Tuesday, March 8, 2011

Secret Garden episode 2



“Aah, kau masih terlihat keren…Miss Gil Ra Im.” kata Oska sambil tersenyum lebar.
“Kau bahkan tahu namanya?” tanya Joo Won sambil mengerutkan alis.
Ra Im tak senang, “Lalu bagaimana caranya kau tahu namaku?” cetusnya.
“Diam kau.” balas Joo Won.
“Kenapa kau memanggilnya dengan ‘kau’ seperti itu?” Oska jadi ikut debat. “Kau tidak tahu apa yang dikatakan Chun Soo hyung-nim(seorang penyair terkenal dikorea)? ‘Sebelum aku menyebut namanya, dan seterusnya, dan sebagainya. Saat aku memanggil namanya…dia datang padaku dan…’” Oska mengucapkannya dengan gaya seorang penyair. Ra Im tertawa geli.
Namun tidak dengan Joo Won, dia cape melihat tingkah flamboyan sepupunya. “Kau memberinya tip?” ujarnya.
“…dan aku memberinya tip.” Oska jadi menyelesaikan puisinya seperti ini gara-gara Joo Won. Ra Im jadi pengen ngakak. “Kau!” Oska mendelik ke Joo Won, tapi lalu dia tertawa dengan gantengnya. “Aha ha ha...Miss Ra Im, bukan itu maksudku...oh, kenapa lenganmu? Apa kau terluka?” Oska mengulurkan tangan ingin menyentuh Ra Im.
Joo Won dengan reflek memukul tangan Oska yang terjulur ke Ra Im. “Bisakah kau mengatakannya hanya dengan melihat?” kata Joo Won, lalu menengok ke Ra Im, “Ini tangan yang suka memberikan tip. Kau tidak akan mau tangan kotor ini menyentuhmu. Bukan begitu? Miss Gil Ra Im?”

Ra Im diam tak bisa menjawab, wajahnya agak sedih.
Oska jelas kesal dengan ulah dan kata-kata ngaco Joo Won. Tapi dia berucap ceria ke Ra Im, “Aku hanya ingin meniupnya. Kalau aku meniupnya, lukanya mungkin akan lebih cepat sembuh.” katanya kemudian tertawa.   

Wajah Ra Im jadi berseri kembali.
Joo Won melirik mereka sebal. Dia lalu menegur Oska. “Bukankah kau datang kesini karena Park Chae Rin? Kurasa kau tidak mengkhawatirkannya.”

Oska kaget dan teringat kembali alasannya ada disitu. “Benar!” dia mendekati Joo Won dan berbicara pelan. “Apa yang terjadi? Kau berhasil membungkamnya?”
“Kau ingin tahu?” desis Joo Won.
“Kau masih perlu bertanya?”
“Kalau begitu, masuk ke mobil.” kata Joo Won sambil mengedikan kepalanya ke arah mobil Oska.
“Apa?” Oska bingung.
“Park Chae Rin sangat pintar mengambil gambar.” cerocos Joo Won.
“Baik! Baik! Oke! Oke! Aku pergi, aku pergi.” seru Oska panik dan menjauhi Joo Won.
“Masuk ke mobil sebelum kuhitung sampai tiga. Satu…” kata Joo Won sambil nunduk, sok tak berperasaan.
“Aish!” omel Oska. Dia menengok sebentar ke Ra Im. “Sampai ketemu lagi!”
“Dua…dua setengah…” Joo Won mempercepat hitungan.
“Baik, makanya kau buruan!” teriak Oska sambil berbalik dan buru-buru kemobilnya.
“Dua seperdelapan…” tambah Joo Won sambil tetap menunduk. Saat Oska sudah pergi, Joo Won mengangkat kepalanya untuk berbicara pada Ra Im. “Laki-laki itu memperlakukan semua wanita…oh?” Joo Won menghentikan kalimatnya. Ra Im sudah tak ada ditempat dia berdiri tadi. Joo Won berbalik, Ra Im sedang melangkah pergi meninggalkannya. 

“Perempuan itu, benar-benar! Hey, kau!!! Aku sudah bilang tadi, kalau aku lagi bicara…” teriak Joo Won.
Ra Im tak mendengarnya dan malah nyegat bus. Joo Won hanya bisa mangap lihat bus itu pergi.
Oska turun kembali dari mobilnya dan mendatangi Joo Won. “Hey, kau sudah lihat foto-fotonya? Apa yang Park Chae Rin katakan? Apakah wartawan tahu tentang ini? Berapa banyak fotonya? Aisshh, hey!!!” teriak Oska karena Joo Won malah gak ngomong apa-apa dan naik ke mobilnya.

Sementara itu Ra Im senang sekali dengan pertemuan tadi. Dia tidak menyangka Oska masih mengingatnya. 

Ra Im duduk dalam bus sambil senyum-senyum menyandarkan kepalanya dijendela. Dia lalu mengeluarkan earphone dan mendengar lagu-lagu Oska. Ra Im teringat sesuatu.
Flashback.
Ra Im berada dilokasi syuting bersama direkturnya Jong Soo. Saat itu setting film berupa korea jaman dulu…kayak jaman kerajaan gitu. Ra Im tampak sedang membantu Jong Soo memakai kostum. Tiba-tiba crew cewek pada berisik sambil teriak-teriak Oska. Rupanya Oska datang ke lokasi syuting. Dan cewek-cewek baik crew maupun figuran langsung berhamburan lari-lari pengen lihat. Ra Im hanya diam ditempat dengan muka sedih. Jong Soo menyuruhnya pergi tapi Ra Im tidak mau.
“Kau penggemar Oska, kan? Bukankah kau pernah syuting film dengannya?” tanya Jong Soo.

“Dia mungkin tidak ingat padaku. Aku bukan aktris utamanya. Aku hanya pemeran pengganti.” jawab Ra Im waktu itu.

Sampai dirumah Ra Im menceritakan pertemuannya dengan Oska pada Ah Young.
“Benarkah?!” seru Ah Young yang saat itu sedang membersihkan wajah didepan cermin.

“Benar!” jawab Ra Im semangat. “Dia mengingatku dengan jelas, bahkan dia mengingat namaku. Daripada mengatakan ‘Kau masih terlihat cantik’, dia malah berkata ‘Kau masih terlihat keren’. Aku sangat menyukainya.” kata Ra Im sambil menopang dagu dan mata menerawang bahagia.
“Itu mengejutkan. Padahal ada begitu banyak gadis cantik disekelilingnya. Apa mungkin dia sedang mabuk?” duga Ah Young.
Ra Im buru-buru protes. “Tidak!” lalu saat menaikan kaki keempat tidur, dia menyadari ada yang hilang. “Oh, kaus kakiku.”
“Kaus kaki? Kau mungkin tidak memakainya ketika keluar. Itu normal di usia kita.”
“Tidak. Pagi ini aku jelas…” kata Ra Im dengan wajah bingung, dia yakin tadi memakai kaus kaki saat keluar rumah.
“Seperti apa dia aslinya? Apa dia tampan?” Ah Young mengalihkan pembicaraan. “Dia punya reputasi buruk. Kata orang dia tidak punya sopan santun.”

“Aku tidak perduli.” jawab Ra Im lalu merebahkan dirinya diatas tempat tidur dan memeluk boneka kucing besar. “Aku juga tidak akan bertemu dia lagi. Besok semua ini hanya akan menjadi seperti sebuah mimpi. Karena itu aku ingin menikmati manisnya hari ini.”


* * *

 
Mobil Joo Won tiba dirumahnya, diikuti mobil Oska dibelakang.
Begitu keluar dari dalam mobil, Oska langsung teriak-teriak ke Joo Won. “Hey, bagaimana bisa kau pergi begitu saja? Apa yang terjadi dengan Park Chae Rin?”
“Jangan bicara padaku karena aku sedang marah.” jawab Joo Won sambil masuk kerumah.
“Kenapa kau marah? Siapa yang seharusnya marah sekarang?”
“Aku bilang aku akan mengantarkannya pulang, tapi dia hanya pergi dengan sombongnya. Aku bahkan bilang akan menutup atap mobil untuknya. Kenapa aku sampai menawarkan dia tumpangan waktu itu? Ah, biarkan saja!” omel Joo Won gara-gara ulah Ra Im tadi hi hi… :P
“Apa yang kau bicarakan? Kau bukan tipe pria yang bisa tertarik pada seorang stuntwoman. Kau sengaja mencoba mengalihkan pembicaraan supaya aku tidak marah, kan? Kau bilang kau akan menceritakan dengan jelas apa yang terjadi dengan Park Chae Rin, kalau aku masuk ke mobil!”
“Dan kau seharusnya tinggal terus didalam mobil. Tapi kau keluar pas ditengahnya.”
“Aku keluar karena dia sudah pergi!” protes Oska.
“Aku tidak bilang kau boleh keluar kalau dia sudah pergi.”
“Kau tidak! Ya, kau tidak bilang itu! Dan karena aku keluar, maka aku harus mati. Kau puas sekarang?”
Mereka sudah tiba diruang utama rumah Joo Won. Tadi mereka debat dari luar rumah sampai kedalam.  

Joo Won menghentikan langkahnya ditengah ruangan dan berbalik menghadap Oska.
“Apa kau memakai kepalamu hanya untuk supaya kelihatan tinggi? Kalau Park Chae Rin benar-benar membuat masalah, kau pikir aku hanya akan berdiri dan melihat  kau berkata, ‘aku akan meniupnya,’ dan hal-hal lain seperti itu yang tidak bisa dibedakan dari gonggongan anjing.” kata Joo Won dengan emosi.
Oska tertawa sebelum berkata “Aku akan membiarkannya.” tapi setelah itu mimiknya berubah serius dan meneriaki Joo Won, “Ah, kau anak kecil! Kau sudah menanganinya! Aku tahu kau akan mengurusnya karena kau iblis…ha ha…”
“Ngomong-ngomong, aku akan membuat kontrak baru. Aku akan lebih memilih mati daripada menjadi fansnya(Chae Rin) hanya untuk memperpanjang kontrakmu.”
“Kau tak bisa melakukan itu! Apa maksudmu menjadi fansnya?”
“Kalau kau tidak suka dengan ideku, cepat katakan. Aku akan memastikan kau mendapat perhatian terbesar sejak debutmu.”

“Kau mengancamku?!” Oska marah dipermainkan Joo Won.
“Seperti yang diharapkan, kau sangat cepat menangkapnya. Besok adalah hari pertama event di department store, datang dan berpakaian yang bagus dan berikan beberapa tanda-tangan untuk fans.”
“Kau pasti bercanda! Apa aku sudah gila?!” teriak Oska, tapi kemudian dia terdiam lalu berkata pada Joo Won dengan hati-hati, “Apa kau…mungkin, membeli foto-fotoku?”

* * *

Esoknya di Departemen Store LOEL milik Joo Won. Tampak banyak sekali fans Oska berebutan sampe desak-desakan ingin mengikuti acara tanda tangan di Atrium hall departement Store. 

Oska dengan kostum hitam, rambut lurus belah tengah dan kacamata hitam, duduk dan sibuk memberikan tanda-tangan pada fansnya. Dari gayanya, Oska kelihatan sangat terpaksa dan agak tersiksa dengan keadaan itu. Soalnya banyak fans yang terlalu bersemangat sampai menarik-narik tangan Oska saat bersalaman.

Dari atas, Joo Won dan GM Park serta beberapa staff direksi datang menyaksikan berlangsungnya acara itu. Saat sibuk mengatasi salah satu fansnya yang bersemangat, tanpa sengaja Oska melihat Joo Won berdiri diatas melihat ke arahnya. 

Oska langsung melepas kacamata dan berdiri sambil komat-komit tanpa suara melemparkan umpatan pada sepupunya. Joo Won hanya membalasnya dengan pandangan angkuh. Oska segera menyadari dimana dia berada dan duduk kembali meneruskan tugasnya sambil melempar senyum pada fansnya yang berkumpul. Joo Won pun tersenyum melihat hal ini.

Siang itu Joo Won makan siang bersama staf direksinya. Mereka makan sambil membicarakan suksesnya acara tanda-tangan tadi. Para staffnya memuji ide sang CEO.
Tapi dasar Joo Won, dia malah membalas pujian itu dengan berkata, “Lalu, saya bisa pulang lebih cepat hari ini tanpa ada yang mengutuk saya dibelakang?”
Semua orang langsung berhenti makan dan memandangnya. Hanya GM Park yang menanggapi santai kalimat Joo Won.
“Anda bisa pulang. Saya pikir anda bisa istirahat sampai Natal.” kata GM Park sambil tersenyum.
Tapi bukan Joo Won kalo dia membalasnya dengan kalimat manis. Dia malah mengembalikan kalimat itu ke GM Park. “Jadi, anda juga akan istirahat sampai Natal, GM Park? Menunggu Santa Claus?” katanya tenang sambil makan.

“Anda pikir saya bisa istirahat karena CEO-nya juga istirahat? Sedangkan saya hanya seorang karyawan yang digaji?”
“Karena anda tidak bisa istirahat seperti saya, jadi anda biasanya istirahat tanpa sepengetahuan saya, kan? Secara diam-diam.” Joo menghentikan makan dan memandang lurus GM Park.
“Yah…saya punya jantung lemah. Namun, untuk merencanakan event ulang tahun department store yang ke 25. Duapuluh empat jam dalam sehari rasanya tidak cukup.”
“Akan sangat bagus kalau anda tidak kerja lembur, tapi karena anda begitu bersemangat, saya menaruh harapan besar pada rencana yang sedang anda kerjakan.” kata Joo Won lalu meneguk minumannya.
“Bukannya anda sudah tahu?” tanya GM Park. “Karena event ini diadakan setiap tahun, kemungkinannya kurang dari yang anda pikirkan. Tentu saja, jika diadakan dengan sensasional dan dengan ide-ide baru, pasti akan lebih baik. Tapi itu hanya akan membuat sakit kepala dan menghabiskan banyak uang. Bukankah akan lebih baik kalau diadakan sama seperti tahun kemarin, anda setuju?”
Semua orang duduk tegak dan tegang menyimak perdebatan terselubung ini. Sekertaris Joo Won malah sampai menelan ludah. Mereka menunggu apa jawaban Joo Won atas pernyataan GM Park barusan. 

Tapi yang ada Joo Won hanya diam memandang GM Park tanpa berkata apa-apa.
Selesai makan, Joo Won jalan dengan Sekertarisnya Kim Sung Woo menyusuri pertokoan dalam departemen store. Joo Won berjalan angkuh dengan punggung tegak dan langkah mantap seperti biasa. Sementara Sekertaris Kim tergopoh-gopoh mengikutinya selangkah dibelakang.
“Anda baik-baik saja?” tanya Sekertaris Kim hati-hati.
“Saya sedang tidak baik-baik saja.” jawab Joo Won dengan emosi yang ditahan. “Saya akan melakukan apapun agar dia dipecat.”
“Apakah anda sudah punya rencana?” tanya Sekertaris Kim lagi.
Joo Won menghentikan langkahnya dan menengok pada Sekertaris Kim sebelum berkata, “Saya akan memberitahu ibu.” kata Joo Won lalu meneruskan langkahnya. Sekertaris Kim tersenyum senang mendengar jawaban Joo Won.
Tak lama kemudian mereka berdua sudah berdiri dilobby menunggu mobil Joo Won. Joo Won sibuk membaca, dan agak jauh dari Joo Won, Sekertaris Kim sibuk menelpon. Tiba-tiba Joo Won mengalihkan pandangannya dari majalah yang dia pegang dan menerawang agak menunduk. Entah dari mana, seketika tampak Gil Ra Im dengan kostum yang dia pakai semalam, berdiri dengan tangan dimasukan kesaku dan padangan kedepan, tepat disebelah Joo Won. 

Agak lama Joo Won membisu kaku dengan posisi seperti itu. Dia baru bergerak saat ada keributan tak jauh dari situ. Oska dikerubutin fansnya saat keluar dari departement store. Joo Won kembali mulai membaca, dan sosok Ra Im perlahan menghilang disampingnya. Rupanya wujud Ra Im barusan hanya bentuk perwujudan dari imaji Joo Won. Barusan Joo Won teringat akan gadis itu. ^__^
Ditengah usahanya menyapa fans, Oska melihat Joo Won. Joo Won melambai ke arahnya sebentar dan masuk kedalam mobil. Oska dengan emosi langsung bergerak menerobos fansnya ingin mendatangi Joo Won. Tapi kerumunan gadis-gadis ABG itu membuatnya tak bisa bergerak. Oska dengan kesal hanya bisa memandangi mobil Joo Won meninggalkan tempat itu.
“Kalau kau punya kesempatan, bakar poster-poster itu!” kata Oska pada asistennya sambil bergerak susah payah menerobos kerumunan fansnya, sembari tetap memasang wajah penuh senyuman. “Dimana Dong Kyu hyung?”
“Dia pergi ketemu dengan sutradara video musik!” jawab asistennya. “Dia mendapatkannya dengan susah payah. Katanya seorang wanita.”
“Wanita? Apa dia cantik?” Oska langsung semangat.

* * *

Manejer Oska, Choi Dong Kyu duduk berhadapan dengan seorang wanita cantik. Wanita itu adalah wanita yang sama, yang waktu itu bertengkar dengan Ra Im dan wanita yang sama, yang dijodohkan dengan Joo Won. Dia, Yoon Seul.
“Kenapa bisa kau….?” desis Dong Kyu dengan wajah shock.
Seul hanya tersenyum manis menanggapinya. “Bukankah produser Kang sudah mengatakan kalau aku adalah sutradara yang sangat bagus? Karena kau terkejut, aku jadi merasa malu. Walaupun aku adalah sutradara video komersial, aku ingin mengembangkan kemampuanku. Biarkan aku menyutradarai videonya.”
“Aku khawatir itu tidak mungkin. Aku tidak yakin denganmu, tapi Woo Young…”
“Aku tahu...”
“Kau tahu…?”

“Aku satu-satunya orang yang bisa mengontrol Choi Woo Young.” kata Seul dengan wajah sumringah penuh percaya diri. “Aku dengar tak ada satupun sutradara yang mau bekerjasama. Bahkan kalaupun ada, siapa yang bisa mengalahkan Woo Young oppa? Waktu pembuatan video pada album ke 6, bukankah kau menghentikan pengerjaannya? Serahkan saja proyek ini padaku. Aku tidak akan mencoba menghidupkan kembali sesuatu dengan Woo Young oppa. Pijaran api di wajan percintaan kami harus diakhiri dengan kembang api, bukan?” Seul lalu meletakan sebuah map didepan Dong Kyu. “Sementara kau membaca naskahnya, aku akan membuat storyboard-nya.”
Dong Kyu memandang Seul curiga. “Kenapa kau melakukan ini?”
“Aku tidak ingin WooYoung mengingatku sebagai cinta pertamanya. Karena kami akan menjadi satu keluarga.”
“Satu keluarga?” ulang Dong Kyu bingung.


* * *

Joo Won berjalan-jalan dihalaman rumahnya yang luas. Saat itu dia sedang berbicara dengan ibunya ditelpon.
“Kencan perjodohan? Tentu aku akan pergi, kenapa tidak? Jam 7 malam. Aku mengerti. Lokasinya ditempat biasa. Oke.” Joo Won lalu mematikan telponnya. (tampaknya dijodohin lagi setelah yang kemaren kacau)
Joo Won mengayunkan langkah dengan tangan dilipat di belakangnya. Tatapannya menerawang sama seperti waktu dilobby tadi. 

Dan sosok Ra Im masih dengan pakaian yang sama muncul disebelahnya…berjalan dengan langkah yang sama dan seirama dengan Joo Won. Saat Joo Won menghentikan langkahnya, Ra Im pun ikut berhenti.
Joo Won bicara pada dirinya sendiri, “ Kenapa aku terus memikirkan wanita itu? Aaahh, berhenti memikirkannya. Berhenti memikirkannya, berhenti memikirkannya. Kim Soo Han Moo, kura-kura dan angsa 180 tahun, Dong Bang Sak, Chichikapo, Sarisarisenta, Woriwori, Seprika, awan Methuselah, angin topan dan dinding …. Kim Soo Han Moo kura-kura dan angsa 180 tahun…” Joo Won mulai mengucapkan kalimat terapinya. (kalimat terapi yang diucapkan Joo Won ini adalah lelucon lama dikorea, tentang sebuah nama panjang yang diberikan pada seorang anak agar panjang umur)

Joo Won kemudian membaca dalam perpustakaan pribadinya. Dia duduk di sofa. Belum lama membaca, matanya menerawang lagi. Perlahan dia menengok kesamping, ada Ra Im disana sedang ikut menyimak buku yang Joo Won pegang, saat tahu Joo Won menatapnya, sosok Ra Im ini balas menatap Joo Won.

“Wow! Ini bisa membuatku gila!” desis Joo Won lalu membanting bukunya kesofa. “Kau setidaknya mengganti pakaianmu! Bajumu sudah berlumuran darah!” tegur Joo Won pada sosok Ra Im. Ra Im bayangan itupun pindah posisi berdiri sambil bersandar pada meja didepan Joo Won. “Aku tidak tahu kenapa aku terus memikirkanmu. Tapi, kau sangat jauh dari tipe wanita idealku. Tipe idealku adalah…” belum juga Joo Won menyebutkannya, sosok Ra Im sudah berpakaian mahal dan seksi, sambil berbaring di meja meniupkan ciuman dan mengedipkan mata pada Joo Won. 

Joo Won mangap, kemudian dia marah-marah. “Aku…kapan aku pernah berfantasi tentang hal ini?! Oke aku pernah, tapi...tapi kau pastinya bukan tipe idealku! Diatas semuanya, kau harus pintar.” Dan sosok Ra Im pun merubah gaya dengan dandanan kayak guru, rambut dicepol, memakai kacamata dan membolak-balik buku. 

Joo Won lalu mengoreksi tipenya, “Dan kau harus dibawah usia 24 tahun.” usai berkata ini, sosok Ra Im berubah ke dandanan ABG, rambut di ikat dua dan dengan gaya serta suara yang cute memanggil Joo Won ‘Oppa’. 

“Kau harus seorang putri dari salah satu pemilik 30 perusahaan terkemuka (dikorea)…” dan sosok Ra Im bertransform ke wanita kaya angkuh dengan jaket bulu mahal. 

Alhasil Joo Won jadi bingung dengan tipe idealnya. Ra Im dengan bermacam-macam tipe berubah-ubah didepannya. Joo Won mengalihkan pandangan dan bersandar di sofa. “Aku benar-benar sudah gila. Kim Soo Han Moo, kura-kura dan angsa 180 tahun, Dong Bang Sak, Chichikapo, Sarisarisenta, Woriwori….wori…wori….Kim Soo Han Moo…” Joo Won akhirnya mondar-mandir stress diperpustakaannya sambil berulang-ulang mengucapkan kalimat terapinya. Dan sosok Ra Im beneran hilang.

Joo Won lalu main kerumah Oska. (tempat tinggal Oska dan Joo Won dekat, bahkan kalau tidak salah nyambung.) Joo Won membawakan Oska minuman kaleng. Saat Joo Won datang, Oska sedang rebahan sambil telungkup disofa.
“Kerja yang bagus pada sesi tanda-tangan.” sapa Joo Won. Oska ngambek dan membelakangi Joo Won. “Mungkin, kau masih marah?” tak ada jawaban, Oska masih bungkam. “Baiklah. Aku akan pergi. Tapi kau tahu…itu…wanita yang bertemu kita didekat rumah sakit tempat Ji Hyun.” kata Joo Won lagi.
Oska menengok. “Gil Ra Im? Kenapa dengannya?” tanya Oska.
“Mungkin, kau punya nomor telponnya?”

Oska langsung bangkit dan duduk. “Memang kenapa kalau aku tahu?”
“Kau tahu atau tidak?” desak Joo Won.
“Tentu saja aku tidak tahu, aku hanya bertemu dengannya sekali dulu!” omel Oska lalu kembali rebahan.
“Kalau kau tidak tahu, seharusnya kau bilang dari awal!” Joo Won marah dan mengambil kembali minuman kaleng yang dia bawa. Tapi kemudian dia terpikir sesuatu, “Ah! Kalau begitu, bisakah kau memberiku nomor telpon Chae Rin?”
“Kenapa kau ingin nomor telpon Chae Rin?!” teriak Oska, lalu kaget dan bangkit duduk lagi. “Apa kau benar-benar berpikir ingin membeli foto-foto itu?” tanya Oska sambil nyengir.

* * *

Hari itu juga, Joo Won telah duduk berhadapan semeja dengan Park Chae Rin disebuah restorant mahal. Joo Won duduk memandangi Chae Rin lurus, dan Chae Rin sok malu-malu menyeruput minuman sambil liat kiri kanannya.
“Bisakah kau minum kopimu lebih cepat? Aku hanya ingin mendapatkan nomor telepon dan akan segera pergi.” kata Joo Won tidak sabar.
Chae Rin menghentikan minumnya. “Ahh, kau pasti sangat sibuk. Berikan telponmu, aku akan memasukan nomornya. Sebenarnya, aku hampir mati karena kau menelpon ke kantor, bosku benar-benar tidak senang, kau tahu? Berikan telponmu.” kata Chae Rin sambil mengulurkan tangannya.
“Aku tidak membicarakan nomor telponmu. Aku membicarakan seorang wanita yang memakai pakaian yang sama denganmu waktu itu.”
“Apa?” senyum Chae Rin hilang.
“Wanita itu...dia ber-aksi seperti pria. Saat dia sedih, dia terlihat cantik dan saat dia memandangmu lurus, matanya berkilau. Wanita yang telah membuatku terus memikirkannya, adalah stuntwoman-mu. Kau tidak tahu nomor telponnya?”

Chae Rin jelas terlihat kecewa. “Apa itu sebabnya kau meminta untuk bertemu denganku?” dia bertanya dengan senyum yang dipaksakan.
“Lalu kau pikir kenapa aku meminta bertemu? Aku tak bisa menemukan wanita itu di internet dan tidak sopan kalau aku mempekerjakan orang untuk cari tahu. Kau tampaknya adalah cara tercepat.”
“Baik! Lalu apa imbalanku?” tanya Chae Rin, dia tetap gak mau rugi.
“Jika ada seseorang yang ingin kau temui tapi tak bisa kau temukan, aku akan mengatakan padamu dimana orangnya. Misalnya, seperti seseorang yang tidak menjawab telponmu. Oska.”
Chae Rin setuju. Yak, Oska diumpanin….ha ha…


* * *

Setelah mendapat nomor telpon Ra Im. Joo Won mondar-mandir gelisah dihalaman luas rumahnya dengan secarik kertas ditangannya (plus tracksuit bling-bling biru andalannya). Sesekali dia hanya memandangi angka-angka yang tertera dikertas itu. Akhirnya dia memutuskan menghubungi Ra Im.
“Miss Gil Ra Im?” tanya Joo Won begitu ada yang menjawab telpon.

“Ya. Siapa ini?” tanya Ra Im sambil menjepit telponnya diantara kepala dan bahu. Tampaknya Ra Im lagi sibuk jadi tidak bisa memegang telpon.
“Kau tidak ingat suaraku? Ini bukan jenis suara yang mudah dilupakan.” (-__-)!
“Siapa ini?” tanya Ra Im lagi. Saat ini ia terlihat sedang meletak-letakkan kertas berjejer di atas meja. Suasana ditempatnya kelihatan ramai dengan pekerja yang sibuk mengatur ruangan.
“Aku yang membawamu ke hotel dan, walaupun aku bukan tipe orang yang perduli dengan orang lain, aku bahkan membawamu ke rumah sakit. Dan saat kau mau pulang kerumah, aku berusaha keras untuk memberimu tumpangan.” jelas Joo Won.
Ra Im langsung terlihat kesal setelah tahu dengan siapa dia bicara. “Kenapa kau menelponku?”
“Aku ingin mengajakmu ketemuan.” jawab Joo Won enteng.
“Aku? Kenapa?”
“Daripada bertanya kenapa, tidak bisakah kau bertemu denganku saja dulu?”
“Tidak, aku tidak bisa.” tolak Ra Im lalu mematikan sambungan telpon.
“Hallo…Hallo?” Joo Won mendengus sambil memandang telponnya. “Kenapa dia selalu begitu tak bisa diprediksi?” Joo Won kemudian mencoba kembali menghubungi Ra Im, tapi yang ada hanya jawaban ‘nomor yang anda tuju sedang tidak aktif’. “Ah, benar-benar!” omel Joo Won.

* * *


Disekolah aksi sedang diadakan audisi penerimaan stuntman baru. Ra Im, Sutradara action Im Jong Soo, Jung Hwan dan seorang senior, duduk dimeja menjadi jurinya. Sementara senior yang lainnya berdiri berbaris dibelakang para juri menyaksikan jalannya audisi. Para peserta audisi dengan semangat memperlihatkan kebolehan mereka dalam hal action, baik itu ilmu bela diri ataupun ketangkasan tubuh. Para juri dan senior bersorak dan tepuk tangan kalau ada peserta yang sangat berbakat. Tapi kadang mereka tertawa geli sampai terpingkal-pingkal kalau ada peserta yang ngaco. Misalnya, ada peserta yang memperlihatkan ketangkasannya mengiris bawang, joget-joget ala bencong, nyanyi, ngerap (yang ini saking semangatnya sampai jatuh),  bahkan ada yang udah kayak senam SKJ.
Saat peserta audisi masih dalam antrian yang panjang, mobil sport putih dengan atap terbuka terlihat memasuki tempat itu. Joo Won turun dari mobilnya dengan tracksuit bling-bling birunya dan berjalan lurus melewati antrian sampai kepintu masuk. Pakaiannya jelas menjadi pusat perhatian disana.
“Apakah Miss Gil Ra Im…apakah Miss Gil Ra Im ada?” Joo Won coba bertanya pada seorang pria yang mengawasi antrian (kayaknya itu teman senior Ra Im).
“Apakah kau mendapatkan kedua matamu dengan harga satu mata?(maksudnya apakah mata Joo Won gak fungsi karena dibeli murah…ha ha) Kau tidak liat orang lain antri?” kata pria itu galak.
“Aku bukan orang yang antri. Jadi, panggilkan Miss Gil Ra Im kel…” kata Joo Won lagi.
“Orang yang tidak mau antri adalah orang yang brengsek.” pria itu tidak mau mendengar penjelasan Joo Won. “Kalau kau ingin ketemu Gil Ra Im, kembali keantrian!”
“Dengar…Gil Ra Im…” Joo Won tidak jadi meneruskan kalimatnya karena para peserta audisi yang antri mulai bersuara tidak senang karena mengira Joo Won ingin menyelak antrian.

Akhirnya mau tidak mau Joo Won pun ikut antri dan berdiri paling belakang. Dari luar terlihat Ra Im sedang antusias menyimak kebolehan para peserta audisi sambil sesekali tersenyum, bahkan kadang tertawa lepas. Berbagai ekspresi Ra Im tampak sangat menarik perhatian Joo Won yang memandangnya dari balik kaca tanpa berkedip.

“Itu dia.” kata Joo Won dalam hati (di iringi ost. That Man). “Tapi, wanita itu…bukan wanita yang sama…yang menerobos kepikiranku dan terus menyakiti harga diriku. Wanita yang saat ini duduk didepanku, dibandingkan dengan wanita yang berlari-lari dalam pikiranku, jauh lebih…keren.”
Tiba giliran Joo Won menghadap para juri. 

Mata Ra Im terbelalak melihat pria itu muncul dihadapannya, sebagai peserta audisi…he he. Joo Won berdiri tegak dengan kedua tangan terselip disaku dan membalas pandangan Ra Im. Jong Soo pun memandang Joo Won dengan pandangan tak senang (kayaknya nih masih terusan waktu kejadian dirumah sakit itu).
“Kau tidak punya resume (CV).” kata Jong Soo.
Joo Won hanya mengangkat kedua bahunya dan berkata, “Ini disebut pertimbangan. Karena kau mungkin bisa shock kalau melihatnya.” jawab Joo Won angkuh seperti biasa.
Ra Im mendengus sebal melihatnya.
“Lalu kenapa kau berdiri disitu kalau kau tidak punya resume?” tanya Jong Soo lagi.
“Karena wanita yang duduk disebelahmu. Dia tidak mau bertemu denganku walaupun aku memintanya.” kata Joo Won lagi, lalu bicara pada Ra Im. “Apa lenganmu baik-baik saja? Apa kau mendapat perawatan lebih lanjut?” 

Pertanyaan Joo Won menimbulkan efek penasaran pada senior Ra Im yang ada disitu. Mereka kompakan langsung melirik Ra Im pengen melihat reaksinya. Tapi Jong Soo tidak, matanya semakin tajam terarah ke Joo Won.
“Kalau kau kesini bukan untuk audisi….” Ra Im mulai ngomel tapi kalimatnya langsung disela Joo Won.
“Apa kau sibuk setelah ini? Ada sesuatu yang ingin aku katakan padamu.” kata Joo Won tak perduli dengan wajah Ra Im yang sudah terlihat kesal.
“Kalau kau kesini bukan untuk audisi …” ulang Ra Im.
“Kalau begitu jadikan ini wawancara…” sela Joo Won lagi. “Apa yang harus aku lakukan?”
Dan Jung Hwan mengambil alih perdebatan ini. “Apa bakat spesialmu?” tanyanya.
“Aku pandai menghasilkan uang.” jawab Joo Won pede.
Para senior langsung berisik. “Ahhh…itu bagus, hebat!.”
“Bagus kalau bisa menghasilkan uang dengan baik, tapi daripada sesuatu yang tidak dapat kita lihat, adakah sesuatu yang bisa kau tunjukan pada kami sekarang?(berupa pertunjukan aksi maksudnya)” kata Jung Hwan lagi.
Joo Won lalu membuka saku jaketnya dan mengeluarkan dompetnya. Dia lalu mengulurkan dompet itu ke arah juri.
“Aku punya uang banyak. Dan sekedar informasi, hobiku adalah menghabiskan uang.” jawab Joo Won mantap. (Ha ha kacau…)
Semua senior kembali bersorak, malah ada yang tepuk tangan. Dan salah satu senior yang menjadi juri langsung berseru ‘lulus’ pada Joo Won. 

Joo Won hanya tersenyum dan mengangkat bahu kearah Ra Im. Ra Im membalasnya dengan tatapan kesal tingkat tinggi. Joo Won kemudian adu mata dengan Jong Soo. Yah, sepertinya Joo Won diterima disekolah aksi.

Ra Im mengejar Jong Soo saat balik ke ruangannya. Dia menjelaskan tentang masalah Joo Won.
“Dia salah membawaku yang dikiranya Park Chae Rin, jadi ada sedikit kejadian. Dan seperti yang kau lihat waktu itu, dia akhirnya membawaku ke rumah sakit.” cerita Ra Im.
“Aku mengerti.” jawab Jong Soo dengan pandangan lembut.
“Tak ada apa-apa, jadi tolong jangan salah paham.” Ra Im masih merasa kurang puas dengan tanggapan Jong Soo.
“Aku tidak salah paham.” jawab Jong Soo lagi, kali ini tanpa mengangkat kepalanya dari naskah yang sedang dia baca.
“Aku sudah mengira dia orang aneh dari pertama ketemu. Aku masih tidak mengerti kenapa dia datang kesini dan buat masalah…” cerocos Ra Im.
“Gil Ra Im.” Jong Soo mengangkat wajahnya melihat Ra Im.
“Ya.” Ra Im menghentikan ocehannya.
“Dia sama sekali bukan orang yang aneh. Dia seorang pria. Dan kau seorang wanita cantik yang hebat.” Jong Soo memperjelas masalah sebenarnya antara Joo Won dan Ra Im.
Ra Im hanya bisa bengong mendengarnya.

Sementara itu ditempat audisi tadi, Joo Won masih dikerubutin rekan-rekan senior Ra Im.
“Joo Won, Joo Won yang kaya , sejauh mana latar belakang pendidikanmu? Itu hanya pertanyaan standard, jadi jangan terlalu tertekan.” Jung Hwan masih melakukan interview pada Joo Won.
“Colombia University in the city of New York.” jawab Joo Won dengan English yang baik.
Para senior langsung saling menengok sambil menyebut ‘Colombia’.
Jung Hwan kembali bersuara, “Oh…tentu saja aku tahu tempat itu…aku mengetahuinya dengan sangat baik. Kau tahu kan, negara yang menghasilkan banyak kopi…” kata Jung Hwan sok tahu dan yang lain langsung merespon tanda ngerti.
“Bukan disana…” ujar Joo Won. Telponnya kemudian berbunyi. “Excuse me…” kata Joo Won lagi-lagi dengan English yang baik dan membuka message di handphonenya. Ada pesan dari ibunya yang mengingatkannya agar jangan lupa pada kencan perjodohannya hari itu.
Ra Im kemudian muncul disitu dengan wajah penuh kemarahan.
“Ikut aku keluar.” kata Ra Im dengan nada memerintah.
Joo Won bingung sebentar tak yakin kalau orang yang dimaksud Ra Im adalah dirinya. Ra Im mengajaknya ketaman yang ada diluar gedung sekolah aksi.

“Ada apa denganmu?” seru Ra Im tanpa basa-basi.
“Apa maksudmu?” Joo Won balas bertanya.
“Orang seperti apa kau? Apakah aku terlihat mudah dimanfaatkan? Atau apakah kau punya dendam denganku?!”
Joo Won tersenyum mendengar omelan Ra Im. “Apakah hanya orang yang punya dendam denganmu yang akan datang mencarimu?” tanya Joo Won dengan nada pengen ketawa.
“Kau tertawa? Kau pikir aku belum pernah melihat orang brengsek sepertimu sebelumnya?” Ra Im marah.
“Apa? Nom(brengsek)? Bukan mohm(badan) tapi brengsek?” (deeh Jo Won…kayaknya emang sebelas duabelas sama Gu Jun Pyo)
“Kau tak bisa diam? Kau punya banyak uang? Kau menghasilkan banyak uang? Apa kau sendiri yang menghasilkannya? Bukankah Oska yang menghasilkannya?”
“Ya tentu saja, Oska menghasilkan uang juga. Tapi aku punya banyak uang walaupun aku tidak kerja.”
“Aku bilang diam! Apakah pekerjaan kami terlihat konyol dimatamu? Seorang gelandangan pengangguran sepertimu?”
“Gelandangan pengangguran?” Joo Won bingung, tapi lalu tertawa. “Aku harap seperti itu. Itu akan menjadi mimpi yang menjadi nyata. Tapi walaupun aku hanya bermain dan tidak bekerja, semua yang keluar dari mulutku adalah ide-ide yang bagus dan…”
Ra Im memotong omongan Joo Won, “Heyyy, kenapa kau selalu keluar dari topik pembicaraan? Kau sangat menjengkelkan. Apa sebenarnya alasanmu datang kesini ketempat kerjaku dan mempermalukanku?”
“Wow…bagaimana bisa seorang wanita bicara seperti itu? ‘Kenapa kau datang ketempat kerjaku dan membuatku merasa malu?’ itu lebih baik. Bukankah terdengar lebih manis? Kau memperlakukan aku seperti ini karena kau tidak tahu siapa aku, tapi aku bukan orang yang harus kau teriaki.”
“Apa yang….?” Ra Im capek mendengarkan omongan-omongan ngawur Joo Won. “Kau tak mau secepatnya katakan padaku kenapa kau ada disini?”

“Aku kan sudah bilang tadi, itu karena kau .” jawab Joo Won polos.(hi hi)
“Jadi kenapa kau datang kesini karena aku?”
“Itulah bagian yang membuatku bingung juga.” Joo Won terdiam sebentar, kemudian melanjutkan, “Bahkan kalau aku bilang, pasti aku hanya akan dikatai orang gila. Untuk hari ini, anggaplah aku datang untuk mendapatkan biaya rumah sakitmu.”
“Apa?” Ra Im bingung.
“Luka yang kau alami…akulah yang membayar biaya pengobatannya. Kau hanya pergi dalam gendongan sutradara Im, atau siapapun dia. Aku tidak menerima tanda terima kasih, ataupun hanya sekedar ucapan.’” jelas Joo Won.
Ra Im jadi tidak enak dan memelankan suaranya. “Berapa?” tanya Ra Im tapi Joo Won tak menjawab, dia hanya terus menatap wajah Ra Im tak berkedip. Ra Im terpaksa mengulanginya, “Berapa biayanya?”
“Kau biasanya ada disini kalau tidak syuting? Apa aku bisa bertemu denganmu kalau aku datang kesini?” bukannya menjawab pertanyaan Ra Im, Joo Won malah balik bertanya sesuatu yang gak ada sangkut-pautnya.
“Kau pikir aku akan selalu ada disini jadi kau bisa melihatku? Katakan berapa biayanya. Kau tidak mau uang?” desak Ra Im.
“Karena inilah kenapa aku terus memikirkanmu.” kata Joo Won lembut.
“Apa?”
“Sebelum dan bahkan sekarang…apa yang membuatmu terlihat seperti wanita aneh adalah, bagaimana kau telihat cantik saat kau marah.”

Ra Im tak tahan lagi dengan perkataan dan tingkah laku Joo Won. Dia menghembuskan nafas kesal sambil melengos. Tiba-tiba Joo Won mengulurkan tangan dan menarik cardigan yang menutupi lengan Ra Im.
“Apa yang kau lakukan?!” seru Ra Im marah lalu manaikan lagi cardigannya. Tapi Joo Won tetap memaksa dan menarik tangan Ra Im yang kuat menahan cardigannya. “Kau tidak mau melepaskanku?!” teriak Ra Im.
“Aku ingin memeriksa sudah sejauh mana lukamu sembuh. Kalau kau mengatakannya padaku dari tadi, aku tidak perlu melakukan ini.” Joo Won menjawab teriakan Ra Im dengan kalimat lembut dan perlahan menurunkan cardigan Ra Im.

Kalimat lembut Joo Won ngefek pada emosi Ra Im. Dia tak menolak, bahkan tak marah saat Joo Won menurunkan cardigan pada lengannya. Joo Won menunduk mendekatkan wajahnya untuk melihat jelas luka Ra Im. Dan selama pengamatan Joo Won berlangsung, Ra Im tak bisa mengalihkan pandangannya dari wajah Joo Won. (Yaaayyy) (Ost.time….kali ini ‘that woman’, ceritanya dari sudut pandang Ra Im)
“Lukanya meninggalkan bekas. Aku rasa kau tidak akan bisa ikut Miss Korea.” komen Joo Won setelah memeriksa luka dan perlahan kembali merapikan pakaian Ra Im. Sampai disini pun Ra Im masih terus bengong ngeliatin Joo Won…ha ha. “Itu saja untuk hari ini, aku akan pergi. Aku lupa kalau aku punya pertemuan penting hari ini. Aku tidak akan membiarkan bekas luka itu. Datanglah kerumah sakit yang kita datangi sebelumnya dan telpon terlebih dahulu.” kata Joo Won lalu pergi meninggalkan Ra Im yang masih terus bengong. Dia berdiri kaku memandangi sedih punggung Joo Won. (sedih?)



* * *

Joo Won kembali mendatangi gallery seni untuk kencan perjodohan. Dia berjalan tegak dan cool memasuki gallery. Joo Won teringat keterangan dari ibunya tentang wanita yang akan dia jumpai kali ini.
‘Kakeknya dari sebelah ibu adalah presiden dari perusahaan pembuatan kapal Dae Han. Dan pamannya dari sebelah ibu adalah dekan di Universitas Myung Sung. Dan dia mendapatkan gelar Master-nya di Amerika.’
Tapi ternyata yang Joo Won temui adalah gadis yang sama dengan yang sebelumnya, Yoon Seul.
“Bisa kau jelaskan apa yang terjadi disini?” tanya Joo Won.

Yoon Seul dengan ceria menjawab, “Yang kemaren adalah dari sisi ayahku, dan kali ini adalah dari sisi ibuku. Itu karena aku ingin bertemu dengan Kim Joo Won-ssi lagi. Dan karena kau sudah tahu bagaimana caraku berjalan, aroma parfumku, dan lain-lain saat kemarin itu…jadi kenapa kita tidak duduk saja?” kata Seul lalu duduk.
Joo Won pun ikut duduk. “Kau tidak seharusnya melakukan ini. Berikutnya, apa kau akan datang melalui sisi pamanmu?” Joo Won bertanya dan Seul hanya tersenyum. “Aku masih percaya bahwa perjodohan yang tidak membuang-buang waktu dan emosi adalah yang terbaik.” kata Joo Won lagi.
“Aku tahu. Jadi aku berpikir, berpikir dan berpikir kembali. Kesimpulanku adalah…aku adalah orang yang percaya pada takdir cinta. Karena itu aku tidak percaya pada perjodohan.”
“Jadi?”
“Jadi…setelah aku memikirkannya…aku menyadari bahwa aku telah menemukan orang yang menjadi takdirku. Orang itu adalah kau.” Seul berkata dan mengakhirinya dengan senyum malu-malu ala putri-putri bangsawan yang lugu.
“Maaf, bagaimana kalau kau memikirkan lagi hal ini. Dan aku akan dengan berani menghadapi takdirku yang tidak menyenangkan yang baru saja datang entah dari mana. Izinkan aku permisi sekali lagi.” Joo Won lalu bangkit berdiri.
“Apa kau tidak pernah jatuh cinta pada pandangan pertama?” seru Seul menghentikan Joo Won. “Kalau pernah. Kau pasti tahu…kenapa aku-“
Tapi Joo Won memotong kalimat Seul. “Walaupun kau tidak terlihat pintar, kau bukan tipe yang bisa dikendalikan pria. Kalau ada laki-laki yang berkata bahwa dia jatuh cinta padamu pada pandangan pertama, pukul dia. Itu hanya cara lain dia mengatakan ingin mengajakmu ke tempat tidur.” Jelas Joo Won lalu meninggalkan tempat itu.
Seul hanya bisa bersuara kesal dan diam ditempatnya. Dia lalu sejenak memikirkan kalimat Joo Won tadi. “Selalu ada pengecualian. Kim Joo Won-ssi, kau sama seperti Hyung-mu.” Seul bicara sendiri.
Tak berlama-lama, Seul pun meninggalkan gallery. Dia berbicara ditelpon dengan temannya, sembari melangkah kearah pintu keluar.
“Ya, versi wanita modernku mungkin tidak selalu bekerja, tapi tak ada satu priapun yang tidak jatuh pada versi Harlequin-ku. Belum, pria ini…” Seul menghentikan kalimatnya saat dia berpapasan dengan seseorang.

Suasana sekitar langsung berisik dengan orang-orang yang menyerukan nama Oska. Langkah Seul bertemu dengan langkah Oska. 

Oska memandangnya tajam. Seul terlihat kaget dan mematikan telponnya.
“Sudah terlambat untuk menghindari satu sama lain, bukan?” sapa Seul lalu tersenyum manis. “Apa kau kurusan?” tanya Seul basa-basi sambil memeriksa dandanannya dilayar handphone. “Kalau aku tahu kita akan bertemu seperti ini, aku akan dandan lebih cantik tadi.”
Tiba-tiba ada orang yang menggotong sofa melewati tempat itu dan hampir mengenai Oska kalau saja Seul tidak keburu menariknya.
“Kau tidak seharusnya berdiri didepan pintu. Kau akan menghalangi orang yang lewat.” kata Seul sembari masih menggandeng erat lengan Oska.
Oska tak berkata apa-apa, hanya terus memandangi lengan Seul yang menggandeng lengannya dan menatap wajah Seul yang terus berceloteh dengan ceria.
“Oppa, kau seperti anak kecil.” kata seul lagi.
“Aku pikir kau sedang berada di Amerika.” Oska akhirnya bersuara.
Seul tak menjawab, dia segera melepaskan Oska. Saat itu seorang wanita datang lari-lari menemui Oska. Tampaknya seorang jurnalis dari sebuah majalah.
“Selamat melakukan wawancara. Kita akan bertemu lagi nanti. Kita bisa ngobrol lagi.” pamit Seul sambil mengenakan kacamata hitam dan berjalan pergi dengan anggun.
Oska memandangi Seul sampai gadis itu keluar melewati pintu. Mata Oska penuh kesedihan. Dia bahkan perlu menarik nafas dan menghembuskannya berat. Melihat hal itu, si wanita jurnalis mengatakan dia bisa menunggu kalau Oska masih mau berbicara dengan Seul.
Tapi Oska berkata dengan wajah yang tiba-tiba sumringah, “Tidak, tidak apa-apa. Kau tidak seharusnya menolak wanita yang datang ataupun yang pergi meninggalkanmu. Kau harus bersyukur untuk orang yang datang padamu dan lebih bersyukur lagi untuk orang yang meninggalkanmu.” ujar Oska dengan gaya flamboyannya.
Dan tanpa sepengetahuan Oska, diluar…Seul belum meninggalkan tempat itu. Dia bersandar pada dinding luar dekat pintu dan mendengarkan kalimat Oska pada si wanita jurnalis. Wajah Seul tampak sedih dan matanya berair.

* * *

Malamnya dikediaman Joo Won. Joo Won duduk dilantai kayu depan rumahnya dengan kaki yang terjuntai ke kolam. Joo Won sedang bicara dengan ibunya ditelpon mengenai hasil kencan buta tadi.
“Kapan aku menolak datang ke kencan perjodohan? Hanya saja tidak dengan wanita yang sibuk bicara tentang takdir dan bukan takdir, tapi wanita yang bisa menjadi ibu dan isteri yang baik. Wajahnya? Ibu, kau masih perlu tanya ini? Tentu saja, dia harus cantik. Dengan gaya potongan rambut pendek, berkulit gelap dan dia tidak banyak senyum….” Joo Won menghentikan kalimatnya dan perlahan menengok ke samping. 
Disana, sosok Ra Im kembali muncul. Saat ini sosok itu duduk disebelah Joo Won dengan kaki yang sama menjuntai ke kolam, tapi sudah dengan kostum yang dia pakai waktu audisi tadi. Dia mengayun-ayunkan kakinya dan pandangan matanya lurus kedepan. Joo Won kembali bicara pada ibunya, tapi kali ini dengan mata yang terus memandangi sosok Ra Im disebelahnya. “Seseorang yang mudah marah…dengan mata yang tampak sedih…seseorang yang tidak bisa ikut Miss Korea karena bekas luka pisau. Apakah aku gila? Ibu…aku hanya mengatakannya. Bahkan kalau aku jadi gila beneran, bisakah kau tetap memberikan warisanku?” tiba-tiba terdengar nada disconnect pada telpon. “Hallo? Ibu?” seru Joo Won, tapi ibunya sudah mematikan telpon. Joo Won lalu menoleh pada sosok Ra Im dan berseru kesal, “Ini semua karena kau! Apa kau mau tanggung jawab kalau aku tidak punya uang?!”
Ajaibnya, sosok Ra Im pun menoleh dan bicara pada Joo Won. “Pria ini seperti gangster, dia memintaku bertanggung jawab. Tanggung jawab apa? ”

Joo Won langsung shock dengan wajah tak karuan. “Wuaahh…dia bahkan bisa menjawabku sekarang?” teriaknya, dan Ra Im membalasnya dengan tersenyum. Joo Won tambah stress dan memukul-mukul kepalanya. “Ini semua hanya imajinasi. Hanya imajinasi. Kapan wanita itu tersenyum? Aku benar-benar akan jadi gila!” ocehnya. Joo Won lalu berdiri dan jalan kesana kemari sambil komat-kamit. Yak, saatnya baca mantera teraphy. “Kim Soo Han Moo, kura-kura dan bangau 180 tahun, Dong Bang Sak, Chichikapo, Sarisarisenta, Woriwori, Seprika……..Kim Soo Han Moo….” seru Joo Won berulang-ulang dengan stress dan putus asa. ( ha ha ha)



* * *

Ra Im membuka jaketnya didepan lokernya di sekolah aksi. 

Tapi saat dia melihat lukanya, dia teringat peristiwa dengan Joo Won kemarin, begitupun kata-kata Joo Won mengenai lukanya.
‘Aku ingin memeriksa sudah sejauh mana lukamu sembuh…Lukanya meninggalkan bekas. Aku rasa kau tidak akan bisa ikut Miss Korea.’
Lamunan Ra Im di interupsi oleh panggilan seniornya untuk latihan.
Hari ini Ra Im berlatih pedang melawan Jong Soo dan senior yang lain. Jadi anggap saja Ra Im bertempur melawan banyak pria. Namun ditengah-tengah serunya latihan, Ra Im kembali teringat kata-kata Joo Won.
‘Miss Gil Ra Im… apa yang membuatmu terlihat seperti wanita aneh adalah, bagaimana kau telihat cantik saat kau marah.’

Karena melamun, pertahanan Ra Im jadi goyah. Jong Soo memukul pedang kayu Ra Im sampai mental dan Ra Im terdorong hingga terduduk dilantai.
“Kau tidak memperhatikan?!” omel Jong Soo. “Kau tinggalkan konsentrasimu dimana?!”

Ra Im dengan lemas berdiri dan minta maaf. Para seniornya yang berlatih sama-sama langsung mengerubutinya.
“Apa karena luka dilenganmu?” tanya Jong Soo masih dengan nada marah.
“Tidak.” jawab Ra Im.
“Kalau tidak, lalu kenapa kau seperti ini? Apa kau bisa syuting dengan keadaan seperti ini?”
“Apakah aku bisa syuting lagi?!” seru Ra Im kaget dengan mata penuh harap terbelalak ke arah Jong Soo.
“Bagaimana kau bisa melakukannya dinegara ini? Mulai sekarang, Gil Ra Im bertanggung jawab atas pelatihan siswa baru selama enam bulan.” Jong Soo memberikan vonis.
“Sutradara!” Ra Im mengiba.
“Kau tidak diijinkan datang ketempat syuting mulai sekarang. Istirahat ini kau gunakan untuk latihan aksi mobil.” kata Jong Soo lagi lalu melemparkan pedang kayu ke lantai dan  pergi. Ra Im memanggil-manggilnya memohon, tapi tak digubris.

Ra Im sangat kecewa dengan keputusan Jong Soo. Dia keluar dan duduk ditaman. Jung Hwan datang untuk menghiburnya sambil bawa minuman kaleng.
“Lihatlah sisi baiknya, kau harus mengambil kesempatan ini untuk istirahat, kalau tidak kau tak akan pernah bisa istirahat.” hibur Jung Hwan. Kemudian dia terpikir sesuatu, “Ah, tapi anak itu belum muncul hari ini. Anak yang mengatakan dia pandai menghasilkan uang. Aku suka dia, dia punya refleks yang baik.”

Mimik Ra Im langsung berubah kesal. “Bagaimana kau tahu dia punya refleks yang baik?” tanyanya.
“Tidakkah kau lihat bagaimana cara dia berbicara? Sangat cepat.” kata Jung Hwan lagi, Ra Im mendengus mendengarnya. Jung Hwan terpikir sesuatu lagi, dan bertanya, “Apa kau…sengaja, membawanya keluar kemarin untuk dipukuli?”
“Memangnya aku gangster?” protes Ra Im sambil mendelik pada Jung Hwan, “Dia memang tertarik dengan sekolah aksi dari awal.”
Jung Hwan tersenyum lalu ngangguk-ngangguk. “Benar, dia sudah tertarik padamu.” katanya.
“Bukan seperti itu!” Ra Im protes lagi.
“Kau protes sedikit berlebihan sekarang.”
“Oh seriuslah, kenapa kau bertindak seperti ini?”
“Aku akan berhenti, tapi berikan handphone-mu.” Jung Hwan menunduk menahan ketawa.
“Handphone-ku?”
“Aku tidak membawa handphoneku. Ayolah cepat berikan.” kata Jung Hwan sambil mengulurkan tangannya ke Ra Im.
Ra Im mengambil handphonenya dari saku jaket dan memberikannya ke Jung Hwan. Jung Hwan langsung mengutak-ngutik handphone Ra Im dengan wajah penuh niat terselubung.
“Ah Young, Jung Hwan-senior, mesin cuci, Shin PD, 010, dan lain-lain…” Jung Hwan membaca nama-nama yang ada didaftar kontak handphone Ra Im. “Hidupmu benar-benar…” Jung Hwan melirik sebentar ke Ra Im yang sedang cemberut. Kemudian dia melihat sebuah nomor tak bernama di daftar kontak. “6159 ini, apakah dia si ‘aku menghasilkan banyak uang’, benarkan?” Jung Hwan bertanya sembari memencet tombol call pada nomor tersebut.
Ra Im langsung mendapat firasat buruk. “Apa yang kau lakukan? Jangan lakukan itu, senior! Berikan padaku!” teriak Ra Im panik sambil berusaha merebut handphonenya, yang mengindikasikan bahwa nomor itu beneran nomor telpon si ‘aku menghasilkan banyak uang’.
Jung Hwan menghindar dari gapaian Ra Im sambil mengangkat handphone tinggi-tinggi.
“Kembalikan padaku cepat! Apa yang kau lakukan?!” teriak Ra Im berusaha menggapai handphonenya.

Sementara itu, Joo Won sedang berada ditengah rapat direksi. Joo Won , GM Park dan para staff direksi duduk mengitari meja besar.
“Bagaimana dengan VVIP lounge?” tanya Joo Won dengan wajah serius pada sekertarisnya yang berdiri disampingnya.
“Tak ada yang serius. Karyawan yang bertugas disana membiarkan seseorang yang bukan member masuk.” jawab Sekertaris Kim hati-hati.
Joo Won langsung mendongak pada Sekertaris Kim. “Karyawan itu seorang wanita, kan? Kau pacaran dengannya?” tanya Joo Won.
“Apa?” Sekertaris Kim kaget dan memandang sekeliling, karena semua mata saat ini terarah padanya. “Ah, apa….apa….yang anda bicarakan?” bantahnya.
“Lalu kenapa kau membuang-buang waktuku dengan sesuatu yang begitu jelas? Hanya karena aku tidak berteriak akhir-akhir ini, kau pikir aku sudah menjadi orang yang lembut? Pecat dia. Selanjutnya…?!” kata Joo Won dengan wajah cool seperti biasa.
Handphone Joo Won bunyi, tapi Joo Won terlihat tak menggubrisnya.
“Maafkan saya, tapi…menurut pendapat saya, dia sudah bekerja keras lima tahun ini.” Sekertaris Kim pun terus bicara tanpa memperdulikan bunyi handphone Joo Won. “Daripada membuat keputusan tergesa-gesa…pertama, handphone anda berbunyi.” katanya lalu mengambilkan ponsel di meja dan memberikannya pada sang pemilik.(padahal saat itu Joo Won duduk pas didepan handphonenya, deehh Sekertaris Kim pengen ngebujuk atasannya)
Joo Won lalu menerima handphonenya dan langsung kaget saat melihat nama penelpon yang tertera di layar handphone.
“Ohh…ini nyata, kan? Ini benar-benar berbunyi, kan? Apa yang aku lihat ini benar-benar terjadi, kan? Aku tidak sedang bermimpi, kan?” Joo Won malah ngoceh gak jelas bukannya jawab telpon.
Semua orang jadi memandanginya bingung.
“Sepertinya itu benar-benar berbunyi.” kata Sekertaris Kim seperti menjawab pertanyaan Joo Won.

Mendengar jawaban sekertarisnya, Joo Won langsung memutar kursinya membelakangi orang-orang dan menjawab telpon.
“Hallo?” tak ada jawaban. “Hallo?” Joo Won mengulanginya.

“Kembalikan!!” teriak Ra Im sambil merebut handphonenya dari tangan Jung Hwan. Tapi begitu dilihatnya dilayar telpon ada tanda telpon terhubung, Ra Im langsung panik.
“Apa yang kau lakukan? Cepat jawab dan suruh dia datang kesini.” kata Jung Hwan.
Ra Im merengut ke arah Jung Hwan dan mendehem melegakan tenggorokannya sebelum menjawab telpon.

“Oh, ini senior Gil Ra Im.” jawab Ra Im dengan nada suara sok di angkuh-angkuhin. Jung Hwan nempel disampingnya nguping, Ra Im segera menyenggolnya supaya menjauh. “Kau sebaiknya datang kesini sekarang. Kau pikir kau bisa bolos seperti ini? Apa kau seorang anggota ‘After Service’ yang datang hanya kalau dipanggil? Kau sebaiknya datang saat aku masih berbicara dengan manis. Sebelum tulang belakang kelimamu, menjadi yang ke enam. Telpon kututup.” Ra Im lalu mematikan telponnya.

Selama Ra Im bicara, Joo Won hanya diam mendengarkan sambil menarik nafas. Tapi saat Ra Im mematikan telpon, dia marah-marah.
“Hallo? Hallo? Haa! Macam apa-“ teriaknya tertahan.
“Siapa itu?” tanya Sekertaris Kim.
Joo Won lalu memutar kembali kursinya menghadap para staff sambil ngomel kesekertarisnya. “Siapa, siapa, apa maksudmu dengan siapa? Siapa lagi? Itu adalah orang yang muncul dimana-mana dan membuatku gila!” Joo Won menghentikan omelannya saat menyadari dimana dia berada sekarang.  

Semua mata ditempat itu memandangnya bingung. Kemudian dia berbicara baik-baik pada para staff, “Saya harap anda semua tidak akan menemui orang seperti ini dalam hidup. Ngomong-mgomong, siapa yang tahu dimana tulang belakang ke lima itu?” tanya Joo Won sambil mengangkat kelima jarinya.

Ra Im menarik nafas kesal setelah bicara ditelpon. Jung Hwan hanya cengar-cengir disebelahnya. Ra Im lalu pergi masuk kedalam.

Rapat dikantor Joo Won terus berlangsung. Tapi sang CEO tampak tidak mengikuti jalannya rapat, matanya memandangi tajam handphone yang dipegangnya.
“Konsep untuk acara utama pada perayaan ultah ke 25th departemen store…adalah berupa doorprize, ‘empat hari, tiga malam, liburan romantis dengan Oska’.” Manajer Choi memaparkan proposal rencana event.

Tak ada tanggapan dari Joo Won, dia masih sibuk melihat handphone. Semua orang jadi diam melihatnya.
“Tujuannya adalah pulau Jeju…!!” Manajer Choi menambah volume suaranya jadi setengah teriak, karna kali aja bisa menyadarkan Joo Won bahwa saat itu mereka sedang rapat.
Tapi tak ada reaksi. Ternyata diteriakin pun gak ngaruh. (yaiyalah lagi dimabuk cinta hi hi)
Sekertaris Kim kemudian berinisiatif menyadarkan tuannya.
“CEO…” panggil Sekertaris Kim pelan.
“Apaa…” jawab Joo Won tanpa melepaskan pandangan dari handphone. Karena sekertarisnya tak menjawab, Joo Won akhirnya menoleh dan menyadari keadaan. Dia kemudian memasukan handphonenya ke saku, dan langsung berkata, “Dan ini adalah rencana terbaik? Anda yakin?”
Tak ada jawaban. Semua staff menarik nafas capek.
“Apakah anda mendengar semuanya?” bisik Sekertaris Kim.
Joo Won melirik sebentar pada sekertarisnya dan bicara pada para peserta rapat, “Saya kira itu adalah rencana yang baik. Lanjutkan saja.” semua bengong lagi. Dan Joo Won meneruskan, “Semua orang boleh kembali pada pekerjaannya, tapi ada yang masih ingin saya bahas dengan  Manajer Choi. Manajer Choi tinggal.”
Manajer Choi kaget, wajahnya sampai panik.
Dan setelah tinggal berdua dengan Manajer Choi, Joo Won berkata, “Um, saya ingin departemen store digunakan untuk  tempat syuting sebuah film atau drama.”
“Maaf?” tanya Manajer Choi. “Kita pernah membicarakannya pada sebuah meeting…dan anda bilang bahwa anda benci dengan hal-hal seperti itu.”
“Itu sebabnya saya memulai pertanyaan saya dengan ‘um’, untuk menunjukkan perasaan malu saya. Apa anda tidak menyadarinya?” (halah Joo Won)
“Saya merasakannya, jauh sampai ke tulang.” jawab Manajer Choi sampai tergagap.
“Bagus kalau begitu.” kata Joo Won senang. “Tapi, anda tahu, bukan film dimana mereka berkata ‘Kau ada dalam hatiku’ dan mereka menangis sepanjang waktu. Tapi semacam film action dimana mereka membawa pedang dan terbang kesana-kemari. Saya sedang berpikir untuk mensponsori satu film yang memakai banyak stunts.”
“Apa?” seru Manajer Choi bingung dengan ‘keajaiban’ ide Joo Won.

Joo Won terlihat berkendara dijalanan(dengan atap terbuka pasti), tapi kali ini dengan mobil sport merah. Saat memasuki halaman sekolah aksi dia berpapasan dengan mobil yang didalamnya ada Ra Im. Dia segera memutuskan mengikuti mobil itu.
Ternyata hari itu Ra Im membawa siswa-siswa baru sekolah aksi (hasil audisi kemarin) kerumah abu. Tampak Ra Im berbicara pada para siswa baru didepan sebuah makam.

“Orang yang berada didepan kalian, adalah senior Ji Jun Hyeon, yang meninggal saat membintangi sebuah film pada tahun 2007. Dia adalah seorang guru untuk kita semua, termasuk sutradara Im Jong Soo. Kalian semua tahu bahwa pekerjaan yang kita lakukan ini, tidak membuat kita kaya, ataupun membuat kita terkenal. Meskipun para senior bisa memberikanmu kemampuan mereka, tapi tidak memberimu uang ataupun kehormatan. Beberapa orang menyebut kita ‘extra’, ada juga yang menyebut kita ‘stunt’, tapi, tak perduli orang mau menyebut kita apa, kita adalah actor, Action Actor. Itu adalah satu-satunya kebanggaan yang kita punya. Tapi karena kebanggaan itu, kita bisa menjadi cacat atau bahkan mati. Kalau kalian tidak sepenuhnya yakin bahwa inilah jalan yang kalian pilih, kalian bisa berhenti sekarang. Kata-kataku mungkin terdengar seperti ancaman, tapi itu keluar dari hatiku.” Ra Im mengakhiri perkataannya dengan khidmat. (aku merinding pas scene ini)

Dan selama itu, Joo Won mendengarkan kata-kata Ra Im dari balkon atas.
“Apakah kalian takut  apa yang saya katakan tadi?” Ra Im bertanya pada siswa baru.
“Tidak!” jawab mereka serempak.
“Kalau begitu angkat kepala kalian. Lalu, simpan dalam hati kalian apa yang telah kalian dengar tadi. Dan kegiatan kita berikutnya, kalian akan menunjukan seberapa besar semangat kompetisi yang kalian punya!” seru Ra Im semangat.
(kerennya Ra Im….pasti Joo Won jadi tambah suka ha ha)

Kembali ke sekolah aksi, Ra Im dan siswa-siswa baru langsung latihan. Mereka ada dilapangan main volly sepak bola. Mereka menendang dan menyundul bola melewati net. Pada suatu ketika, bola meluncur keluar lapangan dan sampai dikaki Joo Won. Joo Won berdiri dipinggir lapangan dengan tracksuit bling-bling biru kebanggaannya, sambil memasukan kedua tangan kesaku jaket dan sebelah kakinya menginjak bola. 

Dia memandang lurus sambil tersenyum pada Ra Im yang juga tak lepas memandanginya. Ra Im segera menguasai diri dan menyuruh salah satu siswa baru pergi mengambil bola yang sedang diinjak Joo Won. Siswa itu berteriak pada Joo Won meminta bola. Tapi saat Joo Won mau memberikan bola dengan gaya, dia malah hilang keseimbangan dan hampir jatuh. Maka jadilah dia diketawain orang-orang, termasuk Ra Im. Joo Won tidak terima. Dia lalu mencoba kembali menendang bola itu. Kali ini behasil, bola itu meluncur dengan kencang dan sialnya mengenai kepala Ra Im. Semua berteriak dan mendekati Ra Im. Joo Won pun kaget setengah mati, dia gak nyangka kalau bolanya bakal memilih berakhir dikepala orang, apalagi orang itu Ra Im.

Ra Im langsung menoleh ke Joo Won dengan wajah murka sambil memegangi kepalanya yang kena bola. Melihat itu, Joo Won buru-buru menoleh ke arah lain, berlagak gak salah.
“Kenapa kau menaruh kepalamu dilintasan bola?! Apa itu semacam teknik?!” teriak Joo Won memperparah keadaan.
Para siswa bergumam dan geleng-geleng mendengar perkataan Joo Won. Ra Im segera mengambil bola tadi dan membawanya dengan cool melewati net (net-nya di injak lho)mendekati Joo Won. Joo Won tampak gusar, tapi tak menghindar, dia malah menunduk menunggu Ra Im.
“Perhatian.” kata Ra Im begitu tiba didepan Joo Won.
“Apa?” tanya Joo Won sambil mengangkat wajahnya melihat Ra Im.
“Perhatian.” ulang Ra Im.
Joo Won tertawa dan bergerak santai. “Baik, seperti ini?” Joo Won berdiri tegak dengan kedua tangan lurus disamping tubuh.
“Apa kau tidak melakukannya dengan benar?” kata Ra Im tajam.
“Harus benar seperti apa lagi?! Apa aku harus lem lenganku kebawah?” bantah Joo Won.
Ra Im lalu dengan keras menghempaskan bola yang dia pegang ke badan Joo Won.
Joo Won jelas marah. “Kasih peringatan dulu kalau mau melempar!” teriaknya.
“Kalau kau punya cukup kemampuan tanpa takut menendang bola dibelakang kepalaku, kau pasti punya kemampuan yang bagus dalam menendang bola. Pastikan kau menang. Kalau tidak, maka kau tidak akan pulang dengan selamat.” ancam Ra Im.
“Apa? Menang apa? Aku bahkan tidak main volly sepakbola saat wajib militer.”
“Kalau kau tidak ingin jadi pemain, apa kau lebih suka jadi bola?”
“Baik. Tapi jangan komplain kalau kau mendapatkan memar atau luka. Aku tidak akan segan-segan hanya karena kau seorang wanita.” tegas Joo Won.
Dan jadilah Joo Won masuk tim main Volly sepak bola. Dia dan Ra Im ada di tim yang berbeda. Tapi Joo Won mainnya benar-benar malu-maluin, gayanya kayak cewek manja yang takut bola. Kalau ada bola yang datang dia menghindar, bukannya ditendang atau disundul. Sekalinya ngasih respon kebola, dia malah memegang bola itu erat didepan dadanya...ha ha.
“Apa kau seorang penjaga gawang? Ini volly sepak bola!” teriak salah satu rekan se-timnya.
“Serve-nya buruk, serve.” ngelesnya.
Permainan diteruskan. Joo Won kembali menghindari bola. Ada saat dia ingin menendang bola, tapi malah kepeleset jatuh. Tim Ra Im menertawainya. Joo Won tak pernah bisa menendang bolanya, dan kalo sudah gitu, alasannya kemana-mana. Dia bilang net-nya terlalu rendah-lah, atau nyalah-nyalahin teman se-timnya. Kepala Joo Won pun sempat sukses dikenai bola. Pada saat skor timnya semakin tertinggal jauh, Joo Won malah ngomel-ngomel pada teman-teman se-timnya.
“Kenapa aku satu-satunya orang yang lari kesana-kemari? Kalau bolanya datang, semua orang harus aktif bergerak.” katanya sambil menggerak-gerakan tangan.
Ra Im tak tahan dan menimpalinya, “Kau menendang bola menggunakan mulutmu?”
Joo Won langsung mingkem dan permainan dilanjutkan. Saat timnya bersiap-siap menunggu bola yang ditendang Ra Im, Joo Won yang seharusnya menahan bola malah menjawab telpon dan meninggalkan lapangan. Alhasil bola itu mengenai wajah orang yang berdiri tepat dibelakang Joo Won. Hidung orang itu berdarah, semua jadi teriak-teriak mengerubutinya. Joo Won yang sudah mematikan telponnya langsung celingak-celinguk menyadari apa yang terjadi pada teman se-timnya.
“Kau baik-baik saja?” teriak Ra Im dari seberang net.
“Apa ini baik-baik saja?! Ini?!” seru Joo Won memperlihatkan hasil perbuatan Ra Im. (yang mana sebenarnya adalah hasil perbuatannya). 

Joo Won memeriksa hidung si korban dan berkata, “Laporkan dia. Kau harus melaporkan hal seperti ini. Kenapa itu disebut gong(bola)? Itu bisa dipakai untuk menyerang(gong), karena itulah disebut gong. Perempuan itu berbahaya.” Joo Won menghasut si korban sambil menunjuk-nunjuk ke arah Ra Im.
Ra Im hanya bisa merengut kesal melihat ulah Joo Won.


Mereka kemudian pindah keruang latihan indoor. Para siswa baru kembali berbaris, tapi kali ini plus Joo Won. Mereka mendengarkan ceramah Ra Im.
“Latihan terakhir hari ini, 100 kali melompat dan 100 kali latihan untuk bobot tubuh bagian atas. Dan kalau ada yang main-main...” kata Ra Im sambil mondar-mandir didepan barisan.
“Benarkan...?” timpal Joo Won menyela omongan senior/pelatihnya. Lalu berbicara pada temannya yang kena bola tadi, yang saat ini kebetulan berdiri disampingnya. “Aku sudah bilang, bola itu bisa membunuh orang. Jadi laporkan dia.”
Ra Im langsung berdiri dengan wajah galak didepannya. “Khususnya pastikan yang memakai tracksuit bling-bling latihan dengan benar. Jadi kalian semua tidak akan menderita hanya karena satu orang.” ultimatum Ra Im. Dia mendelik ke arah Joo Won dan pergi.
Para siswa langsung berisik ngomel-ngomel pada Joo Won. Tapi Joo Won tetap gak ngerasa salah.
“Kalian pasti salah paham.” kata Joo Won sambil nyengir. Dia lalu mulai menarik kerah belakang jaketnya untuk memperlihatkan merek, “Baju ini…berasal dari-“ Joo Won tak meneruskan kalimatnya karena semua yang ada disitu tak mendengarkannya.
Para siswa baru melanjutkan latihan tanpa memperdulikan Joo Won. Mereka loncat-loncat melakukan gerakan pemanasan.
“Berhenti!!” teriak Joo Won menghentikan mereka. “Tuan-tuan. Tuan-tuan, hari ini kalian bertemu orang yang dermawan.” kata Joo Won lalu menunjukan dompetnya. “Kalian akan mendapatkan alkohol yang belum pernah kalian bayangkan.”

Tak lama kemudian, Ra Im menuruni tangga kembali keruang latihan dengan rambut basah. Joo Won menunggunya di tengah tangga. Ra Im langsung berhenti saat melihat Joo Won.
“Kenapa kau disini? Aku bilang mereka supaya mengawasimu.” desis Ra Im kesal dan meneruskan langkahnya menuruni tangga.
Joo Won langsung menjulurkan kakinya menghalangi Ra Im.

“Kau membasahi rambutmu. Kenapa kau membasahinya?” tanya Joo Won.
“Minggir!” delik Ra Im.
“Ini aneh, kau hanya perlu cuci muka, kenapa kau membasahi rambut juga? Ketika seorang perempuan mencoba ingin menarik perhatian seorang pria, mereka menggunakan rambut yang basah dan wangi shampo.”
“Perhatian.” seru Ra Im dengan emosi ditahan.
Joo Won langsung buru-buru menurunkan kakinya dan mengangkat kaki satunya lagi (bergaya seperti siswa yang dihukum). “Coba saja menendangku lagi.” katanya.
Dan Ra Im pun beneran menendang kakinya. Joo Won langsung loncat-loncat megangin kakinya, lalu mengikuti Ra Im keruang latihan. Disana tidak ada siapa-siapa lagi.
“Apa ini? Kemana mereka pergi?” seru Ra Im marah sambil berkacak pinggang.
“Mereka pergi. Aku menyuruh mereka pergi.” jawab Joo Won. “Aku pikir, kita perlu waktu sendiri.”
“Hah…kau benar-benar gila?”
“Aku memang sedikit aneh belakangan ini.”
“Kalau kau merasa aneh, pergi saja kerumah sakit. Jika keadaanmu seburuk ini, kenapa datang kesini dan latihan?” omel Ra Im.
“Penyebabnya adalah kau. Kemarin kau akhirnya mengganti bajumu yang kena darah. Tapi mulai hari ini, aku rasa kau akan terus menghantuiku dengan rambut basahmu. Kenapa?” (ha ha)
“Darah apa?”
“Kau tak usah tahu. Untuk menolongku daripada aku harus kerumah sakit, kau berdiri saja disini didepanku.”
“Kau benar-benar gila, kau tahu?” Ra Im makin kesal.
“Aku melakukan ini, jadi aku tidak gila. Oke, baik. Aku akan bertanya padamu dua pertanyaan, dan kau harus menjawabnya dengan jujur. Oke?” kata Joo Won, Ra Im menaikan dagunya tanda setuju. Joo Won lalu mengajukan pertanyaan. “Kau lulusan universitas? Di Seoul? Di propinsi? Atau mungkin diluar negeri?”
Ra Im mendengus lalu menjawab, “Apa pertanyaan kedua?”
“Dalam keluargamu…ini termasuk keluarga besarmu, dengan kata lain seluruh anggota keluargamu, apakah ada yang pantas dikenal? Misalnya, kakek atau orang tua yang punya perusahaan, sebuah gallery seni, atau sebuah universitas  atau sesuatu yang menggunakan nama mereka.”
(Pinjem note-nya mba Tirza-kadorama: Ini penghinaan untuk Ra Im, tapi sebenarnya Joo Won benar-benar mulai suka dengan Ra Im dan tanpa sadar mempertimbangkan itu semua agar bisa di-acc maminya hehehe..itu memang cara berpikir putra dari 30 keluarga terkaya di Korea)
Ra Im nyengir sambil memutar matanya mendengar pertanyaan Joo Won. “Kau punya asuransi kesehatan, kan?” tanya Ra Im.
“Apa?” Joo Won bingung. Namun sedetik kemudian dia sudah menggelepar kesakitan dilantai. Ra Im membantingnya.
Joo Won lalu bangkit berdiri. Namun Ra Im kembali membantingnya.
“Jangan cengeng, ha! Ini hanya permulaan.” kata Ra Im memberi peringatan dengan nafas sedikit tersengal capek.
Joo Won bangkit berdiri lagi. Tapi sebelum Ra Im bergerak membantingnya, Joo Won telah lebih dulu pasang kuda-kuda dan balik merobohkan Ra Im(bukan membanting, tapi merobohkan, karena dilakukan dengan agak perlahan hi hi). Joo Won lalu menduduki pinggang Ra Im dan menahan kedua tangannya disamping. Ra Im berusaha melepaskan diri tapi tak bisa.
“Minggir!” geram Ra Im.
“Kalau aku minggir, kau akan membantingku lagi? Aku hanya menanyakan nama keluargamu. Apa itu salah?” jawab Joo Won sambil menunduk memandang Ra Im yang ada dibawahnya.
“Kenapa kau ingin tahu? Minggir selagi aku masih baik. Atau aku tidak akan membiarkan kau hidup.” kata Ra Im sambil masih berusaha ingin melepaskan diri. 
Joo Won tertawa melihatnya. “Caramu bicara…. kau pikir aku tidak bisa mengalahkan seorang gadis? Ada sesuatu yang sudah lama ingin aku katakan padamu dan sekarang saat yang tepat, jadi dengarkan baik-baik. Pakaian ini sangat mahal!” tegas Joo Won sambil menunjuk pakaiannya.( yaelaahh, masih aja ha ha)
“Kau benar-benar seorang maniak.”
Disaat itu tiba-tiba Ah Young masuk sambil membawa kotak. “Perempuan jalang gila itu….” teriaknya, namun langsung berhenti kaget melihat Ra Im dan Joo Won yang sedang berada dalam posisi yang bisa disalah artikan.
Joo Won dan Ra Im terdiam kaget. Ra Im memanfaatkan kesempatan itu dan menendang Joo Won kesamping. Ra Im lalu segera berdiri dan merapikan pakaiannya.
“Kenapa kau kesini?” tanya Ra Im ke Ah Young.
“Kau tidak menjawab telpon, jadi aku pikir kau pasti sedang latihan. Tapi proyekmu selanjutnya….sebuah melodrama?” tanya Ah Young salah ngerti ngirain Ra Im dan Joo Won tadi lagi latihan adegan percintaan…ha ha.
“Tidak seperti itu. Tapi siapa perempuan gila yang kau maksud?”
Ah Young teringat tujuannya kesitu. “Ah, aahhh! Kau tahu jalang gila yang pernah memarahi kita di lounge waktu itu? Dia langsung menelpon kantor CEO. Jadi, aku dipecat.” cerita Ah Young.
“Apa? Dipecat?!” seru Ra Im marah.
“Ya, gak heran. Ini pasti kutukan cerminku yang pecah tadi pagi. “ Ah Young lalu membanting kotak yang dia bawa. “Aku tidak tahu kenapa aku harus hidup di dunia yang mengerikan ini….tentu saja anggota VVIP itu penting. Tapi bagaimana bisa mereka tidak mendengarkan penjelasanku dan memecatku hanya karena satu telepon? Owaaahhh, CEO perusahaan itu seperti sampah.” Ah Young menumpahkan emosinya.
Waktu kotak yang dibawa Ah Young jatuh, tutupnya terbuka. Dan ternyata isinya adalah baju seragam Ah Young di departemen store. Joo Won mengenali pakaian itu dan sadar siapa yang sedang dikata-katain Ah Young.
“Kau seharusnya bilang pada mereka bahwa ini bukan salahmu. Ini karena aku.” kata Ra Im.
“Kenapa kau? Ini semua karena si jalang gila itu. Aku akan balas dendam. Aku akan posting di forum perusahaan, kalau CEO itu adalah seorang gay.” seru Ah Young.
Joo Won langsung kaget. “Ga…gay?” desisnya.
Ah Young lalu bicara pada Joo Won. “Kalau kau lihat tampangnya, itu akan sangat jelas. Dan dia juga membenci wanita. Tapi ngomong-ngomong, siapa kau?”
“Oh, aku…” Joo Won menjawab tapi langsung dipotong Ra Im.
“Kau tidak perlu tahu. Kita akan pergi setelah aku selesai mengunci. Kau telpon taksi, kita akan pergi bersama.” kata Ra Im.
“Kita mau kemana?” tanya Ah Young.
“Bukankah kau bilang kau dekat dengan sekertarisnya CEO. Jelaskan padanya dan minta dia bicara dengan CEO atas namamu.” kata Ra Im lalu buru-buru masuk kedalam.
“Tidak perlu! Aku sudah bilang padamu aku telah mencoba segalanya dan itu sia-sia!” teriak Ah Young tapi Ra Im sudah masuk kedalam tak mendengarnya.
“Tentu saja tidak ada gunanya. Tidak ada gunanya.” kata Joo Won sambil mendekati Ah Young.
“Kau sedang menumpahkan minyak dirumah yang sedang terbakar?” tanya Ah Young.
“Ahh, aku hendak memperkenalkan diri, aku adalah orang yang menyebabkan rumah itu terbakar.”
“Apa?” Ah Young bingung.
“Aku orang yang kau bilang tadi seperti sampah. CEO dari departemen store yang telah memecatmu.” kata Joo Won.
Ah Young hanya ketawa mendengarnya. “Ha ha…apa yang kau bicarakan? Apa? Jadi kau bilang kau adalah seorang…C-E-O….” Ah Young kemudian mengenali Joo Won, “Kau adalah CEO?! Ah benar, dia kelihatan gila dengan tracksuit jeleknya.” seru Ah Young dan langsung nangis ketakutan.
Joo Won memandang pakaiannya dan tersenyum. Dia lalu membawa Ah Young bicara diluar.
“Kau tahu bahwa kau ikut bertanggung jawab dengan apa yang terjadi di lounge, karena kau tidak mengikuti peraturan.” tegur Joo Won.
“Tentu saja, aku tahu.” jawab Ah Young sambil nunduk.
“Bagus. Oke, pertama, temanmu tidak tahu siapa aku. Dan aku ingin tetap merahasiakannya.”
“Kenapa?”
“Kau tidak nonton film? Itu yang biasanya orang lakukan, dan kemudian mereka memberi kejutan, tadaaahh. Mereka menunggu sampai akhir, kau tahu?” jelas Joo Won ngaco.
“Ahhh…tapi biasanya dalam film orang yang memegang rahasia ini akan terbunuh atau mendapatkan pekerjaannya kembali.” balas Ah Young ikutan ngaco.
“Aku pikir akan membutuhkan biaya lebih untuk mempekerjakanmu kembali.” (maksudnya, Ah Young akan dinaikan gajinya, yes!)
“Ha ha ha….kau sangat praktis!” seru Ah Young senang.
“Tapi aku telah sedikit diremehkan.” kata Joo Won sambil senyum. “Didepan temanmu, tadi kau bilang aku gay dan seperti sampah.”
“Maafkan aku. Tadi aku sedang tidak sadar. Bolehkah aku merevisi apa yang aku bilang? Tampang aristokrat, halus, keren, baik, dan sexy. Seperti itu?” bujuk Ah Young.
“Siapa yang berani memecat karyawan sepertimu??”
“Ha ha …tepat sekali!”
“Ngomong-ngomong, aku ingin mentraktir temanmu minum.”
“Ohhh…kau tak usah khawatir, serahkan padaku! Tapi apakah ada alasan kenapa kau ingin mendekati Ra Im?” Ah Young agak curiga pada niat Joo Won.
“Apakah aku termasuk orang yang punya maksud tertentu?”
“Tidak, tapi…”
“Kau sudah memanggil taksi? Kapan mereka bilang akan datang?” tanya Ra Im sambil lari-lari muncul disitu.
Ah Young segera menyambutnya. “Kita tidak harus pergi. Aku pikir aku telah mendapatkan pekerjaanku kembali.” kata Ah Young dengan senyum lebar.
“Apa yang kau bicarakan?” tanya Ra Im lagi. “Ah, setelah kau melemparkan seragammu kelantai dan semuanya?”
“Aku? Kapan aku melakukannya? Tanganku berkeringat jadi terlepas…he he…Oh ya, kau ingat tadi aku bilang CEO-ku adalah seorang gay dan membenci wanita? Dia pastinya bukan gay, dia menyukai banyak wanita.”
“Mungkin dia tidak benar-benar menyukai ‘banyak’ wanita.” Joo Won mengoreksi omongan Ah Young sambil nyengir.
Ah Young ketakutan udah salah ngomong lagi. “Ahh...tidak, aku rasa tidak sampai ‘banyak’.” katanya sambil menggelengkan kepala.
Ra Im bingung melihat tingkah Ah Young. “Apa yang kau bicarakan? Kenapa kau terus mengoceh?” tanyanya. Kemudian dia berseru pada Joo Won, “Anak baru…kau tidak mau pulang?”
Ah Young langsung bersuara, “Oh Tuhanku…apa kau gila?!” Ah Young bahkan sampai memukul lengan Ra Im. “Kenapa kau berteriak! Kau bisa mengagetkannya!”

“Suaramu malah lebih keras. Tapi dimana sekertarisnya CEO tinggal?”
“Berapa banyak kau pikir ongkos taksinya? Aku bilang aku sudah mendapatkan pekerjaanku kembali. Sudah lama tidak pergi minum-minum, ayo kita pergi.”
“Aku bebas bisa pergi minum juga…” timpal Joo Won.
“Kenapa alkohol?” dengus Ra Im.
“Ahhh…kau tidak tahu. Ini bukan alkohol biasa. Ini sihir, sihir.” Ah Young berusaha nyari alasan sambil melirik Joo Won. Joo Won angkat tangan menyemangatinya. Lalu kata Ah Young lagi, “Aku bilang padamu ini sihir!”

Tak lama kemudian, mereka sudah berada di Pojangmacha(Warung makan pinggir jalan dikorea. Biasanya menyajikan makanan macam2 dari daging atau seafood dan minumannya umumnya adalah soju). Joo Won mengerutkan alis melihat makanan dimeja. Ra Im dan Ah Young sibuk memanggang kulit babi dan dimakan.
“Kenapa kau tidak makan? Ini enak lho.” kata Ah Young.
“Tidak! Kenapa babi dikatakan babi? Karena babi itu punya banyak daging. Tapi bukannya makan dagingnya, kenapa kalian malah makan kulitnya?” tanya Joo Won. Ra Im terus makan dan belagak tak dengar.
“Kau belum pernah mencobanya? Ini benar-benar enak. Selanjutnya makan ‘Mak Chang’(usus babi)” kata Ah Young sambil mengambil beberapa Mak Chang dan menaruhnya di atas panggangan.
Mata Joo Won membelalak. “Dengan ‘Mak Chang’ maksudmu usus? Kalian benar-benar aneh.”

Setelah itu, Joo Won pun mengantarkan Ra Im dan Ah Young pulang. Joo Won melongo melihat tempat tinggal Ra Im dan Ah Young. Jelaslah kalau dibandingkan rumahnya yang gede banget dan halamannya yang lebih gede lagi, rumah yang ada didepannya ini gakda apa-apanya.
“Kalau kau sampai membuatku harus menelponmu besok, kau akan mati. Sebaiknya kau datang on time.” kata Ra Im galak sebelum masuk kerumahnya.
Ah Young panik mendengar kalimat Ra Im. “Aku minta maaf.” serunya pada Joo Won.
Tapi Joo Won masih terpaku dengan rumah Ra Im. Dia tak perduli dengan ancaman Ra Im tadi, apalagi permintaan maaf Ah Young.
“Tempat ini...tempat tinggal kalian?” tanya Joo Won dengan mimik aneh.
“Ya, sudah kira-kira empat tahun.” jawab Ah Young semangat.
“Empat tahun?” tanya Joo Won lagi tak percaya, dia malah sampai memejamkan matanya segala. “Um, aku tidak biasanya menanyakan hal ini tapi apa kalian sewa bulanan? Ngontrak?”
“Ahhh…kami membayarnya bulanan. Sewanya 30 ribu won sebulan tapi kami bagi dua. Jadi, terima kasih sudah mempekerjakan aku lagi.” kata Ah Young sambil menunduk berterimakasih.
“Oke. Ayo masuk saja.” jawab Joo Won. Ah Young pun lalu masuk.
Joo Won masih berdiri disitu memandang tempat tinggal Ra Im dengan pandangan tak percaya dan prihatin. Rumah kecil dengan tembok yang retak-retak, jendela kaca dengan selotip hijau menyilang…pokoknya dimata Joo Won itu terlihat benar-benar kumuh.(padahal mah biasa aja, masih banyak lagi rumah yg lebih kumuh)
“Kau gila, Kim Joo Won. Kau gila.” Joo Won mengatai dirinya sendiri.

Pulang kerumah, Joo Won langsung nyamperin Oska. Saat itu seperti biasa Oska lagi tertidur di sofa. Joo Won membangunkan Oska dengan menendang bokongnya. Oska bangun sambil ngomel-ngomel.
“Aaahhh...APA!!” teriak Oska. Tapi kemudian dia duduk dan bertanya pada Joo Won, “Apa terjadi sesuatu yang buruk?”
“Apa kau pernah kencan dengan seseorang yang menyewa tempat tinggal bulanan?” tanya Joo Won dengan wajah serius.
“Apaaa!! Kau membangunkan orang yang sedang tidur hanya untuk menanyakan ini?” Oska protes.
“Pernah atau tidak?”
“Aahh, kau manusia gila! TENTU SAJA!!” jawab Oska dengan teriak.

“Kau pernah?” Joo Won gak percaya.
“Apa namanya model itu? Park… pokoknya, aku ketemu wanita ini dibulan Mei dan juga seorang presenter. Orang yang tinggal di Kangnam biasanya sewa bulanan, mungkin sekitar 3 atau 4 juta won sebulan....”
“Bukan tempat seperti itu. Ini sekitar 30 ribu won. Seperti itu.”
“Aahh… maksudmu 30 ribu won semalam? Sebuah kamar hotel mewah, benar kan?” tebak Oska.
“Bukan itu yang aku maksud.”
“Lalu apa? Berikan gambarannya supaya aku tahu!”
“Kau tahu seperti di National Geographic…ada rumah-rumah miskin dilatar belakang gambar lalat dan anak-anak miskin.” Joo Won menjelaskan sambil mengangkat-ngangkat tangannya dan ditirukan Oska. (hi hi)
“Aahh, orang asing?” tebak Oska lagi.
“Oh benar-benar!” Joo Won kesal karena Oska gak nangkep-nangkep juga maksudnya. “Baik, lupakan saja.” kata Joo Won capek dan berbalik.
“Berhenti…apa mungkin kau…” panggil Oska. “Ketemu Chae Rin?”
Joo Won berbalik kaget. “Wanita itu juga tinggal di tempat yang sewa bulanan?” tanyanya.
(aaakkkhhh dua mahluk borju ini...capek liat mereka ngobrol)

* * *

Ra Im berada diruangan Jong Soo mendapat kabar menarik. Dia disuruh meneruskan syuting sebagai stunt Chae Rin.
“Park Chae Rin ternyata lebih baik dari yang kita kira. Dia bilang dia ingin minta maaf secara langsung, jadi pergi saja, dan jangan menyakitinya kalau dia minta maaf dengan setengah hati.” kata Jong Soo sambil menyerahkan naskah ke Ra Im.
Ra Im merengut sambil tersenyum. “Sutradara…aku akan mengendalikan diriku dengan baik.” janjinya.

Lokasi syuting hari itu berada di departemen store Joo Won.(niat sang CEO langsung terlaksana rupanya) Terlihat Ra Im sudah dengan kostum ketat hitam-hitam seperti yang waktu itu. Chae Rin lalu datang mendekatinya dengan kostum yang sama.
“Aku yakin sutradara sudah bilang padamu kalau aku tidak ingin orang lain selain kamu. Kau pasti bersyukur, kan?” kata Che Rin dengan senyum bangga.
“Ya.” jawab Ra Im.
“Kau pasti tidak menyangka aku baik, apalagi aku cantik, benar bukan?”
“Sepertinya begitu.” jawab Ra Im lagi.

“Kalau begitu aku akan memberimu satu pertanyaan dan kau harus menjawabnya dengan jujur. Bagaimana kau bisa kenal dengan Kim Joo Won?” tanya Chae Rin dengan mata angkuh sekarang.
Ra Im bingung. “Siapa Kim Joo Won?”
“Bukankah kau bertemu dengannya?”
“Apa dia seseorang yang aku kenal?”
“Kalau kau tidak tahu, ya sudah tidak apa-apa.” kata Chae Rin senang. “Semoga sukses hari ini. Kau hanya harus jatuh dari sana jadi kau tidak perlu melihat naskah. Tapi kau tahu kan sutradara tak suka kabel? Jadi, semoga sukses.” Chae Rin pergi dari situ.
Ra Im tampak khawatir karena tak bisa memakai kabel penahan. Tapi kemudian dia meyakinkan diri agar bisa.
Syuting pun dimulai. Ra Im menaiki pinggiran pagar sambil merentangkan kedua tangannya dan siap meloncat. Ketika sutradara meneriakan ‘action’, Ra Im meloncat dari atas dan jatuh di atas matras.  

Sutradara tidak puas dengan hasilnya dan menyuruh Ra Im mengulanginya. Chae Rin tersenyum senang melihat Ra Im dimarahi. Ra Im kemudian mengulanginya dan NG sampai berkali-kali. 

Dan selama itu, sutradara terus memarahinya dengan kata-kata kasar dan Ra Im pun berkali-kali minta maaf. Ra Im tampak kelelahan dan berkeringat. Belakangan dia bahkan mulai pusing dan memegangi lengannya yang terluka waktu itu. 

Pengunjung departemen store yang menyaksikan jalannya syuting ditempat itu, merasa kasihan melihat Ra Im. Sutradara meributkan waktu syuting yang diijinkan mall hanya 30 menit, dia semakin membentak Ra Im. Tak lama setelah itu, ada crew yang mengatakan bahwa pihak departemen store memberikan perpanjangan waktu syuting untuk mereka. Dan kata crew itu lagi, kabarnya itu atas ijin khusus dari sang CEO, dan sebentar lagi dia akan turun kesana untuk melihat jalannya syuting. Dan benar saja, tak lama kemudian Joo Won muncul disitu bukan dengan tracksuit bling-bling biru kebanggaannya, tapi dengan setelan jas yang mahal dan berwibawa, cool! 

Semua mata tertuju padanya saat dia memasuki arena syuting. Semua orang memandanginya kagum. Tapi lain dengan Ra Im, dia terbelalak kaget melihat sosok Joo Won. 

Begitupun rekan-rekan seniornya, Jung Hwan dan yang lainnya. Sutradara dan Chae Rin menyapa Joo Won, tapi Joo Won hanya berjalan lurus melewati mereka. Dia mendekati Ra Im. Sutradara buru-buru menyusul, dan mendorong Ra Im kesamping.
“Saya menonton langsung dari awal, saya begitu marah dan tidak mau tinggal diam.” kata Joo Won.
“Ahh, syuting memang seperti itu. Ha ha…ngomong-ngomong, saya tidak tahu bagaimana berterimakasih karena sudah dipinjamkan tempat untuk syuting.” kata Sutradara.

Selama mereka berbicara, Ra Im terus-terusan melirik ke arah Joo Won.
“Kalau tidak tahu caranya, maka saya akan kasih tahu.” kata Joo Won sambil tersenyum. 

Kemudian dia memegang pergelangan tangan Ra Im, dan menarik Ra Im kedekatnya. Ra Im kaget lagi, begitupun yang lain. “Berhenti berteriak pada Gil Ra Im.” kata Joo Won lagi dengan nada memerintah. “Dan barusan anda mendorongnya kesamping. Anda tidak boleh melakukan itu. Wanita ini bagi saya seperti Kim Tae Hee dan Jeon Do Yeon. Saya adalah penggemar Gil Ra Im.” tegas Joo Won lalu tersenyum pada Ra Im.
Mendengar ‘pengumuman’ itu, semua orang menampilkan berbagai macam ekspresi kaget. Sutradara, Chae Rin dan para senior Ra Im khususnya. 

Oh lebih khusus lagi, Ra Im. Matanya terbelalak ‘manis’ dan terkunci pada wajah Joo Won.

Apalagi saat itu Joo Won terus tersenyum menawan membalas pandangan Ra Im.

Mmmm, nice ending for second episode ^^

Episode 3

Source: kadorama, withs2, dramacrazy


Adegan-adegan favorit-ku di epsd 2


Ini ada beberapa potongan scene-nya.... ^^


 


Note:
Mmm....agak lama nyeleseinnya. Apalagi terlalu kemaruk ngerjain dua serial, jadi sampe keteter. Semoga berikutnya bisa lebih semangat n lebih cepat lagi.
Oh yaaa...sekarang aku lagi nonton K-drama 'Dream High', bagus ceritanya....jadi pengen bikin recapnya juga hihi :P

No comments:

Post a Comment