorang aktris selain itu. Terlihat cantik itu yang paling penting.” kata sang sutradara.
“Omoo, Sutradara! Aku percaya diri dengan kecantikanku!”
Ra Im mendengar percakapan mereka dan menunduk pergi.
“Ra Im, kerja yang bagus!” seorang crew menyapa dan memuji akting Ra Im tadi. “Kau terlihat keren hari ini!”
“Terima kasih!” balas Ra Im sambil membungkuk senang. Ra Im terbuai dengan pujian itu, dia senyum-senyum sendiri dan tanpa sadar menarik salah satu kakinya kebelakang lalu mengetuk-ngetukkannya kelantai. Ehm, ini kebiasaan Ra Im kalo lagi senang.
Tiba-tiba Chae Rin lewat dan dengan sengaja menyenggol Ra Im sambil ngoceh, “Hanya karena dia memakai baju dan make-up yang sama denganku, apa dia pikir dia bintangnya? Dia hanya seorang stuntwoman.”
Ra Im hanya bisa menarik napas sedih mendengar kata-kata Chae Rin barusan.
Akhirnya syuting selesai, Ra Im bersandar dimobil sambil mendengarkan lagu lewat earphone-nya. Ra Im bersenandung menyanyikan lagu penyanyi favoritnya, Oska. Sementara itu sutradara action dan rekan-rekannya disekolah aksi yang semuanya cowok, sibuk berbenah mengangkat peralatan yang habis dipakai syuting tadi ke mobil.
“Apa sudah selesai?” seru Ra Im sambil mendekati rekan-rekannya.
“Kita akan pindah ketempat lain. Kau merasa terhibur dengan mendengarkan Oska?” sutradara action sekaligus pemimpin sekolah aksi, Im Jong Soo, bertanya dengan suara yang lembut.
“Apa? Yeah…ah.” Ra Im segera menyadari maksud pertanyaan direkturnya.
“Aku dengar, Park Chae Rin mengatakan sesuatu lagi.”
“Tidak.” sangkal Ra Im.
“Apa yang dia katakan?” Jong Soo terus mendesak.
“Aku baik-baik saja. Dia mengatakan itu atau tidak, aku tidak perduli.”
Jung Hwan, rekan senior Ra Im menimpali, “Benar, tidak usah khawatir. Kau seratus kali lebih cantik darinya, dia hanya iri padamu.” mereka berusaha bercanda menyemangati Ra Im.
“Aku tahu. Menurut tim pencahayaan aku 120 kali lebih cantik darinya.” Ra Im menanggapi candaan mereka. “Ahh, aku tidak tahu kenapa ibuku melahirkan aku begini cantik. Walaupun aku hanya memakai sampel kosmetik, kulitku sehalus tepung beras tak bercela. Apapun yang kukenakan akan terlihat bagus ditubuhku. Aku pikir semuanya akan lebih baik saat umurku bertambah, tapi semakin aku tua, malah jadi lebih buruk dari sebelumnya. Sungguh membuatku gila! Coba pikir, ibuku dulu cantik.”
Semua yang ada disitu mual dengan ocehan Ra Im.
“Aahh benarkah! Kenapa ibunya dulu begitu cantik? Ini bukan berarti kami komplain ya.” kata Jung Hwan pada yang lain.
“Itulah maksudku.” seru Ra Im.
Semua tertawa geli, namun senang melihat Ra Im ceria kembali. Saat Ra Im ingin membantu mereka beberes, Jong Soo malah memakaikan earphone ditelinga Ra Im.

“Teruskan dengar musik saja. Akan lebih baik kalau kau ikut bernyanyi.” kata Jong Soo dengan lembut (lagi-lagi), lalu pergi beberes bersama yang lain. Ra Im bengong ditempat.
Saat Ra Im mulai kembali menikmati musik sambil bersandar dimobil, diam-diam, Jong Soo, mengamatinya dari jauh dengan lembut. Mmmm...kayaknya nih suka Ra Im…cinta terpendam he he… :P
* * *
Disekolah aksi, terlihat Jong Soo mendatangi locker Ra Im. Dari saku celana dia mengeluarkan 2 lembar tiket konser Oska dan memasukannya dalam tas Ra Im.
Dan siapakah yang datang bersama Ra Im ke konser Oska??? Tetap Jong Soo :)
Ra Im melambai-lambaikan glow stick ditangannya dan ikut bernyanyi. Sementara Jong Soo berdiri cool disampingnya namun tampak bahagia.
“Aku sudah bilang kau ajak teman kesini.” kata Jong Soo tepat ditelinga Ra Im karena suasana konser bising sekali.
“Aku tidak punya teman yang bisa ku ajak. Semua temanku menyukai bintang-bintang idola.” jawab Ra Im lalu kembali mengayun-ayunkan glow stick-nya.
Dan Jong Soo kembali menatapnya lembut. (Teteeeeepppp)
Konser Oska saat itu dipenuhi penggemar setianya seperti Ra Im. Secara Oska tidak muda lagi, yang artinya bukan lagi bintang idola yang banyak fans-nya. Namun Oska tetap bernyanyi dengan bagus untuk para fansnya.
Diantara penonton yang duduk terlihat Joo Won dan kakaknya. Mereka menghadiri konser sebagai sepupu Oska. Kakaknya menikmati suasana konser, tapi Joo Won tidak.

Dia terlihat bosan dan celingak-celinguk tidak jelas. Tiba-tiba dia berdiri pengen kabur dari situ, tapi tangan kakaknya lebih cepat lagi terulur menahannya.
“Woo Young oppa akan sedih.” kata kakaknya membujuk Joo Won supaya jangan pulang dulu. “Tinggal beberapa lagu lagi. Tunggu saja dulu sebentar.”
“Akan aku lakukan kalau aku bisa. Bagaimana bisa bakatnya semakin jatuh setelah debut?” bantah Joo Won.
“Para fans bisa mendengar omonganmu. Kalau kau bersikeras pergi, aku akan bilang pada Woo Young oppa untuk tidak memperbaharui kontraknya.” ancam kakaknya.
“Apa kau dibayar sama Choi Woo Young (nama asli Oska)? Untuk mengawasiku?”
“Aku pemegang saham utama Oska. Coba saja kalau kau mau pergi.”
Tak ada pilihan, Joo Won terpaksa meneruskan nonton.
Yoon Seul juga ada disana, dia berdiri dibelakang penonton yang duduk dibalkon. Tampangnya terlihat aneh. Dia memandang Oska dengan tajam, namun tersirat kesedihan

Look/Gaze – by: Oska
Amu maldo piryochi anhdago
Not a single word is needed
Meomchun shigyecheoreom yeogi seo itdago
I’m standing here like a broken clock
Eotteon apeumdo nae nun hana garilsu eopseoseo
My eyes cannot hide the pain

Nae mamsogen neul neoman sandago
I’ll always have you in my heart
Jjalbeun hansungando byeonhan jeok eoptdago
It hasn’t changed for a moment
Eotteon mannamdo, gaseumi da milchyeonae beoryeoseo
No matter what happens, i can’t push you out of my heart
Doraondan geu yaksokhanado eopshi
Even without your promise in return
Yongkkedo ireohke neol kidarinabwa...
I will still wait for you…

Barabonda, neo tteonan jariman
Gazing, at the place where you had left me
Barabonda, neon ulli eopjiman
Gazing, even though there’s no chance that you will be back
Na geuraeyaman jichyeo jamdeul sarange
It’s the only thing i can do for a love that is so exhausting
Neol jiweonael saenggakjocha gamhi jamshido mothanikka
I dare not think of forgetting you even for just a second

Muneul yeolmyeon isseul geot gatdago
Opened the door and felt that you were there
Eolpit balsorido deullin geot gatdago
I seemed to hear your soft footsteps
Jamdeun huedo bamsaedorok myeot beoneul kkaeeoseo
I woke up many times at night thinking of you
Nunmul eopshi deo amureon ildo mothal
I could do nothing without breaking into tears
Bigeobhan haruga ttodashi balgado
I was afraid to face the day

Barabonda, neo tteonan jariman
Gazing, at the place where you had left me
Barabonda, neon ulli eopjiman
Gazing, even though there’s no chance that you will be back
Na geuraeyaman jichyeo jamdeul sarange
It’s the only thing i can do for a love that is so exhausting
Neol jiweonael saenggakjocha gamhi jamshido mothanikka
I dare not think of forgetting you even for just a second
Ohhh….

Gaseum ta beorigo ibsul gallajyeodo
With a burning heart and parched lips
Chamji mothaeseo neol ttodashi
Unable to control myself, i called your name again and again

Bolleobonda sseurarin ireumman
I know this is the only name
Chueogedo beil geol aljiman
That will reside in my heavily scarred memory
Na geuraeyaman, jidokhido apaseo
This is all i can do, the pain is so better
Neol sshiseonael saenggakjocha gamhi mothage
I dare not think of letting you slip away from my memory

Neowaeui jjalbeun sarangdo gwabunhaetdeon geol
I didn’t know i was undeserving of the brief love with you
Al su eopseoseo, arado moreun cheok nunmulman
I pretended that i didn’t know, I felt such misery that I cried
* * *


Paginya, Joo Won tiba di Department Store dengan dibukakan pintu mobil oleh sekertarisnya. Beberapa staff penting menyambutnya, sang CEO, langsung dilobby. Dan karyawannya berbaris rapi disepanjang tempat yang akan Joo Won lewati. 

Masalahnya, Joo Won punya kebiasaan masuk lewat eskalator, tidak seperti kebanyakan CEO yang masuk lewat lift.
Diantara karyawan yang membungkuk hormat saat dilewati Joo Won, terlihat ada Im Ah Young teman Ra Im. Ah Young mengeluh pegal sambil mengurut punggungnya.
“Kenapa orang itu selalu datang dengan cara seperti ini sedangkan ada lift yang berfungsi sempurna?” keluh teman Ah Young.
“Kenapa? Itu bagus, karena aku bisa melihat wajahnya.” kata Ah Young sambil tersenyum genit. ”Hmm…kenapa dia bisa begitu tampan? Yayy..”
“Apa gunanya wajah tampan kalau dia bahkan tidak bisa kerja? Apakah masuk akal kalau dia hanya masuk kerja dua kali seminggu?” timpal temannya. “Itulah kenapa mulai ada gossip kalau CEO department store akan diganti. Aku dengar GM Park menandatangani sesuatu untuk CEO.”
“Ahh, benarkah? GM Park?” seru Ah Young.
Adegan berpindah diruangan kantor Joo Won yang luks. Terlihat GM Park dan asistennya Manajer Choi memasuki ruangan itu. GM Park berjalan dengan emosi sambil mendorong kasar sebuah kursi.
“Lihat dekorasi kantor ini!” kata GM Park.
“Kita harus merubah semuanya…saat anda menjadi pemilik kantor ini.” asistennya menimpali.
Namun GM Park tidak senang sampai membanting map dimeja. “Lihat sini, Manajer Choi.”
“Ya, GM?” jawab asistennya ketakutan salah ngomong lagi.
“Apa yang pertama kali akan kita rubah?”
“Apa?” asistennya tak mempercayai yang dia dengar.
Tiba-tiba ekspresi GM Park berubah sumringah dan tertawa kencang. Asistennya jadi ikutan ketawa begitu menyadari barusan atasannya hanya pura-pura marah. GM Park lalu mendekati meja kerja Joo Won dan duduk dikursinya.
“Bagaimana kalau plat nama ini yang pertama dirubah?” usul asistennya sambil mengangkat plat nama Joo Won dimeja.
“Plat nama, ide yang bagus! Ha ha ha ha…” mereka kembali tertawa berdua.
Dan pintu terbuka, Joo Won tiba ditempat itu dengan rombongannya. GM Park dan asistennya langsung menghentikan tawa seketika dan buru-buru memberi hormat. Joo Won dengan cool-nya berjalan kearah mejanya tanpa memperdulikan kehadiran GM Park.
GM Park segera meletakan map dimeja Joo Won. “Ini proposal proyek untuk penjualan tahunan musim gugur.”
“Saya bahkan belum duduk.” kata Joo Won.
“Para personel tidak sabar, jadi harap mengerti.”
“Jika sepenting itu, kenapa anda tidak menandatanganinya sendiri? Anda masih belum bisa meniru tanda-tangan saya?” sindir Joo Won.
GM Park terdiam sebentar sebelum menjawab, “Rumor, hanya rumor. Ini terjadi karena anda tidak masuk kerja.”
“Saya masuk kerja pada hari selasa dan kamis.” protes Joo Won.
“Anda juga harus masuk kerja pada hari senin, rabu dan jumat.”
“Saya tidak mau karena banyak kemacetan dijalan.” jawab Joo Won asal, lalu duduk.
Semua staff-nya cengo’ mendengar dalih sang CEO.
Joo Won memegang map yang diserahkan GM Park. “Apakah ini yang terbaik yang bisa anda lakukan? Anda yakin?” tanya Joo Won tanpa perlu capek-capek melihat dan membaca isinya.
“Kami tidak sepenuhnya yakin, tapi… “ Manajer Choi membantu atasannya memberikan jawaban. “Bagian mana yang secara spesifik tidak anda sukai?”
“Bagaimana saya bisa tahu? Saya hanya melihat judulnya.” lagi-lagi Joo Won berkata seenaknya ha ha…
Para staff-nya cengo’ lagi.
Joo Won lalu meneruskan, “Jika ini bukan yang terbaik yang bisa anda lakukan dan anda tidak yakin, maka anda harus mengerjakannya kembali. GM Park, bagaimana menurut anda?”
GM Park mikir sebentar lalu menjawab, “Saya akan menyusun rencana proposal proyek yang baru secepat mungkin.”
Joo Won lalu mengembalikan map dengan melemparnya kehadapan GM Park, dan dia mengamati ekspresi wajah GM Park saat mengambil map itu. GM Park tampak marah tapi tidak bisa apa-apa.
* * *


Oska ada bersama manajer dan asistennya dikediamannya.
“Aku seorang penyanyi yang punya 7 album. Bagaimana bisa kita hanya membuat music video didalam negeri? Kau lihat sendiri kan tiket konserku terjual habis. Masalahnya apa? Aku bisa menjadi aktor utamanya kalau perlu.” kata Oska dengan intonasi tinggi.
“Itulah masalahnya. Itu. Tak ada seorangpun sutradara music video yang mau bekerjasama denganmu. Oke?” kata manajer Oska, Choi Dong Kyu.
“Kenapa tidak? Apa alasannya?”
“Apa penyebabnya? Silahkan letakan tanganmu didada.”
“Sudah.” Oska menurut meletakkan tangannya didada. “Terus kenapa? Apa?”
“Kau tidak merasakan apa-apa?”
“Aku merasakannya, dadaku sudah mulai rata.” kata Oska sambil meraba dadanya. (ha ha)
“Heiss! Semua orang tahu kau tidak memiliki sopan santun sama sekali. Waktu di X-file kau melemparkan naskah pada sutradara Choi dari SBC!!” omel manajernya.
“Woww, kau sudah gila. Kapan aku melemparkan naskah?. Aku hanya melemparkan sinopsis.” (Yeee…sama aja atuh, Oska.)
“Oh, benarkah? Kalau begitu lain kali, pastikan kau melemparkan naskah juga. Enngggh!!” seru manajernya emosi dan pengen pergi.
“Mau kemana kau?” tanya Oska.
“Aku harus mencari seorang sutradara sebelum kau berpikir untuk menyutradarainya juga!!” manajernya makin emosi. “Ya Tuhaaan!” keluhnya sambil memegang dahinya dan pergi.
“Bagaimana mungkin aku jadi sutradara?” Oska ngoceh sendiri sepeninggal menejernya. Tapi kemudian dia tersenyum dengan ide itu. “Boleh juga! Haruskah aku saja yang sutradarai kali ini? Oke! Kalau begitu, tak ada masalah lagi.”
“Kau terlihat menyedihkan” timpal asistennya.
“Kau benar-benar…aissh!” Oska memarahi asistennya dan mengejarnya untuk dihajar, asistennya lari menghindar.
Tiba-tiba Joo Won telah berdiri dipintu rumah Oska.
“Kau ada waktu kan?” tanya Joo Won. “Aku ingin keluar minum.”
“Kelihatannya kau satu-satunya orang yang tidak punya waktu.” jawab Oska sepertinya tak senang didatangin sepupunya.
Kemudian GM Park pun muncul disitu. Dia datang menemui Joo Won.
“Saya telah membuat ulang proposal proyek penjualan tahunan musim gugur.” kata GM Park sambil memperlihatkan map ditangannya.
Joo Won agak bingung dan melihat jam tangannya. “Hanya dalam 6 jam?”
“Saya bukan orang yang menunda-nunda pekerjaan.”
Akhirnya Joo Won membawa proposal yang dibawa GM Park ke perpustakaan pribadinya dan membacanya.
“Apakah ini yang terbaik yang bisa anda lakukan? Anda yakin?” kata Joo Won sambil membalik-balik lembaran proposal.
“Ya, Pak.” jawab GM Park yakin.
“Jadi…begitu? Isinya sama dengan musim semi, anda hanya merubah judulnya.”
“Ini merupakan acara tahunan jadi ada batasnya. Kisaran untuk acara ini lebih sempit dari yang anda kira.”
“Apa yang akan anda lakukan jika anda menempatkan diri pada pemikiran orang lain? Apakah anda akan mengikuti suatu acara untuk mendapatkan mobil kecil sebagai hadiahnya? Anda tidak akan mau kan?” Joo Won memberikan gambaran pada GM Park. “Karena anda sudah mendapatkan mobil yang jauh lebih baik dengan gaji yang saya berikan. Maka tidak bisakah anda memikirkan sesuatu yang lebih original dan sensasional? Anda pikir kita akan lebih kaya dengan mengeksploitasi orang? Siapa yang akan mencoba mendapatkan tiket acara untuk mendapatkan mobil kecil? Kalau saya, dibandingkan lemari es, mobil atau vakum, saya akan lebih memilih kostum bandara yang dikenakan bintang Song Mo Yang. Saya akan meminta jaket, dompet, dan jam tangan yang dia kenakan. Kenapa? Karena dompet mahal yang menunjukkan kesombongan lebih mudah dibuka daripada dompet yang bau masakan. Dan uang akan mengalir dengan mudah dari sana. Dengan begitu GM, dompet anda akan terus terisi dengan baik dan penuh. Bagaimana menurut anda?” Joo Won mengemukakan idenya. (maksud Joo Won, dia lebih memilih hadiah yang menarik bagi para perempuan berduit, karena perempuan2 itu lebih mudah menghabiskan uang daripada ibu rumahtangga biasa yang selalu berhemat.)
GM Park mau tak mau terperangah dengan ide cemerlang Joo Won. “Anda tidak mengatakan sesuatu yang salah. Seperti biasanya. Kalau begitu, bagaimana dengan pembaharuan kontrak Oska?” (Oska adalah model utama di departemen store milik Joo Won)
“Kita akan memprosesnya.”
“Karena meningkatnya turis Jepang (dalam hal ini, fans Oska), maka penjualan kita pun mengalami peningkatan .”
“Saya tahu.”
“Kalau kita tidak bisa memperpanjang kontrak Oska…”
“Apa anda tidak dengar tadi saya bilang kita akan memprosesnya? Anda menekan saya karena anda berpikir saya tidak akan melakukannya atau anda berpikir saya tidak bisa melakukannya? Kalau saya bilang saya akan melakukannya maka saya akan melakukannya, anda mengerti?” Joo Won agak kesal. Dia lalu menggapai handphone-nya dan menelpon, “Siapkan dalam sepuluh menit.”. Setelah itu dia menengok kembali pada GM Park, “Kenapa anda masih disini? Anda boleh pergi.” kata Joo Won sambil menggedikkan kepalanya ke arah pintu. (kelakuan Joo Won nih bener-beneerrr…)


* * *


Joo Won dan Oska minum-minum disebuah bar eksklusif.
“Kapan terakhir kali kau syuting iklan? Apakah sudah setahun?” tanya Joo Won.
“Kenapa kau ingin tahu soal itu?” jawab Oska tidak senang.
“Setiap kali aku memindahkan saluran tv, ada begitu banyak bintang-bintang baru yang keren. Tapi yang kulihat kau tidak memperpanjang kontrak tanpa rasa takut.”
“Apakah karena itu kau mengajakku kesini?”
“Album ketujuhmu yang sedang kau kerjakan sekarang mungkin akan menjadi album terakhirmu sebelum pensiun. Dan mungkin ini kesempatan terakhirmu untuk menandatangani kontrak dengan departemen store kami.” Joo Won coba menakut-nakuti Oska dalam rangka mendorongnya supaya memperbaharui kontrak. :P
“Itu menurutmu.” Oska tak terpengaruh.
“Apa kau pernah lihat pendapatku salah? Sebenarnya, uang bukanlah faktor penting bagi kau ataupun aku. Tapi untuk kontrak kali ini, aku akan memberimu cukup untuk menyelamatkan harga dirirmu. Aku akan memberitahu pers tentang pembayaran yang 3x lebih besar dari sebelumnya.”
“Seperti katamu uang bukanlah faktor penting bagi kita, lalu mengapa kau memberiku sedikit? Kau bisa memberiku lebih banyak.”
“Itu tidak akan terjadi…karena harga diriku akan terluka.” Joo Won berkeras. (hi hi alasannya aneh)
“Apa?! Oh, benar-benar…! Tidak! Tidak! Aku tidak akan menandatangani kontrak! Jangan pernah bermimpi untuk memperpanjang kontrakku.” Oska juga berkeras. Kesepakatan tak didapatkan. “Aku akan pergi duluan. Gadis yang duduk di bar itu tak bisa melepaskan pandanganya dariku.”
“Bukan kau yang dilihatnya. Tapi aku.” Joo Won tak mau membiarkan ke-narcis-an sepupunya.
“Apa matamu juling? Dia daritadi berusaha menangkap mataku sejak aku masuk.”
“Itu karena aku tidak memandang kematanya.” Joo Won ngeles. (ha ha Joo Woooonnn…)
“Ha, aku mulai gila. Dia pasti salah satu penggemarku. Kau ingin aku menanyakannya?”
“Kau mulai berlebihan.”
“Kau mau bertaruh? Aku akan pergi menanyakannya!” Oska tak mau nyerah.
“Kau akan mendapat pukulan. Dia pernah kencan perjodohan denganku sebelumnya.”
“Apa?” Oska kaget dan melihat ke arah wanita yang diributkan itu.
Jeng jeeengg, ternyata wanita itu beneran melihat ke arah Joo Won. Ha ha ha….
“Aku serius, bawa stempel tanda-tanganmu ke kantorku, sebelum aku menggantimu dengan model yang lebih muda. Aku tak mau menunggu lama.” kata Joo Won lalu meninggalkan tempat itu.
“Ya, yaaa! Kau belum membayar minumannya!” teriak Oska.
Tapi Joo Won tetap berlalu diiringi pandangan tak senang gadis bar tadi karena samasekali tak diacuhkan Joo Won. Oska masih berdiri sambil berkacak pinggang. Tapi lalu dia tertarik dengan suara penyanyi pria dibar itu. Lama dia menyimak suara pria itu sampai dikejutkan bunyi telpon. Caller id tertera nama Park Chae Rin. Oska tak menjawab telpon itu, malah melepaskan batere handphonenya.
* * *


Dan dilokasi syuting. Chae Rin marah sambil membanting pedang yang dipegangnya.
“Oppa, kenapa kau tidak menjawab telponku? Tapi kau menjawab telpon dari Yoon Hee After School. Kenapa kau hanya menjawab telponnya?” Chae Rin sepertinya ngomel pada Oska ditelpon. Ra Im yang saat itu berada disebelah Chae Rin hanya tersenyum sambil geleng-geleng dan mengetuk-ngetukkan ujung pedang pada balok kayu. Mereka berada dalam kostum yang sama.

“Aku punya paha yang bagus juga! Aku punya kaki yang sexy! Kau sudah melihatnya. Aku tidak mau berakhir seperti ini. Kami membuka lokasi syuting kami hari ini dan akan ada banyak wartawan. Aku akan membiarkan semua orang tahu tentang hubungan kita. Kau mengerti?!” Chae Rin mematikan telponnya.
Ra Im mengulurkan botol minuman begitu melihat Chae Rin seperti kehabisan nafas setelah marah-marah. Setelah minum Chae Rin seperti baru menyadari kehadiran Ra Im.
“Sejak kapan kau ada disini? Kenapa kau nongkrong disini?” tanya Chae Rin.
“Sutradara menyuruh kita untuk berlatih adegan perkelahian.” ujar Ra Im.
“Ahhh, begitu menjengkelkan! Aku sangat kesal! Kenapa kita harus berlatih lagi? Kita sudah melakukannya berulang-ulang?”
“Kita harus lebih banyak latihan. Adegan kali ini menggunakan banyak kabel tembaga, jadi sedikit saja kesalahan bisa menyebabkan kecelakaan.”
“Apakah ada yang menyuruhmu untuk menjawab pertanyaanku? Sekarang kau melakukan banyak hal. Baik. Aku akan melakukannya! Ayo kita latihan!” kata Chae Rin kesal.
Mereka kemudian berlatih pedang. Ra Im dengan sabar melatih Chae Rin, tapi Chae Rin hanya mengayunkan pedangnya setengah hati.
“Kita ulangi lagi.” kata Ra Im dan Chae Rin tetap ogah-ogahan mengayunkan pedangnya.
Dan saat mengayunkan pedang berikutnya, keseimbangan Chae Rin goyah. Ra Im berusaha menahannya agar tidak jatuh, tapi mereka malah jatuh sama-sama menimpa tumpukan senjata. Lengan Ra Im sobek lumayan besar, sedangkan Chae Rin hanya terluka dikukunya. Tapi dasar Chae Rin, hanya dengan luka segitu dibesar-besarkannya. Semua crew mengerumuninya. Sementara tak satupun memperhatikan Ra Im yang berusaha bangkit berdiri sendiri dengan lengan berlumuran darah.
“Tanganku…tanganku terluka!” rintih Chae Rin berlebihan. “Jangan pegang! Itu sakit!”
Sutradara pun langsung lari-lari mendatangi Chae Rin. “Chae Rin! Chae Rin kau terluka?”
“Darah! Aku berdarah!” teriak Chae Rin. Lukanya di zoom, nampak darah sedikit dipinggiran kukunya. Dia sampai teriak-teriak kalau ada orang yang ingin menyentuh jarinya.(Yaelah, biasa kali itu kalau kita gunting kuku).
Ra Im langsung mengenakan jaket untuk menutupi lengannya. Dengan menahan sakit, dia malah khawatir dengan keadaan Chae Rin.
“Apakah kau terluka?” tanya Ra Im mendekati Chae Rin.
“Gil Ra Im, ini salahmu?!” teriak sutradara marah. “Bagaimana kau bisa melakukan ini pada kuku seorang aktris?!!”
“Saya minta maaf.” Ra Im membungkuk minta maaf sambil menekan lengannya yang terluka.
“Kita harus syuting, apa yang kau lakukan, haa??!!!”
“Saya benar-benar menyesal!” Ra Im membungkuk minta maaf lagi.
Kemudian sutradara action Jong Soo muncul disitu.
“Buat apa kau minta maaf?” Jong Soo tidak suka melihat Ra Im minta maaf. “Ini terjadi saat latihan.” ini ditujukan pada sutradara.
“Oh! Jariku….” teriak Chae Rin lagi berlebihan. (Nih cewek minta digeplak!)
“Lihat! Dia terluka!” kata sutradara pada Jong Soo sambil menunjuk Chae Rin.
Jong Soo lalu menarik lengan Ra Im yang terluka, wajah Ra Im langsung terlihat meringis menahan sakit.
“Lalu anda pikir apa dia terlihat baik-baik saja?” tanya Jong Soo pada sutradara.
“Saya tidak apa-apa.” seru Ra Im. Dia tidak ingin jadi masalah.
“Kau bilang ini tidak apa-apa?” Jong Soo malah jadinya marah ke Ra Im. “Apa kau pikir kau Wonder Woman?”
“Saya benar tidak apa-apa. Saya bisa meneruskan syuting.” Ra Im memastikan dia baik-baik saja.
“Kau mulai membantah sekarang? Kau juga seorang aktris!” kata Jong Soo tajam. Ra Im terdiam. “Seseorang menangis berisik karena kukunya, dan kau memperlakukan tubuhmu seperti ini?!”
“Lihat sini, Sutradara Im! Bagaimana kau bisa bicara seperti itu?” seru sutradara. “Apa kau ingin kau dan seluruh tim-mu dipecat? Haa!!”
“Anda tidak melakukannya pun saya memang sudah berniat membawa pergi tim saya. Saya tidak ingin tim saya bekerja di tempat yang tidak professional seperti ini.” kata Jong Soo dengan cool-nya. Ra Im langsung terlihat panik. Dan sutradara mangap ditempat. :P
Jong Soo meninggalkan kerumunan orang sambil menyuruh anak buahnya segera berbenah.
Ra Im masih berusaha membujuk sutradara. “Saya minta maaf, beri kami waktu sebentar.” katanya lalu mengejar Jong Soo.
Sutradara ngomel-ngomel dan Chae Rin mencibir.


* * *


Dokter (Psikiater) pribadi Joo Won, Lee Ji Hyun, datang menemui Joo Won dirumahnya. Dia membawakan Joo Won obat.
“Kalau baik-baik saja, aku berpikir untuk mengurangi dosis obat.” kata dokternya.
“Jangan kurangi dosis. Itu membuatku gugup.” kata Joo Won dengan mimik ngeluh. “Kalau terus seperti ini, apa kau pikir aku akan bisa pergi bekerja dengan normal?”
“Kau pikir aku seorang dukun? Aku sudah bilang aku akan membantumu mengatasinya.”
“Aah, tolong perlakukan aku dengan baik. Dokter pribadi seperti apa kau ini?” Joo Won merengut kayak anak kecil.
“Kalau kau tidak suka aku, kau bisa mengganti doktermu.” Ji Hyun bercanda. “Apakah masih sulit masuk ke lift?”
(Joo Won ternyata mengidap penyakit Claustrophobia dimana seseorang phobia terhadap ruang tertutup dan sempit seperti lift. Ini menjelaskan kenapa Joo Won masuk ke departemen store selalu lewat tangga escalator dan kenapa dia mengendarai mobil dengan atap terbuka.)
“Kalau hanya sulit, aku masih bisa menahannya. Tapi baru mendekati pintunya saja aku sudah tidak bisa bernafas. Bagaimana kalau berita keadaanku ini tersebar diperusahaan?” tiba-tiba telpon Joo Won bunyi. “Sebentar.” katanya lalu menjawab telpon. “Apa?”
‘Kau sedang santai-santai sekarang, kan?’ kata suara diseberang.
“Tentu saja. Kapan aku tidak bersantai?” balas Joo Won.
‘Kalau begitu, ada sebuah French Town di GaPyeong. Jika kau kesana, kau akan menemukan sebuah tempat yang digunakan untuk syuting film.’ Pemilik suara ditelpon di shoot, ternyata Oska. “Aktris utamanya adalah Park Chae Rin. Bawa dia pergi selama 3 jam.”

“Kau sedang minum obat juga? Telpon kututup sekarang.” Joo Won males ngomong.
‘Tunggu! Tunggu!’ teriak Oska. “Aku sedang rekaman untuk Chocolate (Acara SBS). Aku hanya kencan dengannya beberapa kali tapi dia benar-benar gila! Kalau Dong Kyu hyung tahu, mati aku. “ ujar Oska sambil melirik manajernya yang berdiri agak jauh dibelakang.
“Apa Dong Kyu hyung seperti orang terhormat?”
“Ah, bener-bener!” keluh Oska. (kayaknya emang susah kalo ngomong sama Joo Won hi hi)
Ji Hyun pamit meninggalkan tempat itu sambil memberi isyarat akan menelpon Joo Won nanti. Joo Won hanya mengangguk sambil terus mendengarkan sepupunya ditelpon.
‘Perempuan itu bilang wartawan akan berkumpul disana.’ kata Oska.
“Benar-benar tipemu.” kata Joo Won sambil mulai membaca koran.
“Aku minta tolong. Dia bilang, kalau aku putus dengannya, aku harus membayar kompensasinya. Dia bilang dia punya foto-foto kami saat bermain-main dihotel.”
“Kau pikir dia satu-satunya orang yang punya foto-foto itu? Kenapa kau tidak mengoleksinya dan dijadikan buku? Bye.” Joo Won ingin menyudahi pembicaraan.
“Kau benar-benar akan menutup telpon? Baik. Bawa kontraknya sekalian. Akan kutanda-tangani. Bawa saja!”
Joo Won langsung semangat. “Di GaPyeong dimananya? Aku hanya harus menemukan aktris utamanya, kan? Oh baik, dan kau juga tidak perlu kontrak deposit, kan? Karena ekonomi saat ini sangat buruk dan sebagainya.”
“Dasar brengsek kau! Bukankah kau bilang kau akan menjaga harga diriku. Berapa nilai harga diriku?!” Oska tidak terima kata-kata Joo Won.
* * *


“Sutradara, saya benar-benar minta maaf. Saya akan bekerja keras.” Ra Im masih mencoba minta maaf pada sutradara di lokasi syuting. “Tolong biarkan saya meneruskan syuting film ini.”
“Kenapa kau bertanya padaku? Apakah aku yang menarik tim? Tanya pada pria itu.(Jong Soo maksudnya)” respon sang sutradara dengan gaya belagu.
“Itu semua salahku. Kejadian seperti ini tak akan terjadi lagi.”
“Kenapa kau bicara padaku?!” teriak sutradara.
Tak jauh dari tempat Ra Im, terlihat Joo Won mondar-mandir dengan tracksuit bling-bling biru yang nyolok banget. Dia mendekati dan membangunkan salah seorang crew yang sedang tidur untuk bertanya.
“Permisi. Maaf sudah mengganggumu…yang mana Park Chae Rin?” kata Joo Won sambil mengedarkan pandangan.
“Chae Rin noona?” kata crew itu sambil mengedarkan pandangan juga.
Pandangan crew itu berhenti pada sosok Ra Im yang saat itu masih berbicara dengan sutradara.
“Disana.” tunjuk crew itu. Dengan mata mengantuknya, dia salah mengira orang karena saat itu Ra Im dan Chae Rin mengenakan kostum sama. (entahlah kesalahan atau takdir, yang pasti inilah awal mula pertemuan Joo Won dan Ra Im yang ‘kedua’ J)
Setelah berterima kasih, Joo Won lalu mendekati Ra Im. Dia berhenti tiba-tiba mnghalangi langkah Ra Im. Ra Im kaget.
“Choi Woo Young, tidak. Kau kenal Oska kan?” tanya Joo Won.
“Oska?” Ra Im balik nanya dengan tangan menekan lengannya yang terluka.
“Kau tidak tahu?”
“Aku tahu, kenapa?”
“Ayo pergi, Oska ingin bertemu denganmu.”
“Yang benar?” seru Ra Im gak percaya.
Tak lama kemudian mereka sudah berada dalam mobil Joo Won, mobil sport putih dengan atap terbuka.
“Kenapa kau tidak menutup atapnya?” Ra Im merasa terganggu dengan angin yang menerbangkan rambutnya. Apalagi saat itu mulai memasuki musim dingin.
“Jika aku ingin yang tertutup, lalu kenapa aku membeli yang convertible (mobil yang terbuka)? Dimana tempatnya?”
“Apa?”
“Katanya dia ingin bertemu denganmu di hotel tempat pertama kalian bertemu. Dimana hotel itu? Apa kau sudah pergi kebegitu banyak tempat sampai tidak mengingatnya?”
Ra Im sedikit kaget dengan pertanyaan-pertanyaan Joo Won. Bagaimana tidak, sesuatu yang sepertinya hanya dia yang tahu, satu-satunya kenangan yang dia miliki saat bertemu penyanyi pujaannya…tapi ternyata sang bintang juga mengingatnya.
“Hotel Ritz, kamar 1103.” jawab Ra Im.
“Kamar 11…1103?” ulang Joo Won terbata. “Yang benar saja, yang kalian butuhkan hanya ruang dengan dinding di empat sisinya? Kenapa kalian pergi ketempat yang begitu tinggi? Kalian bukan macan tutul di Gunung Kilimanjaro.” Joo Won ngomel-ngomel begitu tahu kamar yang akan didatangi berada diketinggian gedung hotel. Yang artinya, dia harus kesana memakai lift, atau tangga….ha ha bisa dibayangin.
Mobilnya terus melaju dijalanan. Terdengar suara burung gagak berkaok-kaok seram. (Beneran yaa…selama nonton, kalau ada bunyi ini aku suka merinding sendiri.)
Dan merekapun tiba dihotel. Ra Im menunggu di pintu lift, dan Joo Won memesan kamar dengan nomor yang dikasih tahu Ra Im tadi.
Joo Won mendekati Ra Im sambil memandang takut pada pintu lift. “Kau ke atas duluan.” katanya gelisah sambil mengulurkan kunci kamar.
“Kenapa?” tanya Ra Im.
“Aku…” Joo Won memandang pintu lift sebentar dan meneruskan, “Aku adalah tipe orang yang tidak bisa terlihat masuk kekamar hotel dengan seorang wanita. Kalau kau mencari tahu, kau mungkin akan berpikir…’Astaga, beraninya aku naik lift dihotel dengan orang itu?’ Aku tipe orang yang bisa menimbulkan dugaan seperti itu.” (halah, alesannya udah kemana-mana)
Ra Im mulai menganggap Joo Won orang aneh. Semua orang yang sedang menunggu lift malah mentertawainya. Tapi yang mereka tertawakan adalah kostum Joo Won saat itu yang nyolok banget. Ra Im jadi ikutan ngeliatin baju Joo Won dan ikutan ketawa.
“Aaah…bajuku.” kata Joo Won begitu menyadari kenapa perhatian orang tertuju padanya. “Ha ha…aku sebenarnya tidak mau melakukan ini.” Joo Won kemudian menarik resliting jaketnya dan dengan noraknya menarik kerah untuk memperlihatkan merek bajunya. “Kalian lihat. Kalian tahu apa ini kan? Tracksuit ini...”
Tapi semua orang malah kembali mentertawakannya dan masuk ke dalam lift. Joo Won bengong dengan posisi memalukan dan melirik orang-orang yang sudah ada didalam lift. 

Ra Im mendelik ke arahnya dan menutup pintu lift. Joo Won menutup kembali jaketnya dan menarik napas. Yeah Mr. Kim Joo Won…siap-siap naik tangga…ha ha :D
Ra Im memasuki kamar hotel pelan. Dan teringat kejadian dulu dikamar itu…
Flashback.
Saat itu dia sedang berada dilokasi syuting, dikamar itu. Seperti biasa, menjadi stunt aktris pemeran utamanya.
‘Miss Gil Ra Im?’ seseorang memanggilnya. Orang itu datang bersama Oska. “Miss Gil Ra Im, kenalkan.” orang itu memperkenalkan Ra Im pada Oska.
Ra Im yang saat itu sedang mencoba wig, langsung kaget bukan main. Oska didepannya.
‘Aah, kau pasti peran pengganti Kim Sun Ah. Mari kita bekerjasama dengan baik.’ kata Oska ramah. (Oska jaman dulu culun banget…dengan rambut klimis dijepit hihi)
‘Senang bertemu dengan anda.’ balas Ra Im dengan mata bersinar dan pipi merona, lalu menarik salah satu kakinya dan diketuk-ketukkan ke lantai, tanpa sadar. Mmmm…ternyata kebiasaannya ini sudah ada dari dulu.
Oska melihat kelakuan aneh Ra Im dan menegurnya, ‘Jika aku menanyakan apakah kau ingin minum kopi, kau tidak akan melubangi sepatumu, kan?’ Oska bercanda.
’Apa?’ Ra Im menyadari kelakuan bodohnya dan segera menghentikannya.
Oska tertawa melihatnya.
Saat Ra Im sedang bernostalgia dikamar hotel, Joo Won sedang berjuang ngos-ngosan ke atas lewat tangga darurat. (yang bener aja nih orang, kasian banget)

Dia berjuang mati-matian sampai kekamar dengan tampang tak karuan dan basah keringat. Dia langsung merebut air mineral yang sedang diminum Ra Im.
“Apa kau merasa tidak nyaman? Kau mungkin akan berdua saja denganku disini selama satu jam.” kata Joo Won yang masih kesusahan mengatur napas. Dia melepas jaket bling-blingnya dan melipatnya dimeja. Kemudian duduk bersandar pada sofa dan kaki dinaikan kemeja.
“Kau tidak merasa nyaman?” Ra Im mulai khawatir melihatnya. “Aku baik-baik saja karena aku hampir selalu bekerja dengan pria.”
Joo Won langsung muncrat saat minum mendengar kalimat Ra Im. Ra Im bingung melihatnya.
Joo Won terbatuk lalu berkata dengan pandangan aneh ke Ra Im, “Kau pasti bukan orang biasa. Sudah berapa lama sejak kau bertemu Oska?”
“Sudah cukup lama.” jawab Ra Im dengan pandangan menerawang dan tersenyum, itu adalah kenangan indah buatnya. “Aku tidak menyangka dia masih mengingatku.”
“Kau memiliki wajah yang cukup gampang diingat. Kau tampaknya cukup terus terang dan aku bukan tipe orang yang tahan penasaran dengan beberapa hal, maka aku akan bertanya padamu. Berapa banyak uang yang biasanya kau dapatkan? Jika kau bersama dengan seorang bintang terkenal seperti Woo Young hyung?” Ra Im memiringkan kepalanya bingung, dan Joo Won meneruskan pertanyaannya. “Bukankah kau bilang pernah syuting sebuah film ditempat ini. Aku tanya berapa kompensasi yang kau terima untuk melakukan sesuatu seperti itu.”
“Kau membicarakan tentang jaminan?”
“Aahh…sebut saja itu sesukamu.” Joo Won tertawa geli. “Aku hanya ingin tahu berapa jumlahnya.”
Tampaknya dua orang ini melakukan percakapan yang tak searah.
“Aku tidak mendapatkan bayaran lebih untuk melakukannya dengan seorang bintang terkenal. Tapi jika lokasinya diluar kota atau ditempat terbuka, aku akan mendapat bayaran lebih.” jawab Ra Im tenang. (ha ha ha)
“Ditempat terbuka?” Joo Won mengulanginya tak yakin.
“Atap dan hutan bambu sedang tren sekarang, kau tahu.”

“Hutan bambu?” Joo Won mengulanginya lagi sambil mengangkat sebelah alisnya. (ha ha ha kocak!) “Oh wooowww....Oska...ha ha ha...”
Ra Im seolah masih menambahkan untuk memperparah suasana, “Bayarannya akan tinggi kalau dalam mobil. Mungkin karena sulit.”
Joo Won makin nganga’, “Haa…itu pasti sangat sukar, tidak nyaman dan sempit. Tapi laki-laki menyukainya.”
“Yah, kau benar.” kata Ra Im setengah ngeluh. “Laki-laki menyukai kecepatan dan kesenangan.” (sempurnalah sudah kesalahpahaman ini, entah apa yang tergambar dipikiran Joo Won…ha ha ha)
“Pribadimu sungguh menarik!” Joo Won memandang Ra Im takjub. “Bagaimana kau bisa begitu terus terang…tanpa malu sedikitpun? Nggak heran, kau aktris pemeran utama.”
“Peran utama?” Ra Im bertanya bingung, kemudian dia melihat kostumnya saat itu dan menyadari sesuatu. Joo Won salah orang. “Maaf, siapa namaku?”
“Apa?” gantian Joo Won yang bingung.
“Aku bertanya padamu siapa namaku? Siapa yang ingin Oska temui dihotel?”
“Park Chae Rin.” jawab Joo Won cepat.
“Ha ha ha ha…” Ra Im tertawa terbahak-bahak sampai megangin perut. “Hey!” dia lalu memandangi Joo Won tajam.
“Yaa??!!” Joo Won teriak dalam kebingungannya.
“Sudah berapa lama sejak kau datang ke Seoul dari pedesaan?”
“Pedesaan?”
“Aku tahu setelah melihat ini. Demi Tuhan apa yang kau kenakan ini? Ini menyangkut reputasi Oska.” Ra Im marah sambil sedikit menjambak jaket Joo Won dimeja.
“Aku tahu ini akan terjadi. Apa yang kau lakukan saat aku menunjukannya tadi?” Joo Won lalu meraih jaketnya untuk ditunjukan pada Ra Im. “Kau lihat? Sekarang, lihat baik-baik. Ini, dijahit di Italy dengan tangan seorang ahli, helai demi helai…” Ra Im tak mendengarkan hanya melengos. Joo Won kesal. “Bagaimana bisa ada wanita seperti ini di dunia? Sebagai orang berbudaya dan karena posisiku, aku tak mau berdebat denganmu.” omel Joo Won lalu menelpon Oska. “Dimana kau?” tanyanya ditelpon. “Kau bilang kau akan segera datang. Dimana kau sekarang?!”
‘Ada sesuatu, jadi syuting ditunda. Hanya kira-kira dua jam.’ kata Oska dari seberang telpon.
Ra Im tiba-tiba merebut handphone Joo Won dan bicara pada Oska. “Maaf...sepertinya anda menyuruh orang ini membawa Park Chae Rin. Tapi si bodoh ini membuat kesalahan…”
Joo Won kaget dan merebut kembali handphonenya. “Kau bukan Park Chae Rin?” dia bertanya pada Ra Im dengan mata terbelalak. “Siapa kau? Kalau kau bukan Park Chae Rin, terus kenapa kau mengikutiku?”
“Apa kau bertanya kalau aku Park Chae Rin? Kau hanya bertanya padaku kalau aku mengenal Oska.” jawab Ra Im sambil mendelik.
“Apa kau tahu betapa berartinya kesepakatan ini? Bagaimana kau akan bertanggung jawab?!”
“Bertanggung jawab? Kenapa harus aku? Aku pikir kau hanya bodoh, ternyata kau memang sama sekali lambat dalam kerja.”
“Lambat? Perempuan ini…” Joo Won tak bisa menyelesaikan kalimatnya, mulutnya keburu dibekap Ra Im.
Ra Im menerima telpon. “Ya, Sutradara Cho! Benarkah? Tentu! Terima kasih! Benarkah, terima kasih banyak!” seru Ra Im sambil berkali-kali membungkuk hormat pada sutradara yang ada diseberang telepon.
Joo Won berhasil membebaskan mulutnya dari bekapan Ra Im. Dia lalu berisik meludah-ludah gak jelas. Ra Im sampai memberi isyarat padanya agar jangan berisik.
“Anda masih dilokasi syuting?” Ra Im masih berbicara ditelepon. “Saya akan berada disana dalam 30 menit. Saya akan segera pergi sekarang!” dia menyudahi pembicaraan dan membungkuk hormat lagi.
“Mau kemana kau?” Joo Won menjulurkan kakinya menghalangi saat Ra Im ingin pergi. “Dan juga, bagaimana kau bisa berada disana dalam 30 menit dari sini?”
“Kau ingin bertemu Park Chae Rin?” tanya Ra Im.
“Apa?” Joo Won mikir sebentar, kemudian menjawab. “Ya.”
Ra Im lalu mengulurkan tangannya. “Kalau begitu berikan kunci mobilmu.”
Dan dengan seketika mereka sudah berada kembali dijalanan meluncur dengan mobil sport putih Joo Won. Tapi kali ini Ra Im yang nyetir. Nyetir ala stuntwoman. Melaju dengan kecepatan tinggi dan salib sana salib sini.

Sementara yang punya mobil duduk disamping Ra Im sambil pegangan dan teriak-teriak histeris....sepanjang jalan. (Ya ampun Joo Won...)
Sesampainya ditujuan, Joo Won buru-buru turun dari mobil dan nunduk-nunduk pengen muntah.
“Bukankah laki-laki suka balapan? Tangkap ini!” ujar Ra Im dan melemparkan kunci mobil ke Joo Won. “Cari perempuan yang memakai pakaian yang sama denganku. Dia Park Chae Rin.” Ra Im lalu segera berlari meninggalkan Joo Won.
“Yaa! Itu bukan yang kau janjikan! Kau harus mencarikannya untukku sebelum kau pergi!” teriak Joo Won.
Seorang crew mendekati Joo Won. “Orang ini…kenapa kau tetap datang kesini? Kau tak akan bisa mendapatkan tanda-tangan sekarang.” kata crew itu.
Joo Won tersinggung. “Aku bukan kesini untuk mendapatkan tanda…” Joo Won lalu sadar ini pasti disebabkan karena tracksuit yang dipakainya tadi ketempat itu. “Ini bukan jenis pakaian yang kalian pikir!” seru Joo Won sambil menunjuk-nunjuk jaket ditangannya. “Ini dijahit dengan tangan oleh seorang ahli di Italy, dia mengerjakan tracksuit ini selama 40 tahun! Benar-benar bikin pusing! Lupakan, dimana Park Chae Rin?” omel Joo Won berkelanjutan.
Disebuah ruangan, tampak Chae Rin sedang berada dalam acara jumpa pers. Para wartawan sibuk memotret dan mengajukan pertanyaan.
“Apakah benar anda berpacaran dengan Oska?” tanya wartawan.
Puluhan kilatan blits menghujani wajah Chae Rin. Dan bukannya menjawab, gadis itu malah menangis kayak anak kecil. Dan entah bagaimana caranya, Joo Won sampai juga ditempat itu. Dia melihat Chae Rin yang duduk didepan dan sibuk berakting nangis sambil menunjukan jarinya yang diperban pada wartawan. Joo Won menarik kerahnya sampai menutupi setengah wajah lalu berjalan lurus ke arah Chae Rin. Wartawan segera mengalihkan perhatian mereka ke sosok misterius yang tiba-tiba muncul disitu. Chae Rin pun menghentikan aktingnya.
Saat tiba didepan Chae Rin, Joo Won mengeluarkan kartu nama dan meletakannya didepan Chae Rin. Chae Rin terbelalak membaca nama yang tertera dikartu nama itu. Joo Won kemudian menurunkan kerah jaket yang menutupi setengah wajahnya dan menundukkan kepalanya tepat didepan wajah Chae Rin.
“Apa kau tahu aku sudah mencarimu sepanjang hari?” kata Joo Won pelan.
“Mencariku? Kenapa?” Chae Rin tampak tersipu malu.
“Apa kau akan percaya kalau aku bilang aku adalah seorang penggemarmu?” Joo Won mengatakannya sambil tersenyum.
“Sungguh?” Chae Rin makin melayang. :P
“Karena kau pasti elegan dan cerdas, kan?”
“Apa?” Chae Rin bingung. Arah pembicaraan mulai berubah.
“Selain itu, pasti kau tidak punya skandal apapun…” kata Joo Won dengan nada menekan pada ‘scandal’.
“Skandal?” Chae Rin menyadari apa yang sedang berlangsung, dan menarik napas agak panik, sambil takut-takut melirik Joo Won. “Iya…” jawabnya nurut.
Yak, masalah selesai. Joo Won meninggalkan tempat itu. Dia langsung menelpon Oska.
“Ini aku.” katanya.
‘Bagaimana? Reporter sudah tidak disitu? Apa yang kau katakan? Apa mereka percaya padamu? Kau sudah memastikan dia tidak bicara apa-apa?’ Oska memberondong Joo Won dengan pertanyaan.
“Hyung, satu persatu. Berhenti mengoceh. Aku akan cerita…” Joo Won tak jadi meneruskan kalimatnya. 
 
Matanya terpaku pada sesuatu yang menarik. “Aku akan menelponmu nanti.” Dia menyudahi pembicaraan dengan Oska.

Joo Won terpaku pada pemandangan dibawah sana. Ra Im sedang melakukan pengambilan gambar. Dia melakukan adegan kelahi habis-habisan melawan 6 orang pria dengan pedang ditangan.

Adegan itu sangat keren dimata Joo Won. (dimata penontonnya juga tentunya. Adegan ini langsung diiringi ost. That Man-Baek Ji Young. Inilah pertamakali lagu ost bersejarah ini diperdengarkan diserial ini.) Matanya tak berkedip terus memandangi sosok Ra Im yang keringatan tapi sangat tangguh mengayunkan pedangnya.
Dan saking penasarannya, Joo Won menunggu Ra Im sampai selesai syuting. Ra Im kaget menemukan pria itu masih ada ditempat syuting.
“Kau seorang stuntman?” ini kalimat pembuka Joo Won saat bertemu Ra Im.
Ra Im langsung berasa capek, dan setengah hati menjawab. “Yang benar, stuntwoman.” kata Ra Im sambil mengembalikan kostum yang tadi dipakainya ke crew bagian kostum. “Aku kembalikan ini.”
“Ada darahnya…” kata crew itu begitu memeriksa kostum yang dikembalikan Ra Im. “Ah, ini kulit yang mahal!”
“Aku minta maaf.” Ra Im membungkukkan badan minta maaf seperti biasanya. Kemudian berbalik menghadap Joo Won yang masih menungguinya. “Kau sudah bertemu Park Chae Rin?” tanya Ra Im dengan suara capek dan lemas.
“Dia terlihat sepertimu. Tapi pekerjaanmu cukup menarik.” Joo Won menjawab sambil mengikuti langkah Ra Im. “Kau tidak pintar? Kenapa melakukan pekerjaan fisik seperti itu?” kata Joo Won sambil memperhatikan tampang Ra Im saat itu.
Ra Im menghentikan langkahnya.”Kau ingin tahu? Haruskah aku jawab? Hal seperti ini, hanya dapat kau mengerti dengan cara seperti ini.” Ra Im lalu dengan kesal menendang kaki Joo Won kencang.
Joo Won langsung terbungkuk-bungkuk memegangi kakinya yang kena tendang. “Aaahh!! Apa masalahmu? Kenapa kau menendangku!?” teriak Joo Won yang masih berusaha mengejar Ra Im walaupun jalannya terseok-seok.
“Menurutmu kenapa aku menendangmu?” seru Ra Im sembari melangkah membelakangi Joo Won.
“Aku bertanya karena aku ingin tahu. Kenapa kau begitu tidak beralasan? Aku bukan tipe orang yang melakukan sesuatu tanpa alasan baik.” Joo Won jalan sambil loncat-loncat sekarang. (ha ha lucu liatnya)
“Baik untukmu!. Bersyukurlah karena lenganku sedang terluka, aku hanya menendangmu hari ini. Kalau tidak aku sudah membunuhmu.”
“Kau pikir aku bodoh akan percaya tipuanmu? Aku tahu itu hanya make-up.”
“Ini bukan make-up. Jadi pergilah.” kata Ra Im sambil mengernyit menahan nyeri dilengannya yang terluka.
“Berhenti!! Kalau kau tidak mau bertemu pengacaraku, minta maaflah padaku sekarang!” teriakan mengancam Joo Won seketika terhenti begitupun langkahnya saat dia melihat tetesan darah ditanah tempat Ra Im lewat. Darah itu berasal dari lengan jaket Ra Im. Joo Won tertegun melihat Ra Im yang melangkah pelan sambil mendekap erat lengannya. Dengan segera Joo Won mengejarnya dengan terpincang-pincang.
“Kau benar-benar terluka?” tanya Joo Won begitu berhasil menggapai Ra Im.
Ditanya begitu, Ra Im langsung panik liat kiri-kanan. “Pelankan suaramu!” ancamnya.
Joo Won tak perduli, dia malah memaksa menarik jaket yang menutupi lengan Ra Im. “Mana lukamu?”
Lengan Ra Im dengan luka sobek lebar dan belumuran darah terpampang dengan jelas.
“Apa yang kau lakukan? Berhenti!” teriak Ra Im marah.
“Kau sudah gila? Dengan keadaanmu ini, tadi kau ikut denganku dan melakukan semua aksi barusan? Kau gila atau bodoh?” Joo Won balik marah dan mendorong kepala Ra Im pelan. “Kau benar-benar tidak pintar.” Lalu dia menyadari badan Ra Im panas.

“Badanmu panas sekali!” seru Joo Won panik.
Namun Ra Im segera menampik kedua tangan Joo Won yang memeganginya. “Lepaskan tanganmu!” teriak Ra Im dengan napas ngos-ngosan. Yah dia benar-benar sedang sakit.


* * *


Mobil Joo Won tiba dirumah sakit. Ra Im ada bersamanya.
“Kami akan pergi ke ruang gawat darurat sekarang, jadi tolong cepat kemari dan lihat lukanya.” Joo Won keluar dari mobil sambil sibuk berbicara ditelpon dengan seseorang.
Ra Im berjalan cepat pengen kabur gak mau ke rumah sakit. Joo Won mengejarnya.
“Mau kemana kau?” Joo Won menahan bahu Ra Im.
Ra Im lagi-lagi menampiknya. “Hey, lepaskan! Aku sudah bilang aku baik-baik saja.” jawab Ra Im.
“Kalau kau baik-baik saja, terus kenapa kau gemetaran? Kau gemetar karena ini pertama kali kau bersama pria tampan sepertiku? (halah Joo Won) Mungkin kau salah paham, tapi aku tidak melakukan ini untuk kepentinganmu. Ini adalah apa yang dilakukan orang-orang kelas atas. Ini semacam perbuatan baik, perbuatan baik. Aku dibesarkan dengan cara seperti ini. Jadi bahkan jika kau gugup setengah mati ada didekatku, bertahanlah. Kalau tidak, aku akan melemparkanmu.” setelah berpanjang lebar ngaco, Joo Won lalu mengangkat tubuh Ra Im. Dan Ra Im….he he, pasrah. :)
Setelah diperiksa dan mendapat perawatan, Ra Im terbaring lemah tidak sadar dengan tangan di infus. Joo Won tetap disana menjaganya. Dia mondar-mandir ngeliatin Ra Im, sampai kadang melipat jaket Ra Im.
Handphone Joo Won berbunyi, tertera nama Choi Woo Young, Oska. Joo Won hanya menjawabnya pendek, “Aku akan bicara denganmu kalau aku sudah balik kerumah. Aku sedang dirumah sakit sekarang.” kemudian melanjutkan aksi ngeliatin Ra Im.
Ra Im mengerutkan kening dalam tidurnya, sepertinya sedang bermimpi. Joo Won pun langsung mengulurkan jarinya dan meletakkannya di antara kening Ra Im. Kerutan dikening Ra Im menghilang, dan Ra Im terlihat damai lagi dalam tidurnya.
“Sekarang, kau terlihat lebih baik.” Joo Won ngomong sendiri sambil memandang wajah pulas Ra Im.
“Lebih baik?” sebuah suara mengagetkan Joo Won. “Dia terlihat sama saja.” kata suara itu lagi, yang ternyata adalah Ji Hyun, dokter pribadi Joo Won.
“Aissh, kau mengagetkanku.” omel Joo Won.
“Siapa dia? Pacarmu?” tanya Ji Hyun.
“Bukan seperti itu! Aku tidak mengenalnya, aku baru pertamakali bertemu dengannya hari ini.”
“Jadi karena wanita yang tidak kau kenal dan baru bertemu hari ini, kau menelponku keluar disalah satu malam akhir pekan berhargaku? Aku, seorang psikolog. Bukan dokter penyakit dalam.” (Rupanya yang ditelpon Joo Won tadi adalah dokternya.)
“Jangan bicara seperti itu. Kau membuat kepalaku sakit.”
“Aku sangat menikmati pesta hari ini. Dan apa yang sudah kau lakukan?”
Terdengar bunyi telpon dari jaket Ra Im menginterupsi perdebatan mereka.
“Oh, ada telpon!” kata Joo Won senang (saved by the bell) lalu mengambil telpon itu. Tertera nama ‘My Boss’ (berarti direktur sekolah aksi Jong Soo), Joo Won menjawabnya. “Hallo.”
Terdengar suara Jong Soo ragu bertanya, ‘Bukankah ini telponnya Gil Ra Im?’ Joo Won malah diam melihat ke arah Ra Im yang masih tertidur pulas. ‘Hallo?’ seru Jong Soo saat tak ada jawaban.
“Nama wanita ini adalah Gil Ra Im?” Joo Won nanya memastikan.
‘Siapa kau?’ Jong Soo shock karena mendengar suara laki-laki menjawab telpon Ra Im. (ha ha )
“Jadi namanya Gil Ra Im. Lalu berapa umurnya? Dia tidak terlihat begitu muda.” Joo Won ngoceh gak karuan lagi.
‘Aku bertanya siapa kau?!?’ Jong Soo mulai kesal.
“Jawab saja pertanyaanku. Kenapa kau bertanya dengan pertanyaan bodoh? Kalau aku bilang siapa aku, apakah kau akan kenal?”
Ji Hyun tak tahan melihat sikap Joo Won. Dia merebut telpon itu. “Apa mungkin orang itu adalah wali perempuan ini?” katanya pada Joo Won, lalu berbicara ditelpon. “Hallo. Ah iya, saya seorang dokter di rumah sakit Seoul.” Ji Hyun bicara sambil berjalan keluar kamar itu. “Tentang pasien…tidak, maksud saya pemilik telpon ini…”
Suara Ji Hyun tak terdengar lagi, Joo Won kembali sendiri berdua Ra Im. Dia melihat kearah kaus kaki putih Ra Im yang menyembul dari bawah selimut. Joo Won penasaran dan perlahan menarik selimut yang menutupi kaki Ra Im. Ternyata itu bukan kaos kaki putih biasa, kaos kaki itu bergambar karikatur wajah Oska dengan tulisan ‘Oska Forever!’….ha ha...gak heran, Ra Im kan fans berat Oska. 
 
Joo Won langsung mencopot kaos kaki itu dengan gemas dari kaki Ra Im dan melemparkannya ke tempat sampah.
Beberapa waktu kemudian. Jong Soo seperti kesetanan langsung meluncur kerumah sakit. Dan Ra Im mulai mengigau dalam tidurnya.
“Maafkan saya! Maafkan saya! Maafkan saya!” igau Ra Im gelisah.
Joo Won mendekatinya. “Hey…itu mimpi, mimpi. Tidak perlu minta maaf.” kata Joo Won membangunkan. Dan Ra Im pun melek. “Benarkan? Aku bilang itu hanya mimpi.” kata Joo Won lagi.
Ra Im segera bangkit duduk dan tertunduk, mungkin masih pusing.
“Kenapa kau bangun? Kau tadi minum obat penenang untuk tidur beberapa jam.” tegur Joo Won.
Mata Ra Im terbelalak kaget. Dia tak menanggapi Joo Won, tapi kaget melihat kehadiran boss-nya ditempat itu. “Sutradara.” seru Ra Im.
Jong Soo datang mendekati tempat tidur Ra Im dengan cool-nya. “Apa yang salah denganmu? Kalau terluka parah sehingga harus datang kerumah sakit, kau seharusnya bilang!” Jong Soo memarahi Ra Im.
“Tapi, tadi aku tidak apa-apa.” jawab Ra Im tak berani melihat wajah Jong Soo.
“Baik-baik saja bagaimana? Sejak kapan kau baik-baik saja? Bukankah kau sudah melihat banyak orang kehilangan kaki dan lengannya karena bersikap seperti itu? Kalau kau bersikap seperti ini lagi, berhenti saja dari pekerjaan. Kenapa kau kembali kelokasi syuting? Kau masih punya harga diri?”
“Maafkan saya.”
“Perempuan ini selalu minta maaf baik tertidur ataupun terjaga.” cetus Joo Won bosan melihat Ra Im minta maaf lagi. Lalu dia bicara pada Jong Soo, “Tolong pelankan suaramu. Ini di rumah sakit.”
“Kau orang yang menjawab telpon?” tanya Jong Soo.
“Kau orang yang menelpon?” Joo Won balik nanya ha ha :P
“Siapa brengsek ini?”
“Brengsek? Siapa yang kau sebut brengsek?” Joo Won gak terima sikap Jong Soo. “Kau ingin bertemu pengacaraku?”
Ra Im segera menengahi, “Akan aku jelaskan semuanya…” dan mencoba turun dari tempat tidur, tapi limbung dan jatuh. Kedua pria didepannya dengan sigap langsung ngulurin tangan mau menangkap tubuh Ra Im. Dan pemenangnyaaa….Joo Won. Ya iyalaah, dia yang berada paling dekat dengan Ra Im he he…
Tangan Jong Soo berhenti di udara. Ra Im melihatnya, dan segera menyadari keadaannya yang saat itu berada dalam pegangan Joo Won. Ra Im malu dan melepaskan diri. “Dia hanya orang pesuruh Oska.” Ra Im menjelaskan pada Jong Soo.
“Pesuruh?” Joo Won mengulangi gak terima kata-kata Ra Im.
“Oska?” Jong Soo kaget mendengar nama Oska disebut. (sejak kapan Ra Im kenal Oska, gitu maksudnya kali)
“Kau tidak perlu khawatir tentang dia. Aku tak akan membiarkan ini terjadi la…” Ra Im kembali menjelaskan, tapi…
Joo Won memotong kalimatnya, “Lihat sini, Gil Ra Im yang umurnya tidak jelas. Aku bukan orang yang kau tidak perlu khawatirkan. Aku sudah bilang padamu. ‘Ya Tuhan, begitu beraninya aku naik lift dengan orang…”
“Aku sudah mendapat perawatan…” Ra Im tidak menghiraukan kalimat Joo Won, lalu mencoba lagi turun dari tempat tidur. “Aku bisa pulang sekarang.” Kaki Ra Im berhasil menjejak lantai. Tapi saat berdiri, tubuhnya limbung lagi dan jatuh dengan sukses kepelukan Joo Won…ha ha…kali ini bukan hanya dipegang lhoo :P Pandangan Jong Soo tajam tak senang apa yang dia lihat.
“Kau bahkan tidak bisa memakai sepatu, terus kau mau pergi kemana?” tegur Joo Won.
Jong Soo dengan tak terkontrol tiba-tiba mendorong Joo Won menjauh dari Ra Im dengan kasar. Joo Won terjengkang jatuh terduduk ditempat tidur sebelah dengan wajah shock. Jong Soo lalu buru-buru mengumpulkan barang-barang Ra Im dan menggendong Ra Im pergi.
“Perempuan itu berpindah dari lengan ke lengan hari ini…” oceh Joo Won melihat Ra Im digendong Jong Soo.
Saat ingin meninggalkan rumah sakit, Joo Won melihat dua orang itu dilobby. Dia berdiri disana mendengarkan percakapan mereka.
“Kau akan tetap keras kepala? Pengaruh obat penenangnya sudah hilang?” kata Jong Soo.
“Aku benar-benar tidak apa-apa. Ini bukan pertama kali aku masuk rumah sakit.” tampaknya Ra Im sedang berusaha menolak diantarkan pulang Jong Soo.
“Kau tidak merasa nyaman kuantar pulang?”
“Maafkan saya.” kata Ra Im gak enak.
Jong Soo nyerah. “Kau harus naik taksi pulang. Oke?”
“Baik, sampai ketemu besok.” Ra Im meyakinkan Jong Soo dengan tersenyum dan membungkuk hormat.
Jong Soo lalu pergi dengan mobilnya. Setelah mobil Jong Soo tak kelihatan, Ra Im memakai hood jaketnya dan pulang dengan jalan kaki. Joo Won menyaksikan semua itu, dia pun lalu mengendarai mobilnya meninggalkan rumah sakit. Tiba dijalan dia melihat Ra Im melangkah pelan menyusuri trotoar. Joo Won menghentikan mobilnya dan turun mendatangi Ra Im.
“Kenapa kau jalan kaki bukannya naik taksi?” tanya Joo Won. Ra Im langsung kelihatan capek harus berurusan dengan orang ini lagi. “’Mungkin dia akan mengikutiku. Mungkin dia akan menemukanku.’. Jika kau berpikir sutradaramu akan…” kata Joo Won lagi. Ra Im menyeringai tak mau mendengarkan dan bergerak pengen pergi, “Apa?” Joo Won menahannya. “Oh! Dimana kesopananmu? Aku belum selesai bicara. Kenapa kau tidak naik taksi?”

“Aku naik taksi atau tidak, apa urusanmu? Apa kau seorang karyawan perusahaan taksi?” omel Ra Im.
“Kenapa kau terus membuat asumsi tentangku? Pertama kau bilang aku orang udik, lalu pesuruh Oska, sekarang kau bilang aku karyawan dari perusahaan taksi?”
“Kalau bukan, lalu apa?”
“Aku kan sudah cerita. Terus kenapa kau tidak naik taksi? Aku tidak pernah menanyakan ini pada seorang gadis, tapi…apakah mungkin, karena kau tidak punya uang? Kalau itu masalahnya, aku akan mengantarkanmu pulang. Dimana kau tinggal?”
“Lihat sini, manusia idiot. Aku sangat tertekan karena aku memiliki nasib buruk tahun ini.”
“Kalau aku menutup atapnya, apa kau akan masuk? Baik, akan kututup.” Joo Won tetap mencoba membujuk Ra Im… :P
“Kenapa aku harus masuk dalam mobilmu?”
“Karena aku ingin memberimu tumpangan.”
“Apa?”
“Aku bilang aku ngin memberimu tumpangan.”
Ra Im mendecak sumbang mendengar alasan Joo Won. “Kenapa?”
“Kenapa tidak? Aku ingin memberikanmu langit, atau aku ingin membuatmu bahagia…kau perlu alasan seperti ini? Bukan seperti itu. Aku hanya ingin memberimu tumpangan. Kenapa aku tidak bisa melakukan apa yang aku mau? Aku sudah bilang aku bahkan akan menutup atapnya.”
Mereka masih pelotot-pelototan debat sampai dihentikan oleh bunyi mobil dengan kecepatan tinggi yang datang mendekat dan berhenti didekat mereka.
Oska keluar dari mobil dan meneriaki Joo Won, “Hey, kau mau mati?! Kenapa kau tidak menjawab telponku?!”
Ra Im terperangah melihat Oska datang mendekati tempat dia dan Joo Won berdiri. Oska terus berteriak sejak keluar dari mobil sampai berdiri tepat didepan Ra Im.
“Aku kan sudah bilang aku akan bicara padamu kalau aku sudah pulang kerumah.” bantah Joo Won.
“Aku begitu marah dan datang mencarimu. Ji Hyun bilang kau sedang bersama seorang wanita yang aneh…” Oska menghentikan omelannya saat menyadari keberadaan Ra Im. Dia merapikan pakaian dan rambutnya sebentar, “Aaahh…apa ada yang salah dengan Ji Hyun? Menyebut orang lain aneh.” Lalu Oska bicara sambil sedikit membungkuk hormat pada Ra Im. “Senang bertemu denganmu. Mungkin kau mengenalku...” Oska mulai menebar pesona keartisannya.
“Hey!! Pergi saja lakukan pertunjukanmu di Inkigayo (TV musical program di seoul)” sela Joo Won jengah melihat tingkah Oska.
Tapi Oska menanggapinya dengan tertawa. “Ah, ha ha…kepribadiannya menyedihkan, kan?” kata Oska lalu tertegun melihat pandangan memuja Ra Im. “Oh! Melihat matamu, aku teringat sesuatu…”
“Dia mulai lagi…” keluh Joo Won pelan.
“Aku juga ingat manik-manik kecil keringat di dahimu.” Oska masih meneruskan. “Kau menatapku dengan gugup.”
“Aku?” Ra Im tak percaya dengan apa yang Oska katakan daritadi. Ya iyalaah, secara mereka baru ketemu sekali, dan kejadian seperti itu bagi Oska pasti bukan hal yang bisa diingat.
“Kau tidak ingat? Kau benar-benar gugup hari itu. Tapi pertemuan pertama kita cukup seru, bukan?” Oska masih berusaha mengingatkan Ra Im.
“Jadi kalian berdua punya hubungan seperti itu?” Joo Won mulai agak percaya dengan cerita Oska.
“Kau gila?” Ra Im melotot ke Joo Won. Lalu bicara pada Oska. “Um, aku pikir kau salah mengiraku orang lain...” kata Ra Im pelan.
“Tidaaakk…itu tidak mungkin. Oh yeaah! Film itu! ‘Welcome to Dong Jakgu’….tentang pegawai level 10 yang menjadi walikota.” papar Oska akan ingatannya, Ra Im terbelalak. “Kau peran pengganti Kim Sun Ah di film itu, bukan?” kata Oska semangat.
Ra Im menarik napas senang dan tak percaya, benar dilokasi film itu dia pernah bertemu Oska. Dan belum lagi kaget Ra Im hilang, Oska kembali berkata…
“Ah, kau masih terlihat keren…Miss Gil Ra Im.” Oska mengucapkannya dengan tersenyum lebar. (yeaaaahhhhh!!! Hebat Oskaa..!!!)
Kaget dan senangnya Ra Im sulit dilukiskan. Artis idolanya masih mengingatnya…sampe kenamanya pula….it’s amazing buat Ra Im. Dan Joo Won pun kayaknya kagum dengan Oska ha ha ha…benar-benar penakluk cewek sejati :)


episode 2

Source: Dramawiki, WikipediaDramacrazy, Kadorama, withs2

Adegan favorit-ku di epsd 1


Ost-nya 'That Woman' yang langsung menjuarai tangga lagu di korea. Ini penampilan live penyanyi aslinya Baek Ji Young. Kerennya, nyanyi dengan penghayatan banget, makanya hasilnya pun bisa sebagus itu. ^^



Note:
Akhirnyaaa...selesai juga 1 epsd. Capeknya gak kira-kira >.< (Jadi salut banget sama mba Tirza di Kadorama, dia bisa bikin recap banyak serial, kebayang capeknya.)
Karena kekeuh harus masukin banyak percakapan, jadinya sampai 28 halaman waktu kukerjain di word. Nanti berikutnya akan lebih kusingkat. Dan kenapa Secret Garden yang kujadikan proyek pertama, karena aku masih tergila-gila dengan serial ini. Tapi saking niatnya, aku berencana buat juga untuk serial drama dan film yang lain...semoga bisaaa! :)

No comments:

Post a Comment